Chapter 3
Mata itu... tatapan sendu. Sudah lama sejak aku menatap matanya terakhir kali. Yah... sekitar dua tahun lalu, deh. Sejak aku putus dengannya, aku sudah jarang menatap matanya secara langsung.
Perlahan-lahan namun pasti, aku mendekati Aaron yang masih menatapku. Sedangkan Adis, cewek itu masih terseguk-seguk berusaha meredakan tangisannya karena ia juga menyadari kehadiranku. Mungkin dia malu dengan dirinya sendiri akibat perbuatannya. Aku juga bisa melihat Gandi, teman sekelasku ketika aku kelas X.
Menurut prasangkaku, mungkin Gandi yang membocorkan semuanya tentang kesalah pahaman antara aku dan Aaron. Mungkin setelah ini, aku harus berterima kasih kepada Gandi.
"Ron," panggilku, dengan lembut. Berusaha membujuk Aaron dengan sedikit isyarat, agar aku dan Aaron bisa keluar dari suasana menye-menye penuh emosi ini.
Jujur saja, aku benci menye-menye, dan gaya berpacaranku tidak seperti itu, terakhir kali. Dan jujur -lagi-, aku sedikit risih dengan tatapan Aaron yang masih tak lepas dari pandangannya untuk memandangku. Apakah aku makin cantik sehingga ia begitu terkesima denganku?
Deriza! Fokus!
Aku memegang lengannya yang kekar akibat hasil olahraga rutinnya, berusaha membawa Aaron keluar dari kelas ini dengan pelan-pelan, masih memegang lengan kekarnya. Ngomong-ngomong tentang olahraga rutinnya yang menghasilkan lengan Aaron yang begitu kekar, apakah perutnya juga mempunyai enam kotak?
Dewi batinku langsung menggeplak otak ngeresku dengan palu dan menyadarkanku untuk tidak berpikir macam-macam selain membawa Aaron keluar dari kelas ini.
∙∙∙∙∙∙
"Nih, buat lo," ucapku, berdiri di samping Aaron yang sedang duduk dan aku yang sedang menyodorkan satu gelas coklat hangat kepada Aaron.
"Thanks, Der," balasnya, menerima gelas coklat hangat yang kuberikan.
Aku pun ikut duduk di samping Aaron, di sebuah bangku panjang yang terdapat di taman belakang sekolah, sambil menikmati segelas coklat hangat.
Entah apakah aku harus senang atau sedih, setelah peristiwa di kelas XII IPS 1, yang sangat menguras emosi. Senang karena akhirnya Aaron sudah mengetahui kebaikan nan licik dari Adis, dan juga sedih melihat Adis yang tampaknya mulai besok tidak akan berteman lagi dengan Aaron. Itupun kalau antek-antek Adis juga masih mengikuti Adis.
Aku ingin sekali bersikap egois, seperti teman-temanku yang selalu mementingkan dirinya sendiri. Ketika aku bersikap egois, entah kenapa aku merasa sangat bersalah.
Sepertinya stok kebaikanku masih overdose.
"So... what?"
Aku menolehkan kepalaku, saat Aaron mulai angkat suara disaat suasana yang sunyi seperti tadi. Dan Aaron juga menatapku, membuat detak jantungku berdegup kencang. Degupan kencang ini terakhir kali aku rasakan ketika Aaron melontarkan kata 'putus'. Dan kini, degupan itu kembali lagi.
Wajah Aaron juga tampak muram. "Gue bodoh banget, Der. Waktu itu gue lagi kalap banget karna Adis ngasih gue foto lo sama Gandi, dan gue nggak berpikir matang buat mikiran alasan yang mungkin kenapa lo bisa jalan sama Gandi. Bahkan gue ngga mikir kalau esok harinya adalah hari jadi kita. Pokoknya... I'm loser."
Aku rasa-rasanya ingin menangis di tempat. Wajah muram Aaron, suara sendu Aaron, keduanya menjadi satu, membuat aku bisa merasakan sakit yang teramat sangat.
"Maaf, Der. Gue tau kata maaf aja nggak cukup buat lo, walaupun harus setiap detik gue lakukan. Gue bahkan masih nggak percaya kalau temen gue, yang gue anggap sahabat, secara nggak langsung udah bikin kita putus," ucapnya, lemah.
Aku mengalihkan perhatianku dari Aaron, dan memandang langit yang tampak sedikit mendung karena awan abu-abu yang menghalangi matahari untuk memancarkan sinarnya. Selain itu, di sini tetap masih panas walaupun awan itu sudah menutupi matahari.
"Kenapa lo nggak berusaha ngejelaskan ke gue, kayak membela diri lo sendiri atas tuduhan dari gue yang ngira lo selingkuh dengan Gandi? Bahkan gue tau kelicikan Adis gara-gara Gandi yang mendatangi gue dan menjelaskan semuanya.
Pertanyaan dari Aaron barusan malah membuatku tersadar. Benar juga. Kenapa ketika Aaron memutuskanku, aku tidak berusaha menjelaskan apa yang terjadi kepada Aaron? Kenapa aku tidak membela diriku sendiri.
Itulah kebodohanku.
∙∙∙∙∙∙
Updated : June
KAMU SEDANG MEMBACA
(Ex)Boyfriend
Short StoryMantan pacar. Ahh, aku sangat mendambakannya. Sayang saja, aku dan dia sudah putus. Dan aku berharap, kami akan balikan dan memulai semuanya dari awal. Tapi, Adis akan sangat menentang hal itu. Copyright © 2016 by salsabilashaf. All rights reserved.