"Kak Musa lagi kah?"...

35 0 0
                                    

Menjelang akhir-akhir mos akan selesai, aku sudah mulai akrab dengan temanku. Dan aku sudah mulai terbiasa menjadi sasaran marah kakak OSIS itu karena tingkahku yang terlalu ceroboh untuk mengambil suatu tindakan. 

Dikantin, aku melihat Mody duduk sendiri. Sebagai teman yang baik aku menghampirinya. "Hai Dy," sapaku disertai tawa tawa kecil. "EH ARINE BARU MAU GUE SAMPERIN LO UDAH DATENG DULUAN" jawab nya dengan nada bicara yang tidak jelas karena ia sedang mengunyah makanannya. "Telen dulu Dy, takut banget aku keburu pergi nih" ucapku dengan nada menggoda. "Hehe. Sorry. Btw, lo udah pesen makanan?" Tanyanya padaku seraya celingak celinguk mencari makanan apa yang pas untukku. "Gak Dy, makasih. Aku masih kenyang. Aku nemenin kamu makan aja" jawabku dengan santai. "Oh, yaudah kalo kaya gitu. Btw, gue maaf banget sama kejadian berapa hari lalu. Yang lo kira, gue itu temen sekelas lo" ucap Mody dengan wajah yang merasa bersalah. "Santai Dy, dari situ aku sih buat belajar aja. Kejadian yang kaya gitu malah buat aku jadi terbiasa sama semuanya" jelasku pada Mody. "Rine. Dengerin gue. Kadang kaka OSIS nih emang suka keterlaluan..." "....ssshhhhh, pelan pelan..." ucapku yang memotong pembicaraan mody dengan sedikit mendesis kode agar dia berucap lebih pelan. "..... kadang nih kaka OSISI suka keterlaluan. Membesarkan sesuatu yang seharusnya biasa saja." Ucap Mody dengan betbisik bisik mengantisipasi agar tidak ada yang mendengar selain aku. "Lagian gue juga rada greget sama lo Rine, lo nih terlalu pasrah. Mungkin itu yang ngebuat kaka OSIS jadiin lo sasaran empuk permainan mereka" lanjut Mody kembali. "Udah lah Dy, lagian aku juga fine aja sih. Take it easy aja Dy." Balasku. "Iih, gak gitu Rine. Kalo lo cuma ngandelin kepasrahan lo, lo gabakal maju. Lo bakal tertindas. Malahan bisa jadi orang yang lebih muda daru lo ngelakuin hal yang sama. Lo gak mau kan?" Nasihat Mody memvuatku tertegun. Tidak mau ambil pusing aku akhirnya juga menyudut nyudutkan Mody. "Iiih, Mody. Kamu nih kan juga pernah jadi sasaran kakak OSIS. Kamu gak inget? Saat kamu jalan membawa cat air untuk menghias panggung malam puncak MOS, kamu menabrak kak Mario. Belum lagi saat kamu ingin terjatuh cat air tersebut terlempar jauh sehingga menumpahi baju kak Musa. Kamu ingat kan?" Ucapku yang mulai memanas. "ARINEE ITU TUH EMANG KESALAHAN YANG FATAL RINE. Dan itu juga pantes buat dimarahin. Tapi lo nih beda Rine. Masa hanya karena kamu lupa mengikat tali sepatumu lalu kamu terjatuh tepat di depan kak Al, lalu kamu sudah diserang dengan beribu hujatan seperti halnya kamu sedang ber modus ria dengan kak Al. Gue tau itu salah. Gue tau bahkan Lo aja benci kan sama kak Al?" Aku diam. Ya. Beberapa hari yang lalu, aku lupa mengikat tali sepatuku lalu aku menginjaknya sendiri dan jatuh tepat didepan kak Al.  Tak bisa berkutik. Mody ada benarnya juga. "Maafin gue rine. Gue begini karna gue gamau lo nih terlalu pasrah. Ngerti?" "Iya Mody, maafin aku. Aku berusaha deh memilah mana sesuatu yang pantes buat di besar besarin mana yang enggak" balasku sambil mengusap ngusap punggung Mody untuk memberi isyarat padanya untuk lebih tenang. "Dy, aku berargumen sama kamu jadi laper kan. "HAHAHAHA maafin gue, yaudah pesen aja makanan. Sini gue temenin." Saat aku ingin memesan semangkuk bakso, aku melihat ada kak Al dan kak Musa disana. Acuh dengan kak Al, aku hanya memperhatikan ke arah kak Musa. Aku tersenyum kaku. Kak Musa membalas dengan senyum tipis nya. 

"Lo mau ngapain?" Tanya kak musa pada ku. "Beli bakso kak. Aku laper. Hehe" selsai aku mengatakan seperti itu, tepat sekali loncek berbunyi. Kak Al lewat pas didepanku "masuk. Balik ke aula. Ga ada lagi acara makan. Mus, dia lo yng mentorin kan? Ajak dia balik ke aula" kak al mengatakannya dengan sangat datar lurus tidak menoleh ke arahku sama sekali. Tisak lupa dengan wajah yang datar dan kedua tangannya ia masukkan kedalam saku bajunya. 

"Rine, sorry ya. Kita harus balik ke Aula" ucap kak Musa dengan nada bersalah. "Iyaudah deh kak.." balas ku pasrah. Iya. Pasrah lagi. Karena cuma itu yang bisa aku lakukan.

Saat di aula perutku berkukuruyuk ria. Sangat lapar. Dengan keadaan yang sangat lapar ini, aku harus tetap fokus untuk mendengarkan kak Mario berbicara di depan. Ia sedang membicarakan tentang malam puncak MOS yang tidak lama lagi akan diselenggarakan. "Rine, menurut lo kak Mario ganteng ga sih?" Tanya Mody yang memecah lamunan ku, "eh, uh umhh, iya ganteng kok" jawabku jujur. Memang kak Mario ber paras tampan dengan perawakan yang sangat bagus. "Serius lo? Aaah gue seneng banget nih ama dia. Eh tapi, menurut lo lebih ganteng kak Mario atau kak Musa?" Jika Mody ingin jawaban yang jujur aku pasti jawab mantap tampanan kak Musa. Walaupun nyatanya kak Mario lebih menang beberapa point dari kak Musa karena ia memiliki tubuh yang atletis pula. "Relatif sih Dy, kalo ka Mario tuh atletis, ganteng. Kalo kak Musa tuh jatuhnya manis karismatik" jawabku subjektif "SERIUS LO BEGITU? Aaaah makin seneng nih gue. Kalo ga sama ka Mario sama kak Musa juga gak apa apa" aku tertegun mendengar pernyataan Mody. Ku pikir yang ia kagumi hanya kak Maruo. Namun Kak Musa juga. Aku pasrah. Tidak mau mengacaukan semuanya. "HAHAHA,aku doain dari antara keduanya kalo emang ada yang terbaik, itu buat kamu. Emangnya kenapa nih?" Tanyaku yang ingin menggali lebih dalam. "Arine kepo banget sih ah. Arine masih kecil gausah tau dulu ya" goda Mody. Aku hanya tertawa kecil. Melupakan rasa laparku.

"Gue rasa cukup ya briefing dari gue nya. Nanti gimana berjalannya malam puncak, bakal dikasih info berlanjut. Yaudah sekarang gue mau kalian balik ke kelas masing masing buat diskusi tentang apa yang kelompok lo semua tampilin di malam puncak MOS." Kak Mario mengatakan dengan sangat tampannya membuat Mody tidak bisa melepas pandangannya terhadap kak Mario. Aku memaksa Mody untuk beranjak bangun dari posisi duduk dan menyeretnya keluar dari Aula.

Saat di kelas, aku kembali duduk di mejaku dan minum air mineral yang selalu ku bawa dari rumah. Seusai menenggaknya, aku meletakan tanganku ke meja. Aku mendapati sesuatu yang mengganjal antara kulit tanganku dan meja. Ternyata itu coklat merk sneakers serta sepucuk surat. Surat tersebut bertulisan "biar gak rese kalo lagi laper" tak lupa aku melirik ke bagian bawah surat tersebut. Dan disana hanya bercoret tulisan 

-Z-

"Kak Musa lagikah?"..... 

"Iya. Pasti ia lagi. Dengan coret tangan yang sama type surat yang sama dan kode surat yang sama"

Senyumku mulai terukir seperti tidak ada satupun yang bisa menghapusnya.

Z LetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang