SACRIFICE

231 14 8
                                    

***

Melihat sahabatnya dicampakkan seperti itu, Kang Woo jelas tidak bisa menerimanya. Ia segera bangkit dan mengejar Hyun Woo. Menarik bahunya lalu mengayunkan tinjunya tepat di wajahnya.

“Kau sudah gila? Atau kau ingin mati di tanganku?” teriak Kang Woo geram.

Hyun Woo jatuh seketika ke tanah. Ia menyeka sudut bibirnya yang berdarah, “Apa hakmu memukulku seperti ini?” tanya Hyun Woo marah.

“Sudah kubilang, jangan pernah menyakiti O Rin.”

Cuih!” Hyun Woo meludah. Membuang darah yang masih mengalir dari sudut bibirnya, “Lebih baik aku mati, dari pada aku harus berurusan dengan monster mengerikan itu.”

“Sia-sia aku memukulmu. Otakmu sepertinya sudah rusak.”

Hyun Woo lalu bangkit dan membalas pukulan ke arah wajah Kang Woo. Kang Woo jatuh seketika.

“Hentikan! Kang Woo-ya, jangan berkelahi lagi,” teriak O Rin, sambil membantu Kang Woo untuk berdiri.

“Lebih baik kau lindungi saja sahabat monstermu itu. Jangan pernah menggangguku lagi. Makhluk mengerikan,” ujar Hyun Woo, lalu pergi begitu saja.

O Rin hanya bisa menangis melihat seseorang yang begitu ia cintai, pergi meninggalkannya. Hatinya terasa begitu sakit. Ia sendiri tidak menyangka kalau Hyun Woo akan melakukan hal ini. Yang ia tahu, Hyun Woo sangat menyayanginya. Bahkan terlalu menyayanginya, sehingga terlalu mencemaskannya saat ia tengah tidak ada di sampingnya.

O Rin sangat membenci dirinya sendiri yang seperti ini. Andai ia bisa memilih, iapun tidak ingin dilahirkan sebagai monster yang mengerikan seperti ini. Monster yang telah membunuh banyak orang. Monster yang begitu ditakuti. Monster yang begitu menjijikan.

*** 

Pagi kembali hadir menyapa. Langit nampak tenang hari itu. Matahari bersinar begitu cerah. O Rin keluar dari dalam rumah kakeknya Yesung. Lalu duduk merenung didepannya. Memikirkan kejadian kemarin yang begitu ia sesali. Karena kesalahannya, orang yang sangat ia cintai kini telah pergi menjauhinya. Karena kesalahannya pula, Ye Sung harus kehilangan kakeknya.

“Sedang apa kau di sini?” tanya Ye Sung lembut dan menghampirinya, lalu duduk di sampingnya.

Ah, aku hanya sedang merenung. Aku benar-benar menyesal. Karena kesalahanku, Oppa harus kehilangan halabeoji. Maafkan aku.”

“Sudahlah. Aku sudah bilang. Ini bukan kesalahanmu. Lebih baik, kita kunjungi makam halabeoji dan meletakkan bunga ini,” ujar Ye Sung lembut, lalu memberikan O Rin setangkai bunga Krisan putih yang sedari tadi ia pegang.

Mereka berduapun pergi ke belakang rumah tersebut untuk mengunjungi makam sang kakek. Air mata mengalir begitu saja membasahi kedua pipi O Rin. Batinnya begitu perih.

“Andai saja aku tidak pernah dilahirkan ke dunia ini, aku pasti tidak akan kehilangan appa, eomma, halabeoji dan Hyun Woo. Maafkan aku,” batinnya.

“O Rin-ah, soal ramuan itu…” Ucapan Ye Sung tiba-tiba terputus. Ada keraguan di dalam hatinya, saat kembali teringat tentang peringatan yang kakeknya beritahukan sebelum kematiannya.

Oh, ramuan itu. Ada apa?” tanya O Rin penasaran, sambil menghapus air matanya.

“Lebih baik, kau buang saja ramuan itu. Aku takut terjadi sesuatu yang buruk setelah kamu meminumnya.”

“Jangan mengkhawatirkan aku, oppa. Aku pasti akan baik-baik saja. Aku tidak ingin Hyun Woo memandangku sebagai monster.”

Kang Woo yang sedang mengamati mereka berdua dari balik pohon sontak terkejut.

“Sebegitu besarnyakah perasaan cinta yang O Rin miliki untuk Hyun Woo, anak kota menjengkelkan itu?” batin Kang Woo.

Kang Woo tertunduk sedih mendengar hal itu. Ia tidak bisa membiarkan sahabat yang sangat ia sayangi itu mengorbankan segalanya untuk Hyun Woo.

Oh, Kang Woo-ya. Sedang apa kau di sana? Kemarilah. Berikan salam kepada halabeoji,” teriak O Rin, yang langsung menyadarkan Kang Woo dari lamunannya.

Kang Woo berjalan perlahan menghampiri O Rin dan Ye Sung. Memaksakan sebuah senyuman di bibirnya. Hatinya begitu sakit, sedih dan kecewa. Namun ia tidak ingin memperlihatkan perasaan itu kepada O Rin. Ia tahu, O Rin saat ini sedang bersedih dan terluka. Kang Woo tidak ingin menambah kesedihan di hati O Rin.

***

Malam itu langit nampak cerah. Hamparan langit yang indah terlihat jelas dari atas gunung ini. Berjuta bintang tersenyum cerah, ditemani dengan bulan yang bersinar terang. Angin berhembus tidak terlalu kencang saat itu.

“Apa maksud halabeoji tentang ucapannya waktu itu ya? Apakah akan berbahaya kalau aku meminumnya?” batin O Rin, sambil memperhatikan botol berisi ramuan berwarna biru gelap itu.

Ia duduk termenung di depan rumah tersebut. Terus memikirkan tentang perkataan kakeknya Ye Sung sebelum ia meninggal. Entah akan ada kejadian apa saat O Rin meminumnya. 

“Akan ada yang hilang, saat hal baru datang menggantikannya.” Kembali, batinnya bergumam.

Ah, aku tidak mengerti!” teriak O Rin putus asa.

Ia lalu membuka tutup botol tersebut dan meminumnya. Tanpa memikirkan resiko yang akan terjadi. Satu hal yang ada di benaknya saat itu adalah, menghentikan kutukan ini dan hidup bahagia bersama dengan Hyun Woo. Ia hanya meyakinkan hal itu.

Satu botol kecil ramuan itu telah habis ia tenggak.

Satu detik…

Dua detik…

Angin tiba-tiba berhembus kencang. Menggiring awan hitam untuk datang dan menutupi cahaya bulan dan bintang yang beberapa detik lalu tengah tersenyum bahagia. Semua kini menjadi gelap. Namun tiba-tiba, sebuah cahaya muncul dari dalam tubuh O Rin. Membuat sekitarnya menjadi sangat terang benderang. Ada rasa sakit yang menyelimuti tenggorokannya. Rasanya begitu sakit dan sesak.

Tenggorokannya begitu terasa mengering. Ia ingin berteriak, namun suaranya masih tercekat di sana. Tidak bisa dikeluarkan begitu saja. Ia tak lagi bisa menahan sakit itu. Iapun langsung jatuh ke tanah, tak sadarkan diri.

***

Voice Of The Sea (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang