[Delta] Rainbow Cake

34 6 0
                                    

        "Ini janji Mas Rio minggu kemarin lho."

        Rio kembali teringat kejadian di Coffee Shop waktu itu. Beberapa hari sudah berlalu tapi tetap saja dia malu untuk menginjakkan kakinya ke ruangan itu. Itulah alasannya mengapa ia sampai sekarang terus menolak Flo yang masih tidak terima akan insiden kopi minggu lalu.

         "Mas lagi sibuk Flo, kalau mas udah gak sibuk nanti dibelikan juga. Kamu tenang aja kenapa sih?" Rio sebenarnya sudah tidak tahu harus memberikan alasan seperti apa lagi.

        Rio memperhatikan satu persatu kue di etalase toko. Belum ada tambahan baru dalam kue-kuenya, masih tetap sama. Meski pelanggannya tidak pernah komplain dengan macam kue yang hanya itu-itu saja tapi ia sebagai pemilik toko pasti membutuhkan sesuatu yang 'wow' untuk memenuhi kepuasan batinnya.

        Rio berjalan keluar toko, sinar matahari langsung menyambutnya dengan terik. Pemuda itu meletakkan tangannya di pelipis untuk menghalangi cahaya yang langsung menuju mata. Beberapa anak kecil bersama orang tuanya berjalan masuk di sebelah Rio, sehingga membuatnya harus sedikit menyingkir dari pintu.

Merasa bosan dengan suasana yang terlalu sering ia lihat, akhirnya Rio melangkahkan kakinya masuk ke dalam kembali. Tujuannya kali ini adalah dapur. Entah mengapa rasanya ia sedang ingin membuat kue. Entah kue apa, yang penting ia menciptakan satu kue saja.

         Saat memasuki dapur, pemuda itu disambut oleh teriakan para koki-koki yang sibuk dengan aktifitas masing-masing. Ia tidak pernah menyangka bahwa dapur seberisik ini. Ia sudah lama tidak menginjakkan kaki ke dapur. Terakhir kali ia ke sini adalah dua bulan yang lalu. Dan seingatnya mereka tidak seberisik ini.

         Rio mengambil celemek, sarung tangan, dan topi untuk tetap menjaga kesterilan ruangan. Tak lupa sebelumnya ia mencuci tangannya hingga dirasa cukup bersih.

         Rio berjalan mengelilingi ruangan yang cukup besar itu. Sampai matanya melihat seorang gadis sedang ulet mengaduk-aduk adonan seorang diri. Rio berhenti sejenak, mengingat nama gadis itu. Ah iya, Shilla. Rio melangkahkan kakinya menghampiri Shilla.

         "Selamat pagi, Shilla. Butuh bantuan?" Shilla tampak terkejut dengan kehadiran Rio. Hal itu dapat Rio lihat karena Shilla hampir saja menumpahkan adonan berwarna merah yang sedang ia tuangkan ke dalam loyang.

       "Selamat pagi kembali, Pak." Shilla menarik dan menghela napasnya beberapa kali mencoba menghilangkan rasa terkejut yang dibuat oleh Rio tadi. "Tidak usah repot-repot pak, saya bisa mengerjakannya." sambung Shilla menjawab pertanyaan dari bosnya itu dan memasukkan adonan berwarna hijau ke dalam loyang yang lain.

        "Tidak apa-apa, saya hanya ingin membuat kue pagi ini. Dan sepertinya saya akan membantu kamu untuk mengerjakan ini." Rio segera menarik adonan berwarna ungu yang berada di dalam mangkuk. Kemudian memindahkannya seperti yang dilakukan Shilla.

        "Apa kamu cuma buat kue ini, Shil?" Rio memecahkan keheningan di antara mereka berdua. Ia sudah berganti dengan adonan berwarna lainnya. Shilla yang sedang asyik menuang adonan menegakkan kepala. Ia bahkan lupa kalau bosnya sedang membantunya.

         "Cuma lagi ingin buat ini aja sih, Pak. Soalnya Gabriel bilang tadi kalau stok kue ini udah tinggal sedikit. Lauren yang biasa buat kue ini, hari ini tidak bisa datang." Rio ber-oh ria menerima jawaban dari Shilla.

        Masalah Lauren yang tidak datang hari ini dia sudah tahu sebelumnya. Namun masalah Gabriel yang ada di sini dia tak tahu sama sekali. Pemuda bernama Gabriel itu adalah teman karibnya semenjak beberapa tahun yang lalu. Pemuda itu sering membantu di toko untuk melayani pembeli. Tetapi beberapa bulan belakangan pemuda itu tak pernah menampakkan batang hidungnya di wilayah ini. Katanya ia tengah sibuk dengan sekolah bisnisnya.

Coffee, Cake, And CafeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang