PENCARIAN CINTA

234 12 1
                                    

***

Sementara itu, Ye Sung tiba-tiba terbangun dari tidurnya karena terkejut dengan sebuah cahaya terang yang muncul dari depan rumahnya. Tidak biasanya ada cahaya seperti itu di sana. Iapun segera bangkit dari tidurnya lalu memeriksa keluar.

Seketika, Ye Sung menghentikan langkahnya ketika ia melihat O Rin tengah terbaring tak sadarkan diri di depan rumahnya. Ia berlari menghampiri O Rin dan menggendongnya masuk ke dalam kamar.

“Kang Woo-ya, cepat bangun. Kamarilah,” teriak Ye Sung, membangunkan Kang Woo.

Kang Woo menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal itu, “Ada apa? Aku masih mengantuk,” balasnya, sambil terus mengerjapkan kedua matanya.

“O Rin tiba-tiba pingsan di depan rumah. Cepatlah ke sini!”

Mendengar hal itu, rasa kantuk yang bersarang dikedua matanya tiba-tiba saja menghilang. Kang Woo terkejut, lalu segera bangkit dan menemui Ye Sung di kamarnya.

“Apa yang terjadi dengannya?” Kang Woo lantas duduk di samping O Rin. Menggenggam erat tangannya dengan wajah cemas.

“Aku tidak tahu. Saat aku temukan, dia sudah pingsan.”

“O Rin-ah, bangunlah. Sebenarnya apa yang terjadi denganmu?”

Setelah cukup lama menunggu, O Rin akhirnya sadarkan diri. Ia berusaha untuk membuka kedua matanya yang terasa amat sulit. Mengerjapkan keduanya agar pandangan buram itu bisa segera jelas.

“O Rin-ah, kau sudah sadar? Sebenarnya apa yang terjadi denganmu?” tanya Kang Woo panik.

“…”

Tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut O Rin. Bahkan suara apapun tidak bisa ia keluarkan. Tenggorokannya terasa begitu sakit dan panas. Semakin ia mencoba untuk berbicara, semakin sakit yang ia rasakan. Iapun hanya bisa menangis.

“O Rin-ah, ada apa denganmu? Mengapa kau seperti ini?” ratap Kang Woo, sambil memeluk O Rin.

O Rin masih saja menangis di dalam pelukan Kang Woo, sementara Ye Sung pergi ke depan rumahnya untuk mencari sesuatu yang bisa menjadi bukti atas apa yang terjadi dengan O Rin.

“Botol ramuan ini sudah kosong. Aku yakin ini adalah sumber masalahnya,” batinnya.

Ye Sung menggenggam erat botol kecil yang sudah kosong itu, lalu membawanya ke dalam.

“O Rin-ah, apakah kau sudah meminum ramuan ini?” tanya Ye Sung pelan, sambil menunjukkan botol kecil tersebut.

O Rin lalu mengambil botol tersebut. Memperhatikannya, lalu mengangguk yakin.

“Peringatan yang kakek berikan ternyata benar. ‘Akan ada yang hilang, saat hal baru datang menggantikannya’. Kau akan menjadi manusia. Tapi sebagai gantinya, kau akan kehilangan kekuatan yang bersumber dari suaramu. Aku yakin itu,” jelas Ye Sung dengan begitu percaya diri.

“Lalu sekarang harus bagaimana? O Rin sudah tidak bisa berbicara lagi,” keluh Kang Woo kesal.

“Akupun tidak tahu,” jawab Ye Sung, sambil menatap iba wajah O Rin yang masih saja menangis memeluk Kang Woo.

***

“O Rin-ah, kau mau ke mana? Ini masih pagi,” tanya Ye Sung, yang tiba-tiba saja terbangun saat mendengar derap kaki O Rin melintasi kamarnya.

O Rin menuliskan sesuatu di atas kertas.

“Kau mau ke Seoul! Buat apa?”

Orin kembali menulis lagi di atas kertas yang sama.

Oh, untuk menemui Hyun Woo. Baiklah. Tidak ingin aku antar?”

Orin hanya menggeleng dan tersenyum, lalu pergi meninggalkan Ye Sung yang masih memperhatikannya.

Mendengar nama Hyun Woo disebut, Kang Woo segera bagun dari tidurnya. Berlari menghampiri Ye Sung yang sedang berdiri di ambang pintu.

“Ada apa kau menyebut-nyebut nama anak kota itu?” tanya Kang Woo terengah-engah.

“O Rin akan ke Seoul untuk menemuinya.”

“Kau sudah gila? Mengapa kau membiarkannya pergi? Hyun Woo pasti akan menyakiti hatinya lagi!” teriak Kang Woo marah, lalu segera berlari untuk menemui O Rin.

Namun seketika, langkahnya terhenti saat Ye Sung menarik bahunya. “Biarkan O Rin menyelesaikan masalahnya sendiri. Ia sudah cukup menderita. Aku tidak ingin melihatnya menangis lagi,” balas Ye Sung santai, dengan raut wajah yang penuh dengan rasa iba.

***

Sementara itu, O Rin sudah menapakkan kakinya tepat di seberang apartemen Hyun Woo.

Ini masih pagi. Jam masih menunjukkan pukul 11.25. Ia yakin, Hyun Woo sepertinya sedang tidak ada di rumah. Menunggu di sanapun percuma, karena ia tidak mengetahui kode untuk membuka pintu apartemen milik Hyun Woo. Ia memutuskan untuk sekadar duduk di sebuah ayunan yang sudah tua di taman dekat dengan apartemen itu.

Sambil mengayunkan tubuhnya, O Rin tersenyum. Memikirkan wajah Hyun Woo. Laki-laki yang sangat ia rindukan. Namun seketika, air matanya tumpah. Membasahi kedua pipinya, saat mengingat bagaimana cara Hyun Woo memandang dirinya. Mengetahui kenyataan tentang dirinya yang sebenarnya.

“Mungkinkah kau akan menerimaku kembali, Hyun Woo?” batinnya.

Rasa sesak yang O Rin rasakan semakin menjerat perasaannya. Hatinya begitu sakit. Begitu hancur. Begitu berantakan. Bagaimana bisa seseorang yang sangat ia cintai, tega melakukan hal itu.

Ini memang sepenuhnya kesalahannya. Seandainya ia jujur dari awal, mungkin Hyun Woo tidak akan meninggalkannya seperti ini. Seperti seonggok sampah yang sudah tidak berguna lagi.

***

Voice Of The Sea (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang