Chapter 7: Midnight Memories (Annabelle)

1K 80 6
                                    

P.S.: Pas mau baca part ini, sebaiknya siapin lagu mellow ya ((((:

Enjoy! xx

 “Happy birthday!” Anna sedikit terkesiap ketika ia menaruh telponnya tepat di telinganya. Ia mengerjapkan matanya untuk menormalkan pandangannya dan pada detik kemudian ia sudah terduduk dengan lampu tidur yang menyala. Ia melihat dengan jelas nama Zayn tertera di layar ponselnya.

“Zayn?”

“Happy birthday, sassy girl.” Ujar Zayn lagi.

“Ugh, ya—thank you.” Balas Anna malas-malasan.

“Aku pasti mengganggumu tidur ya?” Tanya Zayn. Iya, aku terganggu. Terutama dengan caramu memanggilku seperti itu. Batin Anna menjawab. “Keluarlah. Temui aku diluar.” Ujarnya lagi. APA??

Tanpa menunggu aba-aba Anna segera memutuskan sambungan telponnya dan melesat menuju jendela kamarnya yang tertutup oleh tirai besar berwarna coklat muda. Ia melihat Zayn yang melambaikan tangan kanannya kearah Anna disaat ia melihat gadis yang dirindukannya sedikit membuka tirainya.

Pada detik selanjutnya Anna memakai jaket kulitnya yang berwarna hitam dan mengendap-endap untuk keluar rumah. Ia sudah melihat Zayn yang sudah berdiri manis di depan pintu rumahnya. Tanpa permisi Zayn segera memeluk Anna. Erat—dan nyaman.

“I still love you, anyway.” Ujar Zayn yang terdengar lebih seperti berbisik. Itu kata-kata yang tidak kuharapkan, Zayn. Jangan buat aku menyerah terhadap Harry. “But Harry loves you too. He treats you right—more than I did.” Lanjut Zayn. Detik itu juga air mata Anna menetes, tangisannya memecah di pundak Zayn. Ini malam pertamaku menangis lagi sejak 5 tahun lalu kau membuatku menangis, Zayn. Batin Anna menahan sebisa mungkin agar tidak berteriak.

“Anna yang kukenal dulu sangat tidak peduli dengan sekitarnya—apatis. Kau hanya ingin berteman dan bermain bersama Chloe tanpa memedulikanku. Lalu aku dan kau pada akhirnya berkenalan ketika Chloe sedang sakit demam. Kita mulai melakukan semua hal bertiga saat itu.” Zayn menghentikan kalimatnya sejenak. Ia terlihat sedikit mengingat-ingat masa lalunya 7 tahun lalu.

“Kau ingat disaat hujan, kau tetap ingin bermain tetapi Chloe tidak mau bermain saat hujan? Lalu akhirnya kau memaksaku, sampai akhirnya kau demam dan flu setelah bermain-main denganku dibawah air hujan. Kau ingat itu semua? Itu pertama kalinya aku memarahi diriku sendiri karena tidak bisa menjagamu dengan baik sampai-sampai kau demam dan flu.” Lanjutnya sambil tersenyum dibalik pundak Anna saat mengingat-ingatnya.

“Sejak itu aku selalu bersikap overprotective kepadamu. Aku tidak membiarkanmu keluar sendirian disaat hujan, maka dari itu aku selalu menemanimu bermain piano di dalam rumahmu yang lama. Aku menemanimu melihat hujan di taman belakang; kau dengan jaket rajutan buatan ibuku yang merupakan kado ulang tahunmu saat kau berumur 11 tahun, berwarna putih seperti kesukaanmu. Aku tidak akan membiarkanmu terpeleset ketika musim dingin tiba karena kau terlalu bahagia jika musim dingin datang—“ Zayn menarik nafasnya sebelum melanjutkan.

“—entah apa alasanmu menyukai musim dingin. Aku juga selalu menyukainya. Aku sadar kau menyukai beberapa hal yang—kadang tak masuk akal bagiku. Tapi aku tetap menyukainya karena ada tawamu di dalamnya.” Zayn terus membuat tangisan Anna pecah di pelukannya. Anna sudah tidak peduli lagi Zayn mendengarnya sesenggukan atau tidak.

“Dari situ aku mulai menyadari bahwa aku menyayangimu. Entah kenapa. Karena aku tahu mencintai atau menyayangi seseorang itu tidak memerlukan alasan apapun.” Kini tangannya tergerak untuk mengelus rambut Anna. “Kau ingat dansa pertama kita?” Zayn bergerak sedikit, menirukan gerakan tanpa aturannya. “Gerakan tanpa aturan dan musik yang hanya terdengar oleh batin kita.” Zayn mengulum senyum mengingatnya.

“Aku masih ingat instrument dari The Way You Look Tonight-nya Tonny Bennett yang sering kita mainkan di piano saat hujan turun. Dan ketika kau bosan menunggu hujan terang, aku memaksakan diriku sendiri untuk mengajakmu ke taman belakang; bermain-main dengan air hujan. Tapi yang ada kita malah berdansa. Dan aku ingat kau menginjak kakiku karena gerakan tanpa aturan itu.”

Tanpa sadar kini kedua kaki Anna mengikuti arah langkah kaki Zayn. Masih tetap tanpa aturan.

“Kau ingat ciuman pertama kita?” Tanya Zayn setelah menghentikan gerakan tanpa aturannya. “Waktu itu kau bercerita kepadaku bahwa ada seorang laki-laki yang mengejar wanita-nya ditengah-tengah hujan saat hubungan mereka dihadapkan dengan sebuah masalah. Kemudian ia mencium wanita-nya ditengah-tengah guyuran hujan. Dan kau anggap hal itu sebagai hal yang romantis. Aku sedikit tertawa saat itu melihat ekspresimu saat mengatakan hal itu.” Zayn kembali mengulum senyum mengingat Anna yang sarkastik dapat membahas hal cheesy seperti itu.

Aku selalu ingin jadi yang pertama bagimu. Maka dari itu saat hujan turun dan kau bosan, aku mengajakmu keluar dan berdansa untuk yang kesekian kalinya. Lalu aku menciummu ditengah guyuran hujan. Aku selalu ingin menjadi seseorang yang dapat mewujudkan impianmu.” Ujar Zayn yang kembali mengelus rambut Anna dengan lembut.

”Tapi aku malah membuatmu kecewa. Dan sejak itu kau pindah ke London. Aku tidak pernah mengetahui kabarmu, atau surat, atau apapun mengenai dirimu. Chloe tidak pernah berbicara apapun sejak kau menjauhiku. Ia juga ikut pindah denganmu beberapa bulan setelah kau pindah.”  Ia menghela nafas berat. “Itu adalah saat dimana aku menyesali semuanya dan ingin memutarnya kembali, namun aku tidak bisa.” Zayn menghentikan kalimatnya, ia meraih wajah Anna yang sudah lusuh karena air matanya. Namun hal itu tidak menghalangi niat Zayn untuk mengelus pipi Anna. ”I can’t deny that I still love you, Anna.” Zayn mencegah air mata yang hendak jatuh lagi ke pipi Anna.

“Zayn..” Anna menatapnya dengan tatapan kacau dan suara yang parau. Detik itu juga Anna sudah menemukan bibir Zayn menyentuh bibirnya. Zayn menciumnya. Seluruh tubuhnya bergetar hebat saat Zayn melumat lembut bibirnya. Perasaannya sedang berkabut gelap saat ini, ia tidak dapat melakukan apapun selain terpaku.

Zayn menghentikan aktivitasnya dan kemudian menatap Anna dengan tatapan yang sulit dilukiskan.  “Please don’t make me fall for you again. I already have him, Zayn. He loves me.” Bisik Anna. Zayn tidak merespon apapun selain tatapan kosongnya.

“Have a good night, Zayn.” Anna melepaskan diri dari pelukan Zayn dan melangkah—atau lebih tepatnya berlari menuju kamarnya dan membanting pintunya keras-keras. Ia tidak peduli akan seisi rumah ini sudah tidur atau masih terjaga, ia hanya ingin membuncahkan segala emosi dan memecahkan tangisannya di kamarnya—sendirian.

•••

So, how's that Zanna moment? 

Author sedikit sesenggukan pas nulisnya, semoga kalian juga berhasil ikut sesenggukan (paling engga. Kalo bisa nangis juga bagus._.)

Aku kasih bocoran lagi kalo next chap isinya full of Hanna moment ((((: Yang ngaku #TeamHanna di previous part hayooooo VOMMENTS nya ditunggu ((((: And eventho it's not a long chap, I still need ur VOTES and COMMENTS. Please don't be a SILENT READERS, sweetum .xx

Behind the EyesWhere stories live. Discover now