Rumit.
Mei Ling baru saja melihat salah satu benang merah paling rumit hanya karena ada satu benang merah yang melilit di antara sepasang benang merah.
***
Mei Ling baru saja singgah ke Starbucks untuk membeli sebuah Chocolate Frappe, sebelum ke rumah sakit menggantikan kakaknya menjaga Popo, ketika bertemu kakak kelasnya yang sama sekali tidak menyadari kehadirannya.
Kak Gemma terlihat melamun menatap rinai hujan yang menari-nari di jendela ketika Kak Purnama datang menghampirinya. "Gems."
"Pur." Gemma berusaha tersenyum. Mei Ling meringis di dalam hati karena harus menyaksikan drama yang sebentar lagi terjadi di hadapannya. "Gue bakal kuliah di London."
"London? Seriously Gems?" Purnama terdengar tidak percaya. Ia bahkan belum sempat duduk ketika Gemma mengatakan keinginannya. "Lo ke London karena gue sama Ana pacaran?"
"Totally. Dan nggak.. Gue nggak ke London karena gue mantanan sama lo atau karena lo sekarang pacaran sama Ana. Dunia ini nggak berputar di sekitar lo doang, Pur." Gemma mengangguk lalu tersenyum sedih. Mei Ling melihat benang merah milik Gemma yang tadinya melilit bersama benang merah Purnama perlahan-lahan terurai. Cahayanya memudar hingga menyisakan cahaya temaram, Mei Ling menunduk memperhatikan benang merah Gemma dengan prihatin. "Gue duluan yah." Gemma mengambil segelas kopi grande Starbucks yang berada di hadapannya lalu berjalan pergi.
"Gems!" Purnama mengikuti Gemma keluar dari Starbucks. Mei Ling menarik nafas panjang mengikuti keduanya yang kini berbicara di luar. Mei Ling baru saja hendak mengalihkan pandangannya ketika sesosok laki-laki masuk, sebuah cengiran lebar menghiasi bibirnya.
"Ju!" Sekumpulan orang-orang yang sedang berbincang di sofa memanggil laki-laki itu.
"Bro!" Laki-laki itu menyapa mereka satu per satu lalu mengambil segelas kopi yang berada di hadapannya, menyesapnya tanpa peduli kopi itu milik siapa. Ia lalu mendesis kesal ketika panas kopi itu membakar lidahnya.
"Makanya jangan ambil kopi gue, Ju. Karma kan lo." Salah satu teman laki-laki itu memukul punggungnya yang dibalas dengan tatapan sengit nan kesal.
"Kampret lo." Mei Ling tidak tau apa yang membuatnya begitu penasaran dengan laki-laki itu, namun setelah melihat benang merah laki-laki itu, ia bisa mengerti.
***
Mei Ling menenteng kantung kertas Starbucks yang berisi chocolate frappe kesukaannya juga Caramel Macchiato kesukaan cici nya. Langkahnya tiba-tiba terhenti ketika mendengar sebuah puisi dari kamar sebelah rawat inap Popo. Itu suara Nadhira.
"Pulang..." Suara Nadhira mengawali puisi itu. Mei Ling merasa bersalah karena mencuri dengar pembicaraan keduanya, namun rasa penasarannya mengalahkan segalanya. Mei Ling berdiri di depan pintu rawat inap Biru, kakak kelas Nadhira dan mendengarkan puisi yang Nadhira sampaikan ke Biru.
Mei Ling mengintip dari balik jendela kecil yang berada di pintu dan melihat Nadhira yang duduk di sebelah Biru sementara Biru mendengarkan Nadhira dengan seksama. Matanya terpejam namun Mei Ling bisa merasakan rasa sakit yang menjalari keduanya tanpa perlu melihat mata Biru atau mata Nadhira. Ekspresi Biru dan getaran suara Nadhira sudah cukup untuk menggambarkan kondisi keduanya. Sama seperti Nadhira dan Dimas, benang merah keduanya juga saling melilit. Kali ini Mei Ling tidak bisa memastikan benang merah Nadhira terhubung dengan siapa karena benang merah ketiganya saling melilit dan terjalin dengan kuat.
Ah, ini bahkan lebih rumit dari apa yang pernah Mei Ling lihat. Beruntung sekali Nadhira karena bisa dekat dua cowok yang sama-sama peduli kepadanya. Mei Ling segera berbalik dan berjalan cepat menuju kamar rawat inap Popo.
![](https://img.wattpad.com/cover/66545465-288-k539542.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Benang Merah | ✓
Short StoryBenang merah. Benang penanda sang jodoh. Tidak ada yang bisa melihat benang merah yang melilit di jari kelingking tangan kiri selain Mei Ling. Mei memiliki kekuatan supernatural luar biasa yang diturunkan dari nenek buyutnya, satu-satunya orang yang...