Day 2. Jurig di Pesantren

3.8K 109 15
                                    


Suasana pesantren yang tadinya damai berubah sejak kedatangan Vallerie. Kini banyak santri yang mengerubungi sekitar ruang guru setelah api berhasil dipadamkan. Desas desus terdengar kencang dari mulut para santri. Mereka sangat ingin tahu siapakah sosok yang telah membuat ruang aula terbakar meskipun hanya bagian depannya saja. Mereka juga ingin tahu bagaimana kondisi Nizar pasca kebakaran, yang ini khusus para santriwati.

"Siapa yang ingiin menjalaskan lebih dulu kronologis kebakarannya?" tanya Kyai Mushaf dengan lembut berusaha agar para santri yang dipanggil tidak ketakutan. Pria setengah baya yang rambutnya kian memutih ini adalah pemilik pesantren sekaligus ayah kandung Nizar.

Kyai Mushaf dan beberapa staff guru memanggil saksi-saksi yang melihat awal mula kejadian itu. Santri Darul Ulum yang dipanggil adalah Ryan, Ipin, Arfan, Sarah, Sofy dan Shafa. Sedangkan sisanya adalah santri tamu yaitu santri yang hanya belajar di pesantren selama Ramadhan, Vallerie dan Rama. Mereka dipanggil untuk dimintai keterangan.

"Abah..." Suara lirih Nizar mengalihkan perhatian setiap yang ada dalam ruangan tersebut. Semuanya langsung menghampiri Nizar. Nizar buru-buru bangun dan tersenyum memberi tahu bahwa ia tidak apa-apa.

"Permasalahan ini tidak usah diperpanjang. Nizar yang tanggung jawab atas semuanya." Seketika semua membelalak tak percaya. Ini bukanlah masalah kecil tapi Nizar berkata layaknya masalah sepele yang bisa diselesaikan hanya dengan ucapan sederhana. Kalau saja mobil pemadam kebakaran telat datang barang lima menit saja dipastikan api sudah menjalar ke ruangan lain. Meskipun berada di daerah terpencil, untungnya tetap dilengkapi dengan fasilitas social yang memadai seperti puskesmas dan pemadam kebakaran.

Kring... Kring... Kring...

Bunyi bel tiga kali pertanda pelajaran akan segera berlanjut. Nizar yang tak mau memperumit masalah memilih pamitan untuk kembali mengajar.

Nizar Badruddin Al Farizi. Seorang pria berusia 23 tahun yang memilih mengabdi menjadi pengajar di pesantren terpencil meskipun lulusan universitas ternama di luar negeri. Setelah menamatkan kuliah S1 di Kairo, Nizar teringat akan jerih payah ayahnya. Hatinya terpanggil untuk berkontribusi dalam menjayajan pesantren juga menebar ilmu yang ia miliki. Ia mengajar salah satu pelajaran yang paling penting, yaitu fiqih. Niza menyadari betapa pentingnya ilmu fiqih dipelajari dan diaplikasikan oleh para santri. Sebenarnya bukan hanya santri, tapi seluruh umat muslim.

Ilmu fiqih adalah ilmu yang sangat vital untuk mengambil kesimpulan hukum dari dua sumber asli ajaran Islam. Boleh dibilang bahwa tanpa ilmu fiqih, maka manfaat Al-Quran dan As-Sunnah menjadi hilang. Sebab manusia bisa dengan seenaknya membuat hukum dan agama sendiri, lalu mengklaim suatu ayat atau hadits sebagai landasannya.

Padahal terhadap Al-Quran dan Al-Hadits itu kita tidak boleh asal kutip seenaknya. Harus ada kaidah-kaidah tertentu yang dijadikan pedoman. Kalau semua orang bisa seenaknya mengutip ayat Quran dan hadits, lalu kesimpulan hukumnya bisa ditarik kesana kemari seperti karet yang melar, maka bubarlah agama ini. Paham sesat seperti liberalisme, sekulerisme, kapitalisme, komunisme, bahkan atheisme sekalipun, bisa dengan seenak dengkulnya mengutip ayat dan hadits.

Maka ilmu fiqih adalah benteng yang melindungi kedua sumber ajaran Islam itu dari pemalsuan dan penyelewengan makna dan kesimpulan hukum yang dilakukan oleh orang-orang jahat. Untuk itu setiap muslim wajib hukumnya belajar ilmu fiqih, agar tidak jatuh ke jurang yang mengangap dan gelap serta menyesatkan.

Di sini lah Nizar hadir dengan segenap ilmu yang ia punya. Berharap ilmunya akan menjadi seperti pohon yang berbuah karena ia telah menanamnya. Dan kelak ia akan memetik buahnya di akhirat nanti.

"Pernah mendengar dan tahu arti hadits yang berbunyi tholabul 'ilmi faridhotun ala kulli muslimina wal muslimatin?" tanyanya kepada para santri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 11, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

30 Days on PesantrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang