Chapter 6: Chainsaw (Gergaji Mesin)

1.9K 187 21
                                    

Jungkook's POV

"Ke mana hilangnya semua kukumu?" tanyaku dengan mata membulat.

Dia menjawab dengan suara yang bergetar, "Ia mengambilnya secara paksa dariku..."

"Siapa dia, Hoseok?"

"Orang berpakaian serba hitam dengan masker menutupi mulut dan hidungnya, ditambah lagi mata merah menyalanya yang menyeramkan..." jelas Hoseok yang terlihat paranoid.

Berhari-hari yang lalu ada pria yang penampilannya sama persis seperti itu, dia mengganggu Jimin dan aku. Apa kali ini pria itu juga? Kenapa dia lagi? Maksud ia melakukannya itu apa?

"Hoseok, sekarang mari kita ke rumah sakit jangan sampai darah ini terus mengalir, ini harus dihentikan!" ajakku menggapai pergelangan tangannya. Dirinya mengangguk.

.......................

Esok hari Hoseok datang ke sekolah dengan seluruh jari tangannya dibalut tebal perban. Hebat, dia memaksakan sekolah walau dalam keadaan luka.

"Aku ingin tetap sekolah walau luka seperti ini. Sejujurnya aku memaksa kedua orang tuaku untuk mengizinkanku sekolah hari ini, hehehe..." kata Hoseok yang terlihat bersemangat.

Pandangan semua orang tersorot padanya, itu sudah pasti karena perban yang membalut semua jari tangannya. Walau begitu Hoseok tak menghiraukannya, senyum tetap terlukis di wajah. Entah kenapa dia seperti melupakan semua kejadian kemarin. Lebih baik begitu, mungkin itu bisa membuat lukanya sembuh dengan cepat.

Hoseok sudah tidak terlalu kukhawatirkan, yang kukhawatirkan sekarang adalah Jimin. Hingga kini di sekolah ia seperti bermain petak-umpet denganku, selalu bersembunyi dariku. Misalkan kami berdua bertemu tidak sengaja, ia akan langsung menjauhiku. Ini akibat kebohonganku atau bagaimana? Kalau di rumah ia tak bisa bermain petak-umpet karena areanya yang sempit. Hal yang sering Jimin lakukan hanya mengurung diri di kamar. Sempat ia sulit disuruh untuk sekolah, tapi akhirnya berhasil dibujuk oleh ibunya sendiri. Tampaknya ia sangat terpukul karena kenyataan pahit yang menamparnya begitu keras. Sangat wajar Jimin berubah 180 derajat, aku juga akan begitu jika berada di posisi dia.

"Hey, ada sesuatu yang ingin kutanyakan padamu..." ucap lelaki yang berjalan ke sampingku dan menepuk pundakku pelan.

"Oh Jin, boleh-boleh, apa yang ingin kau tanyakan?"

Pertama ia menghela napas terlebih dahulu, "Uh... Kenapa Jimin sekarang memakai kursi roda? Bukannya ia tampak sudah sehat? Atau dia memang masih sakit?"

"Kau tidak peka, ya?" kutanya balik.

Orang ini pun bingung dan kembali bertanya, "Apa maksudmu aku tidak peka?"

"Dia lumpuh..." singkatku yang lalu pergi tanpa pamit.

Dari jauh Jin memandangku dengan ekspresi tak percaya. Mau tidak mau kenyataannya pasti akan terungkap.
Pulang sekolah hari ini aku bersama Jimin. Kemarin sih tidak, karena ayah Jimin menjemputnya pulang. Ayah Jimin absen menjemput kali ini sebab ada keperluan. Dari awal keluar dari bangunan sekolah sampai naik ke bis aku membantu mendorong kursi rodanya, menaikkannya ke bis bersama kursi rodanya. Turun dari bis dan sampai ke rumah pun aku membantunya dengan sepenuh hati, meskipun ia masih membenciku. Tak apa, yang penting beban hidupnya bisa berkurang walau tak seberapa.
Larut malam kelopak mataku masih dalam kondisi terangkat membiarkan bola mata tetap menangkap benda di sekitar dengan samar-samar. Lampu-lampu seluruhnya telah dimatikan. Ya, waktu telah menunjukkan pukul 11.30 malam. Ini sudah hampir tengah malam. Baterai mataku masih terasa penuh, masih mampu bekerja walau kupaksa untuk istirahat. Sialan, aku terkena insomnia lagi? Menyebalkan... Bisa-bisa aku mengantuk di jam pelajaran besok.

Black Out 2 (Sequel dari "Black Out")Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang