2

248 23 6
                                    

"Heyyy! Tunggu!"

"Ayo kejar kalo bisa wlee . Cmon Tori. Yehaaa!!"

Tori. Kuda yang ditunggangi Ricis berpacu dengan cepat. Ia mengendalikan Tori dengan penuh semangat. Hari ini adalah hari dimana Harris harus membayar taruhan karena ia kalah dalam kompetisi adu makan terbanyak. Bayarannya adalah, Harris harus bisa mengejar Ricis dengan Tori sedangkan Harris hanya berlari dengan kaki panjangnya itu.

"Tungguuuu cis!... waaaa."

Bughh

Pranggh

Srettt

Ricis memberhentikan kudanya dengan menarik reins atau  martingal (alat pengendali kuda). Ia turun dari Tori dan berlari menuju Harris yang sedang berbaring telungkup diatas jerami. Harris dengan pakaian coolnya kini tlah berubah menjadi pakaian yang penuh dengan kotoran dan jerami. Ricis menghampiri Harris dan membalikkan tubuhnya. Seketika, lesung pipi Ricis mulai membulat. Ia tersenyum kecil melihat Harris yang begitu...

"Kau acak acakan sekali." Ucap Ricis sambil tersenyum senyum kecil.

"Aduh, musibah apa ini." Harris bangkit dari posisi berbaringnya. Ia memegang pinggangnya dengan tangan kanannya.

"Kalau ingin tertawa ya tertawa saja. Gak usah ditahan tahan seperti itu."

"Bolehkah?" Tanya Ricis dengan mata yang berbinar binar. Harris hanya mengangguk dan memutar bola matanya.

"HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA." Ricis tertawa kencang dan memegang perutnya. Sesekali ia menghapus air matanya. Yup! air mata kebahagiaan.

"Dan um, bau apa ini. Uwee menjijikan sekali." Harris mengendus endus kekanan dan kekiri. Ia mendekatkan hidungnya ke badan Ricis.

"Hey! Menjauhlah dariku." Ricis kabur dan berlari menuju Tori. Ia segera menunggang kudanya dan berlalu.

Kini Harris dengan punggung yang sakit dan pakaian yang penuh dengan jerami masih tetap mengendus endus bau yang tak kunjung hilang. Tak sengaja, ia melihat kebawah. Banyak lalat yang menari ria diatas kotoran hijau tua itu.

"Jangan bilang kalau?" Harris menyentuh pipinya. Ia melihat sesuatu berwarna hijau tua sama seperti yang ia lihat dibawah. Ia mencium kotoran dijarinya itu.

"RICISSS!!!!"

"MAAF  AKU TIDAK MENDENGARNYA..." Teriak Ricis dari jarak 3 m darinya.

—00—

jakarta, 3 Juni 2016.

"Ya seperti itu.

Dan ya bagus sekali.

Pose cantik.

Wah hebat.

Ya sekali lagi..."

Ryan, fotografer nomor satu di Jakarta dengan lensa kameranya memotrer model pendatang tercantik. Ia membidik dengan penuh perasaan bak ialah sang tentara dan Leyla Tanlar a.k.a model itu adalah sasaran bidikannya.

Pose demi pose Ley peragakan dengan baik dan maksimal. Dengan dress merah selutut, ia bergerak bebas dan lincah dengan style terbaik. Tubuh yang ramping seksi dengan rambut ikal yang diikat dan make up seadanya mengundang banyak kaum adam yang ingin memiliki.

"Oke, selesai. Kau bisa beristirahat terlebih dahulu." Ucap Ryan.

"Kau pasti haus?."

"Jangan tanyakan itu. Kau pun sudah tahu." Ucap Ley pada Bee, managernya.

Ley mengambil botol minum dan meneguknya sampai habis. Setelah itu, ia kembalikan kembali botol minum itu dan berlalu mengambil tas GuCCi lalu menjingjing keluar diikuti managernya. Dijalan keluar studio, ia merogoh tasnya dan mengambil kunci mobil lamborghini merahnya. Ia memencet bel dan membuka pintu mobil dan memasuki mobil diikuti Bee.

"Kenapa kau masuk hm?" Tanya Ley tiba tiba saat Bee baru saja duduk dikursi penumpang.

"Mengikutimu. Kita masih ada pemotreran hari ini. Kali ini kau harus menjadi model sebuah sepatu bermerk apa ya aku lupa. Yang jelas kita akan dibayar mahal." Jelas Bee.

"Sudah ceramahnya? Aku tidak mau." Ucap Ley sarkas.

"Ta-tapi Ley, kau kan tahu kalau kita menolaknya kita ak-"

"Kita yang akan membayar mereka 2x lipat dari bayaran mereka kepada kita. Dan mereka tidak akan mau mengcalling kita lagi untuk menjadi modelnya. Apa itu yang ingin kau sampaikan hm?" Potong Ley.

"Kau sudah tahu. So, ayo kita berangkat." Ucap Bee.

"Aku tidak mau! Sesekali aku ingin bebas."

"Ta-tapi-"

"Tak ada kata tapi tapian Bee. Sekalinya aku tidak mau ya tidak!"

"Tuan akan marah kepadaku jika kau tak pergi."

"Aku tidak peduli. Toh kalau masalah uang keluargaku masih mencukupi. Bahkan masih mengalir sampai tujuh turunan. Dan sekarang aku ingin bermain. Sebaiknya sekarang kau turun."

"Tapi Ley—"

"Kataku turun ya turun." Ucap Ley dingin.

"Ugh, baiklah baiklah."

Bee turun dan mobilnya. Ley memacukan mobilnya dengan kecepatan sedang meninggalkan Bee yang masih melihat mobil lamborghini merahnya berlalu. Ley menyalakan radio dengan memencet tombol merah. Perjalanannya diiringi lagu one direction - perfect dengan volume sedang.

"Kebebasan itu hanya kita yang atur. Bukan mereka. Kalau mereka yang atur, itu bukan hukum dari bebas." Ucap Ley dalam hati dan tersenyum.

.
.
.
"Sudah bacanya?" —Leyla Tanlar

Readers hanya melihat tulisan dengan mata yang berkedip.

"Kalau begitu, vote dulu. Baru aku akan melanjutkan ceritaku." Ucap Leyla Tanlar.

"Apa kalian tahu? Butuh perjuangan saya memerankan cerita ini." — harris j.

Readers hanya mengernyitkan dahinya.

"Bagaimana tidak! Demi kalian saya rela jatuh menimpa kotoran kuda. Kalian mau tau rasanya? Bau sangattt.-,-"—harris j.

"Kena kotoran kuda aja levayyy wkk. Padahalmah biasa aja atuh euyy, readers juga ga bakalan tega. Kan readers kita baik baik. Mereka akan memberi vote yang banyak dan mengomentari peran kita *andaikan iya-,-*."— Ricis.

"Tbc? Vote yuk 15+ ;)" — authors.

Watashi Wa,...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang