Pertemuan 2

74 7 0
                                    

Keesokan harinya Alba sudah sembuh dan memutuskan untuk bersekolah. Seperti biasanya, Alba ke sekolah dengan sahabatnya. Mobil yang dikendarai mereka melaju tenang di jalan raya.

"Nanti pulang sekolah kita makan yuk" ajak Windari dengan semangat.

"Dimana ?" tanya Aga tak kalah semangat dengan Windari

"Di cafe biasa aja, gue kangen sama makanan disana".

Rio mendengus "Baru juga minggu lalu makan disana, sekarang udah kangen lagi". Windari mendelik mendengar ucapan Rio, seakan-akan ia ingin memakan Rio hidup-hidup saat ini juga.

"Gue juga mau kesana" kata Alba buka suara. Alba tersenyum "Gue kangen pasta dan souffle coklat disana".

"Oke, siapa yang setuju angkat tangannya" pekik Windari dengan girang.

Semuanya mengacungkan tangan kecuali Rio dan itu mengundang tatapan heran dari ketiga sahabatnya.
"Rio, lo gak ikut ?"

"Males" jawab Rio asal.

"Yaudah kalau lo gak mau, lo bisa pulang duluan. Kita bisa hubungi sopir buat jemput" kata Alba tulus, senyum menghiasi bibir indahnya.

"Gak bisa lah, lo tau kan kalau kita selalu bersama ? Gimana kalau nyokap gue di rumah ? Gue gak bisa bayangin reaksi nyokap gue kalau gue gak pulang bareng kalian. Dan kalau terjadi apa-apa sama kalian gue yang bakal digantung sama nyokap karena gue udah ninggalin kalian. Bisa-bisa nama gue digapus dari daftar penerus perusahaan". Rio bergidik ngeri karena membayangkan amarah nyokapnya yang bisa membuat barang-barang dirumahnya melayang. Rio selalu berpikir kalau mamanya memiliki kekuatan supranatural.

Alba, Windari dan Aga tertawa mendengar penuturan Rio. Yang mereka tahu mamanya Rio adalah orang yang lemah lembut, baik dan penyabar. Tidak mereka sangka jika ternyata mamanya Rio memiliki kekuatan ajaib.

"Jadi kesimpulannya ?"

Dengan terpaksa Rio mengatakan "Gue ikut". Ketiga sahabatnya bertetiak girang mendengar hal itu. Rio tersenyum melihat sahabat-sahabatnya.

Sampai di sekolah mereka bergegas masuk ke kelas, mood Alba berubah ketika memasuki kelas. Jika tadi dia tersenyum dan tertawa ria sekarang wajahnya datar karena melihat wajah seseorang. Wajah dari orang yang sangat ia tidak ingin lihat, Roy.

Jam pelajaran fisika berlangsung dengan hikmat. Bu Nindya, guru yang mengajar fisika kelas X adalah guru senior dan terkenal killer di seantero sekolah. Para siswa melakukan sudah menampakkan wajah bosannya, mereka sudah tidak tahan mendengar rumus fisika disertai siraman kalbu dari Bu Nindya.

"Ada yang bertanya anak-anak ? Jika tidak siapa yang mau mengerjakan soal ini ? Silahkan kedepan". Suara itu seakan menjadi alarm bagi siswa kelas X-4 untuk segera mengerjakan soal tersebut karena mereka harus siap sedia ditunjuk mengerjakan soal.

Roy yang kala itu tertidur mendapatkan nasib sial karena disuruh mengerjakan soal di papan oleh Bu Nindya.

"Roy Kusuma" panggil Bu Nindya dengan penekanan di setiap nadanya.

Mendengar namanya dipanggil membuat Roy terkejut dan segera bangun dari mimpi indahnya.

"Iya buk ? Ada apa ya ?" tanya Roy dengan tampang tak berdosa.

"Sepertinya kamu serius sekali dan memperhatikan apa yang saya terangkan. Silahkan jawab soal yang ada di papan, kamu pasti bisa menjawabnya" sindir Bu Nindya dengan halus.

Roy maju dengan tampang pasrah dan berdo'a agar Tuhan mengirimkan malaikat fisika sekarang juga. Di depan Roy hanya memandangi soal tersebut dengan pandangan kosong karena ia tidak bisa menjawabnya. Melihat hal itu Bu Nindya menjadi geram dan mengeluarkan kata-kata mautnya pada Roy.

Like A RoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang