Cuaca hari ini cerah sekali, bahkan cenderung panas. Aku berpamitan dengan orang tua ku dan berjalan menuju ke garasi. Hari ini adalah hari yang sangat kunantikan karena aku akan mengikuti shooting bersama idolaku. Harris J. Ya, pria kelahiran London, islam, hafal 10 juz Al-Qur'an, tinggi nan tampan dengan lesung pipi yang menghiasi setiap senyum indahnya.
"Berangkat sekarang, neng?" Pak Dedi, supirku bertanya.
"Iya pak." Aku menjawab sambil masuk ke dalam mobil yang terparkir rapih di garasi rumahku. Sambil mengucapkan salam, aku melambaikan tangan ke arah kedua orang tua ku yang sedang bersantai di teras rumah. Perjalanan menuju lokasi shooting kali ini tidaklah lama, hanya memakan waktu sekitar 20 menit. Selama diperjalanan, tidak henti-hentinya aku tersenyum sendiri mengingat senyuman manis dari dirinya.
Finally i can meet the real Harris J.
Setelah sampai di lokasi, aku pun turun dari mobil dan segera masuk ke dalam area sekolah. Ya, shooting kali ini bertempat di sebuah sekolah di kawasan Depok. Aku melangkahkan kaki ke arah pintu masuk sekolah. Dengan ragu aku pun masuk, dan disambut oleh senyuman ramah satpam sekolah tersebut.
"Masuk saja, dik." Ujarnya sambil tersenyum kepadaku.
"Terima kasih pak." Akupun berlalu dan menuju ke arah gerombolan remaja sebayaku yang mengenakan baju kemeja putih dan kerudung putih. Kami memang diinstruksikan untuk mengenakan baju yang sama.
"Hai.. JJs yaa?" Aku bertanya sambil tersenyum ragu.
"Hey, iyaa sini-sini gabung." Jawab salah satu anak yang duduknya paling dekat dengan posisiku. Akhirnya kami pun berkenalan satu sama lain. Setelah berganti pakaian, kami pun mengobrol sambil menunggu dipanggil untuk take."Tadi tuh Harris udah datang belum sih?" tanya Olivia, gadis berambut panjang yang pertama kali berkenalan denganku.
"Katanya sih sudah.. tapi belum kelihatan tuh daritadi." Timpal Rindra sambil membetulkan kerudungnya.
"Kalian bisa disini sampai jam berapa nih?" Tanya Erin.
"Sampai seselesainya." Jawabku.
"Wah? Bisa sampai jam 12 malam lhoo." Rindra kembali berucap.
"Hahaha, demi Harris apa sih yang engga?"
Kemudian perbincangan kami pun terputus karena salah satu crew sudah mengajak kami untuk pengambilan gambar. Aku pun beranjak dari tempat dudukku seraya membetulkan seragam yang merupakan properti dari project ini. Sambil melangkah perlahan, aku keluar dari ruangan dan tidak sengaja hampir bertabrakan dengan seorang yang kukira adalah crew.But its not the crew.
it is...
Harris?!
Omfg im freakin hyperventilating right now
"Um.. im.. im.. so sorry.. are you alright?" Aku menggaruk tengkukku yang tidak gatal karena grogi.
"Hahaha, It's okay. Chill." Jawabnya sambil tersenyum manis,omg
that smile
im dying right now
like really
right now
Belum sempat aku menjawabnya, salah satu crew nya menyuruh Harris agar masuk ke dalam ruangan dan segera bersiap-siap. Akupun hanya bisa tersenyum lemah. Kemudian kusadari ada yang berbeda dari penampilannya. Tangan, siku, lutut, dan pergelangan kakinya diperban.
what the hell is happenin with him?
Aku pun melihatnya dari jauh. Ia terlihat kesakitan saat memakai sepatu. Bahkan saat meringis kesakitan pun ia tetap terlihat tampan. Oh man.
"Dik, ayo sini, take dulu, Harrisnya lagi siap-siap, jangan dilihatin terus." Tiba-tiba seorang crew membuyarkan pandanganku.
"Eh.. iya om." Aku mengekor di belakangnya dan menuju ke jalanan yang masih berada di area sekolah.
"Nah, kamu disini ya, jangan blocking." Aku pun mengangguk dan melambai ke arah Olivia, Erin, dan Rindra yang posisinya agak jauh dari tempatku berada. Ternyata pengambilan gambar sedang dilakukan dengan artis lain, yaitu Shawn, Utha, dan Endy.
Aku hanya memperhatikan mereka dari jauh karena posisiku berada sangat dekat dengan pintu masuk, sedangkan mereka hampir di lapangan. Tak lama berselang, aku mendengar orang berbicara bahasa asing di belakangku.
oh man
there it is
Harris
again
how lucky i am
Setelah berbincang dengan crew, Harris pun mengambil posisi di dekatku. Merasa diperhatikan, ia pun menoleh dan menyunggingkan senyum manisnya kepadaku.
"Hi Harris."
"Hi, JJ right? What's your name?"well ya im dying rn
"You can call me Thally." Aku pun tersenyum dan dia sedikit tertawa.
"Your name is funny. How to spell it?" Tanyanya masih sambil tertawa.
"Lol, it just T-H-A-L-L-Y. Okay?" Akupun ikut tersenyum melihatnya tertawa.
"I'll remember your name till the end of my life." Ujarnya sambil masih tertawa kecil. Akupun ikut tertawa dan menyadari bahwa tangannya masih diperban."Why do you look at me like that?"
"Those bandage.. its not a property isn't it?" Harris pun tersenyum kembali. Sambil memandangi perban yang menutupi hampir seluruh permukaan punggung tangannya.
"How could you know that?" Tanyanya masih dengan senyum menghiasi wajahnya.harris please
can you not
dont u realized that ur smile really makes me wanna die?!
ugh
Sambil bersusah payah untuk mengabaikan senyuman yang indah itu, aku kemudian mengalihkan pandangan darinya.
"I just... know." And then i stared at him again. He still looks same with those dimples decorated his cheeks.
" Ahahaha, just know?"Sebelum aku sempat membuka mulut untuk menjawabnya, tiba-tiba ada sebuah suara yang membuatku dan "Harris, Harris, come here, we'll start your first scene today."