SATU

133 51 12
                                    

"Nya bangun,kebo banget elah." Diza duduk disisi springbad berwarna jingga. Laki-laki itu semakin kencang menggucang bahu wanita didepannya dan berharap agar dia segera bangun dari alam mimpinya.

"Ish, ngapain sih lo ganggu. Nama gue Karen bukan Anya." Ucap Karen ketus, seraya menarik lagi selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya

"Baperan amat neng,lo kan janji hari ini mau nemenin gue joging." Jawab Diza dengan nada memelasnya

"Janji gue dibatalin,males. Eh Za tadi lo kesini ketemu nyokap gue ga?" Karen mengalihkan pembicaraan, seraya membuka selimut yang menutupi tubuhnya hingga sebatas dada.

"Lo gausah mengalihkan pembicaraan. Iya tadi gue ketemu, kenapa? dari tadi gue duduk disini dipunggungin mulu,lo ga ada niatan buat liat sahabat lo yang kece ini?" Diza menjawab dengan santai kemudian menaik-turunkan alisnya, menggoda Karen yang masih dalam posisi memunggunginya.

"Idih, bisa katarak gue liat muka lo. Udahlah sana lo,gue mau kamar mandi." Elak Karen dengan suara parau.

"Yaudah gue tunggu di bawah ya." Jawab Diza dengan cengiran khasnya, Karen hanya melirik Diza sekilas dari sudut matanya yang menyipit karna menyesuaikan intensitas cahaya yang keluar dari jendela kamarnya.

"Sinting lo senyum-senyum sendiri." Diza tetap berjalan ke luar kamar tanpa menghiraukan ucapan Karen barusan.

.

Stevan berjalan ke luar kamar dengan tangan kiri membawa tas kulit miliknya, dia melihat sosok anak laki-laki seumuran Karen sedang duduk sambil memainkan iPhone-nya di sebuah sofa yang berada pada ruangan yang didominasi warna putih dan jingga.

Dia menghapiri anak itu dan duduk di sampinya
"Pagi om, mau ke luar kota lagi ya?" Sapa Diza sopan.

"Apa Karen meneceritakan banyak hal tentang om sampai kamu sudah bisa menebak apa yang akan om lakukan?" Jawab Stevan diiringi tawa renyahnya.

"Ya sesekali Karen menceritakan tentang om dan tante." Ujar Diza sopan dengan menampilkan senyum terbaikknya.

"Om titip Karen ya nak, untuk saat ini hanya kamu yang saya percaya. Om berangkat dulu." Diza mengiyakan ucapan lelaki paruh baya itu dengan anggukan kepala, Stevan beranjak dari sofa putih dengan senyum tipis yang terukir diwajahnya yang mulai menua.

.

"DIZZAAAAA." Suara Karen terdengar seantero rumah, diikuti dengan tawa Diza yang semakin menjadi karena tidak bisa membayangkan bagaimana ekspresi Karen ketika tau wajahnya disulap menyerupai badut Ancol oleh Diza dengan menggunakan lipstick dan bendak tabur yang tadi pagi ia ambil dari violet bunda-nya.

Karen memandang wajahnya dikaca violet putih miliknya.

Sembab.

Berantakan.

Itulah dua kata yang bisa menggambarkan keadaanya saat ini.

"Anya! Lo lama banget buset dandannya ngalahin Ratu Elisabeth."

"Brisik! Bentaran juga gue kelar." Karen menjawab asal. Sekarang hanya satu yang ada di fikirannya, menutupi keadaan sebenarnya dari Diza.

.

"Nya lo mau joging ngapain pake kacamata hitam? Ngapain juga lo pake jaket kulit? Mau jogging apa mau racing woy." Diza tertawa terpingkal-pingkal hingga membuat Karen mendengus kesal

"Lo pikir gue peduli?" Nada bicara Karen terdengar datar, seperti papan triplek. But,it's she.

"Ck dasar batu yuk ah." Diza menarik tangan Karen, tapi langkahnya terhenti karena dia merasa aneh dengan tangan yang digenggamnnya. Sangat dingin.

Karen24Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang