BAB 2

18 1 0
                                    

Audrey berjalan di koridor sekolahnya yang sudah sangat ramai pagi ini. Dia memutuskan untuk sekolah hari ini karena kondisi dirinya yang sudah baik. Lebih tepatnya kondisi fisiknya. Matanya tidak lagi bengkak seperti 2 hari yang lalu. Fisiknya benar-benar sudah baik-baik saja. Tapi jangan tanyakan suasana hatinya, dia benar-benar kacau.

Audrey menghempaskan pantatnya di kursi kebesarannya di kelas. Di sebelahnya sudah ada Gaby yang duduk manis sambil melihat Audrey dengan tatapan yang tidak bisa di mengerti. Sepertinya sesi introgasi akan di mulai.

Gaby melihat Audrey lekat-lekat lalu dengan sengaja menyentuh lengan kiri gadis di depannya itu.

"Aw!" Audrey meringis sambil memegang lengan kirinya.

"Ck! Udah gue kira," kata Gaby sinis. "Lo main tennis sampe cidera? Ck!" desis Gaby. Salah satu kebiasaan Audrey adalah bermain tennis sampai cidera jika dia sedang sedih atau kesal.

"Gue nggak sadar tau! Lagian udah biasa," gumam Audrey pelan. Lengan kirinya kembali sakit karena Gaby menyentuhnya tadi. "Oh iya! Lo nggak boleh introgasi gue sekarang karena gue bakalan cerita sendiri nanti" katanya yang sukses membuat Gaby manyun.

Audrey hanya terkekeh melihat ekspresi gaby lalu memfokuskan diri karena bel tanda pelajaran pertama akan dimulai sudah berbunyi.

~~~~~~~~~~

Bel istirahat sudah berbunyi sejak beberapa menit yang lalu, tetapi Pak Rahmat seolah-olah tuli dan tetap melanjutkan pelajarannya yang belum selesai. Seisi kelas sudah memberi tatapan kesal kepada guru Biologi tersebut, tapi sang empunya tetap cuek dan melanjutkan materi yang sedang ia jelaskan.

"Pak! Bel istirahat udah bunyi!" protes Reza, ketua kelas XI MIPA 1, sambil mangangkat tangannya.

Pak Rahmat melihat jam tangannya lalu dengan pasrah dia menyelesaikan pelajaran lalu melangkah keluar kelas. Sontak saja seisi kelas langsung heboh dan berbondong-bondong menuju kantin untuk mengisi perut masing-masing.

"Drey, kita kudu pergi cepet-cepet dari sini!" kata Gaby heboh sambil menarik-narik tangan Audrey yang sedang sibuk dengan buku-bukunya.

"Lah? Emang kenapa?" Tanya Audrey bingung. "Istirahat kita kan 45 menit gab, santai aja kali!" katanya lagi sambil melepaskan tangan Gaby yang menarik-nariknya.

"Nanti mereka kesini tau! Cepetan kita pergi!" seru Gaby setengah berteriak. Audrey mengerutkan keningnya, siapa 'mereka' yang dimaksud Gaby?

"Itu loh anak-anak jurnalistik, emang lo mau di tanya-tanya kek maling abis ketangkep?"teriak Gaby lagi.

"Hah?!!" teriak Audrey dengan lantang membuat teman-teman kelasnya menoleh. "Kok bisa sih mereka tau?" serunya panik lalu cepat-cepat berdiri seperti cacing kepanasan.

Gaby menarik tangan Audrey, menuntunnya keluar dari kelas menuju tempat yang aman. Gaby membawa Audrey ke ruang musik. Ruangan Favorit Gaby. Dan tentu saja, aman.

Tim jurnalistik sekolah mereka memang terkenal super update segala hal yang terjadi di sekolah mereka. Dan mereka bakal melakukan segala cara untuk mendapat informasi. Salah satunya mengejar-ngejar subjek utama berita mereka. Apalagi Audrey dan Vino merupakan salah satu couple goals di sekolah mereka.

"bunda bawain apa Gab hari ini?" tanya Audrey tertarik dengan bekal yang selalu di bawa Gaby.

Gaby memutar bola matanya malas sambil membuka tas kecil yang berisi bekal untuk mereka berdua. Ibu Gaby--- mereka memanggilnya bunda--- selalu membawakan mereka bekal. Sebenarnya Gaby yang meminta karena dia tidak begitu suka makanan kantin, kurang higienis menurutnya. Dan bunda dengan senang hati selalu membuatkan 2 bekal setiap harinya. Untuk Audrey satunya, begitu kata bunda setiap Gaby bertanya kenapa bekalnya ada dua.

Audrey dan Gaby sudah berteman sejak mereka masih berbentuk janin. Atau mungkin sebelum mereka dibuat. Karena ibu Gaby dan ibu Audrey berteman sejak kuliah. Jadi tidak heran mereka benar-benar seperti saudara. Bunda Gaby juga menganggap Audrey seperti anaknya sendiri. Begitupun sebaliknya.

"bunda bawain sambel ayam sama sop, katanya khusus buat Audrey yang lagi galau."

Audrey mengangkat alisnya, tanda ia sedang berpikir. "Lo cerita sama bunda?" Gaby hanya memberinya cengiran khasnya. Audrey mendengus frustasi.

"HAHAHA yaudah kali santai aja. Tuh makan cepetan!" perintahnya sambil cekikikan. Audrey memutar bola matanya malas lalu mengambik kotak bekal miliknya dan mulai makan. Masa bodo dengan mulut ember Gaby.

~~~

Mereka telah selesai makan dan waktu istirahat masih ada sekitar 20 menit. Audrey menghela nafasnya membuat Gaby menoleh dengan alis terangkat. "Gue nggak tau keputusan yang gue ambil bener atau nggak," katanya tiba-tiba. Gaby langsung membenarkan posisi duduknya, ia tahu kalau Audrey akan memulai ceritanya.

"tapi yang gue tau, ini sesuatu yang paling tepat, untuk sekarang. Gue tau orang-orang, termasuk lo, pasti bingung banget," Sambungnya lalu menghela napas sekali lagi. Gaby masih setia menyimak cerita Audrey.

"tapi untuk pertanyaan 'kenapa gue lakuin ini?' I don't know, terlalu rumit, terlalu banyak pertimbangan. Lo tau kan yang selama ini gue rasain? Mungkin ini hasilnya karena terlalu banyak mendem sesuatu." Ucapnya dengan mata menerawang. Mata penuh kesedihan. Mata yang menyiratkan dia terluka.

Audrey menoleh kearah Gaby lalu tersenyum. Gaby balas tersenyum. "sekarang, tugas lo bikin gue lupa kalo gue pernah sakit, oke?"

Gaby terkekeh, dia tau sahabatnya itu masih penuh luka tapi tetap tersenyum. Audrey si positif benar-benar cocok untuknya. Gaby mengangguk lalu berkata, "Alright, Princess!" Katanya sambil mengangkat tangannya seperti orang yang sedang hormat saat upacara.

Audrey tertawa melihat Gaby yang tampak konyol, lalu berjalan menuju piano yang tersedia di ruang musik. Dia menekan tuts piano tersebut asal sebelum akhirnya duduk di depan piano tersebut. Audrey diam sebentar, lalu memainkan jarinya diatas tuts piano.

River Flows In you

Lagu itu mengalun sempurna memenuhi ruang musik. Gaby tersenyum, sudah sejak lama Audrey tidak bermain piano. Bagi Audrey, dia dan musik bukanlah hal yang selaras. Bagi Audrey, dia hanya sekedar bisa bermain piano. Padahal permainannya masuk katagori bagus jika dia mau belajar lebih dalam lagi. Tapi dia tidak mau.

Tiba-tiba pintu ruang musik terbuka, memperlihatkan Mars dengan wajah tampannya yang selalu menawan. Mars melangkah masuk, dahinya terangkat melihat Gaby yang mengisyaratkannya untuk diam, dengan telunjuk di bibirnya sambil menujuk kearah Audrey yang sedang bermain piano di sisi kiri ruangan.

Mars menoleh kearah yang tunjuk Gaby, lalu melihat seorang gadis yang sedang bermain piano. Mars sedikit terkejut, dia mengenali punggung gadis itu, Audrey, semua orang di sekolah ini mengenalnya tidak terkecuali. Tapi yang membuat Mars terkejut adalah seorang Audrey bermain piano, Mars benar-benar tidak tahu soal itu.

Audrey mengakhiri permainannya dengan sangat baik, lalu segera berbalik. "Gimana? Rasanya tadi ada beberapa tuts yang salah deh," katanya sambil menggaruk kepalanya yang sama sekali tak gatal.

"bagus kok, iya kan Mars?"

Audrey baru menyadari kalau ada orang lain selain Gaby di ruangan ini. Pandangan mata mereka bertemu, Audrey mengerutkan dahi. Audrey merasa pernah melihat cowok itu, tapi dia lupa.

"Drey, ini Mars, dan Mars, ini Audrey." Seru Gaby mengenalkan mereka berdua.

"Gue tahu," kata Mars sambil mengangguk. "kita udah ketemu dan jalan bareng malah," sambungnya membuat mata Gaby membesar, begitu juga dengan Audrey.

Diam beberapa detik sebelum akhirnya Audrey berteriak, "HUAHHHH!!!"

"Gue ingat! Lo kakaknya si ganteng plus lucu maksimal kan?" tanya Audrey sambil menunjuk langsung ke wajah Mars. Mars menatapnya datar lalu menurunkan telunjuk Audrey.

Lucu.

24 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang