Chapter 13: It's Not About the Movie(s) (Zayn)

880 82 6
                                    

“Kau ini kenapa sih, Zayn? Melamun terus belakangan ini. Ceritaku semuanya membosankan, ya?” Tanya Perrie kepada pria dihadapannya itu. “Atau kau sakit? Kau terlihat lebih kurus dari pertemuan kita sebelumnya.” Katanya lagi. Ia menempatkan punggung tangannya pada dahi pria blasteran Inggris-Pakistan itu. “Aku tidak sakit, Perrie.” Katanya sembari menepis tangan Perrie dari dahinya.

“Lalu kenapa kau melamun terus?” Tanya Perrie. “Baiklah, sekarang giliranmu bercerita. Aku akan mendengarkanmu.” Kata Perrie antusias sembari tersenyum memperlihatkan barisan giginya yang rapih dan senyumannya yang menawan.

“Aku… Tidak tahu apa yang harus kulakukan. I had nothing to do.” Kata Zayn setelah beberapa menit mereka terdia. “Aku sangat mencintaimu, namun entah mengapa bayangan bersamanya rasanya sulit untuk dilepaskan…” Perrie tercengang mendengar perkataan Zayn. Tentu ia tahu jelas siapa yang Zayn maksud. Ia adalah… Annabelle. Ia tahu tentang hal itu.

“Maafkan aku, Perrie. Aku tidak bermaksud untuk—“ Ucapan Zayn terpotong karena Perrie yang segera melanjutkannya dengan kalimatnya. “Kita sudah pernah membahas hal ini, Zayn. Aku sudah pernah memberimu pilihan. Kau berusaha kembali bersamanya, atau bersamaku. Tetapi kau menolak untuk memilih.” Sela Perrie. “Aku memang cemburu, Zayn. Tetapi aku bisa apa? Ini hidupmu, Zayn. Kau yang menjalaninya.” Lanjut perempuan berambut pirang itu sembari mengelus-elus pipi Zayn. Merasakan tekstur kasar akibat rambut yang ada di dagunya sudah mulai panjang dan perlu dipangkas.

“Ibaratkan dengan film, kau penulisnya. Kau yang menciptakan ceritanya. Dan kau yang menikmatinya. Aku hanya seorang pemain yang tidak bisa meminta nasib kepada sang penulis karena aku menyukai alur cerita yang kumainkan saat itu.” Ujar Perrie lagi. “Maafkan aku, Perrie.” Zayn segera menarik kekasihnya itu kedalam pelukannya yang hangat. Mengelus-elus rambut blonde milik gadisnya dan mencium puncak kepalanya.

“Lebih baik kita… Putus, Zayn. Untuk sementara waktu ini. Carilah alur ceritamu. Kalau kau sudah menemukannya… Temui aku, katakan padaku di bagian mana dari hidupmu aku harus bermain? Menjadi siapa aku disana?”

“Pezz, tapi—“ Ucapan Zayn segera dibungkam oleh bibir Perrie yang melumat miliknya dengan lembut. “I love you, Zayn…”

What should I do?

•••

Bagaikan mayat hidup, Zayn tidak mengerti ia harus berbuat apa lagi. Dan entah ini hal yang menggelikan atau menggilakan bagimu, tetapi percaya atau tidak, saat ini Zayn sudah berada di rumah Anna, berhadapan dengan sosok gadis yang sebenarnya menjadi penyebab kenapa Perrie meminta Zayn untuk mencari alur ceritanya.

“Why the hell are you do that, Zayn? Kita sudah membicarakan hal ini beberapa hari yang lalu! You said you’re leaving, you’re leaving for me. But now?” Anna masih tidak habis pikir dengan apa yang Zayn ceritakan kepadanya. Terlebih saat Anna tahu maksud tersirat dari apa yang Zayn ceritakan. “I—I really don’t know what I’m supposed to do, Anna. You keeps popped everywhere!” Zayn membalasnya tanpa menatap Anna sedikitpun. Ia takut kalau saja ia menatap wajah Anna dalam-dalam, ia akan kembali gusar tentang alur ceritanya.

“And I can’t handle the fact that  I still love you for any reasons that I can take. From A till Z. Don’t you get that?” Tanya Zayn dengan nada yang semakin pelan, dan… Pada akhirnya, Zayn tidak bisa menolak untuk tidak menatap wajah Anna dan mengusap pipinya dengan lembut. Like he used to. Batin Anna.

Pergilah, Zayn. Surely I’ve told you why.” Ujar Anna ketika Ia menyadari jarak mereka yang semakin dekat. “Ann…” Anna menggeleng dan segera meninggalkannya sendirian di taman belakang. “Anna!” Suara Zayn menggema di seluruh ruangan.

“Okay, kalau kau butuh pendapatku, aku anggap ini tidak lebih dari saran seorang teman.” Ujarnya tanpa menolehkan wajahnya kearah Zayn. ”Pergilah. Temui Perrie, dan minta maaf padanya atas apa yang sudah kau ucapkan. Buang jauh-jauh perasaanmu terhadapku, dan mulailah alur ceritamu bersamanya.” Kata Anna.

“Kau tahu film dokumenter tentang kita sudah selesai, Zayn. Kau sendiri yang menyudahinya. Dan… Ini saatnya kau memulai naskah baru bersamanya.” Anna tidak keberatan untuk mendekat dan mengelus pipi Zayn, menatap wajahnya dalam-dalam. Karena Anna tahu yang Ia inginkan hanya Harry.

“Kenapa kau dan Perrie harus tercipta sama baiknya sedangkan aku tidak cukup baik untuk kalian berdua?” Zayn bertanya sebuah pertanyaan yang tak dapat Anna jawab. “Kenapa yang menyesatkanku justru perasaanku sendiri?” Tanyanya lagi. “Kenapa, Anna?”

Anna tersenyum dan lagi-lagi mengelus pipi Zayn dengan lembut. Tangan kokoh Zayn menahan dan menggenggam tangan Anna agar tetap pada tempatnya. Setidaknya untuk saat ini saja, Anna. Batin Zayn.

“Apa yang hatimu pikirkan tidak akan pernah sejalan dengan apa yang otakmu pikirkan, Zayn. Mereka akan selalu bertolak belakang sampai kapanpun. Apa yang hatimu pikirkan itu murni berdasarkan apa yang kamu rasakan, dan apa yang otakmu pikirkan adalah sebuah cernaan dari apa yang kamu lihat.” Ujar Anna masih dengan senyumannya.

“Apa yang kau ucapkan kepada Perrie, itu berdasarkan apa yang dipikirkan oleh otakmu. Kau hanya perlu menerima apa yang telah terjadi diantara kita dulu. Selanjutnya kau dapat menemukan alur ceritamu bersamanya.” Sambung Anna yang masih terpaku beberapa inchi di depan Zayn. “Jangan pernah sia-siakan orang yang mencintaimu, Zayn.” Tambahnya.

“May I, Anna?” Zayn menatapnya dengan tatapan nanar yang—sebenarnya—sulit untuk dijelaskan. Anna menggeleng tanpa melenyapkan senyumannya sedikitpun. “Simpan itu untuk Perrie. Sampaikan salamku padanya, katakan aku ingin bertemu dengannya suatu hari nanti.” Kata Anna yang berusaha melepaskan genggaman Zayn yang mulai melonggar. Ia pergi meninggalkan Zayn dan menaiki tangga menuju kamarnya.

“Always make me mezmerised with your words. Belajar darimana?” Harry menyambutnya dengan senyuman manis yang sudah mengembang daritadi. “Hobi membacaku yang membuatku seperti itu.” Jawab Anna sembari tertawa kecil menatap Harry.

I love you…” Bisikan Harry membuat Anna tersenyum dan membalasnya, “I love you too…”. Dan dalam detik kemudian Harry sudah melumat lembut bibir Anna. Gadis itu tersenyum diantara ciuman mereka, membuat Harry tertawa kecil setelah mereka berdua kembali tersadar ke dunia nyata dan mengesampingkan dunia mereka.

Mungkin benar kata Perrie… Hidup dapat di ibaratkan sebagai sebuah film. Masing-masing orang adalah penulis naskah film mereka atas kehendak Yang Maha Kuasa. Dan mereka sendiri yang menikmatinya cerita yang mereka buat. Dan masing-masing individu tidak dapat memaksakan kehendakNya atas naskah hidup mereka.

Kali ini, Zayn mengerti. Kenapa Anna mati-matian membangun sebuah ‘pertahanan’ untuk hatinya sendiri yang akhirnya Ia runtuhkan untuk Harry. Kenapa Anna mati-matian memintanya untuk pergi menjauh. Karena Anna mengerti, sudah kehendakNya untuk film dokumenter mereka berakhir, dan saatnya Anna untuk membuat sebuah naskah baru bersama orang lain.

Entah ia bisa melakukannya atau tidak, namun Zayn sedang berusaha. Berusaha membuat filmnya bersama Perrie dan meninggalkan filmnya bersama Anna.

But still, it’s not about the movies.

This is about their lifes.

•••

Hiii! Maaf kalo dari part ke part malah makin gaje, authornya juga lagi sibuk soalnya, jadi pikirannya kemana-mana(?)

OH YA! Sedikit bocoran karena semua tentang kehidupan Anna dan vampire-vampire lainnya akan semakin memanas di part-part selanjutnya! :))

VOTES AND COMMENTS ARE NEEDED IF U WANT ME TO POST THE NEXT CHAP! :)

Behind the EyesWhere stories live. Discover now