CHAPTER 6.

109 8 0
                                    

Pagi di hari selasa menyapa hangat kota yang bisa di bilang kota macet. Ya manalagi kalau bukan jakarta. Pagi ini elmira telah siap memakai baju putih abu-abunya, tak lupa dia memakai tasnya dan mengucrit rambutnya.

"Ma, pa, kak dara, kak andre. Aku berangkat ya. Assalamualaikum," teriak elmira saat sudah berada di lantai satu tanpa salam dan memakan sarapan paginya.

"Eh, kunyuk! Tungguin gue elah, ngapai buru-buru sih?," tanya andre seraya menghentikan langkah elmira yang akan membuka pintu.

"Gue belum ngerjain pr sejarah bang, ayuk ih! Cepetan." Jawabnya santai lalu membuka pintu dan keluar rumah.

Tak lama kemudian andre ikut keluar dan mereka pun memasuki mobil yang akan mengantar mereka ke sekolahan mereka.

~

Pagi ini ibram bangun pagi sangat. Ya tepat pukul empat dia sudah bangun dan langsung bergegas mandi. Setelah ia mandi ibram memakai seragam putih abu-abunya. Kini ibram siap untuk datang ke sekolah pagi sangat emm... sebenarnya tidak, ibram pergi ke rumah neneknya terlebih dahulu, karena mungkin sarapan bersama neneknya lebih baik daripada harus sarapan dengan ayah tirinya.

Setelah semua beres ibram mengambil kunci motornya dan keluar dari kamar. Setelah menutup kamarnya rapat-rapat ia pun berjalan santai menuju tangga rumah yang menghubungkan tepat pada lantai satu.

"Kak ibram udah mau berangkat?," tanya wanita yang tiba-tiba berada di depan kamarnya sendiri.

Ibram menghentikan langkahnya dan menatap adik tirinya malas. "Kalau iya emang kenapa? Udah ngapain juga lo ngurusin gue diana?," tanya ibram santai.

"Ya akukan adik kakak ya boleh kali kalau aku ngurusin kehidupan kakak," jawabnya enteng.

"Lucu banget deh jawaban lo na. Sangking lucunya pengen gue gantung di lampu merah, udah sono lagian juga gue males nganggep lo adik," ucap ibram lalu pergi menuruni tangga tanpa menatap wajah adiknya yang kesal akan jawabannya.

Ibram pun keluar dari rumah mewah itu dan menuju garasinya. Setelah sampai di garasinya ia menaiki motornya dan tak lupa menyalakannya. Ibram pun memakai helmnya dan telah siap untuk mengendarai motornya menuju rumah neneknya yang tidak cukup jauh dari rumahnya.

~

Hanya butuh 5 menit ibram menuju rumah neneknya dan kini ia tepat di rumah yang sederhana bermodel klasik. Rumahnya tak tingkat namun cukup bisa di pandang bagus. Taman yang mengelilingi rumah ini dan pepohonan di sekitarnya. Kini pukul empat lebih lima menit dan masih ada waktu untuk ibram pergi ke sekolahan. Ibram memarkirkan motornya tepat di depan rumah sang nenek. Tak lupa ia melepas helmnya, mematikan motornya dan menuruni motornya.

Ibram pun berjalan ke arah pintu rumah itu dan mengetuknya. Tak lama ibram mengetuk pintu terbuka dan kini terlihat lah wajah pria yang berumur mungkin sekitara 40-an, cukup tinggi, berhidung mancung dan berkulit putih. Rupanya hampir mirip dengan ibram, saat ibram mengetahui bahwa yang membuka bukan neneknya ia sedikit terkejut lalu memeluk seseorang yang membukakan pintu untuknya.

"Ayah?," sapa ibram di dalam pelukannya.

Ya, dia adalah ayahnya. Ayah kandungnya. Ayah yang di sayangi ibram sejak kecil. Kini dia sudah berada di hadapan mata kecilnya, ibram merasa beruntung menuju rumah neneknya. Memang sejak tadi perasaannya mengatakan bahwa di rumah neneknya ada orang yang selama ini di rindukannya dan ya itu terbukti.

"Ibram? Untuk apa kamu pagi-pagi gini ke rumah nenek? Ibumu sudah mengetahui itu?," tanya pria tua itu sendari membalas pelukan anak yang selama ini telah di rindukannya.

"Mereka masih tidur, aku memang sengaja datang ke sini untuk lebih baik sarapan di sini, aku tidak ingin sarapan di rumah bersama mereka," jawab ibram di dalam pelukan sang ayah.

Fall In Love With Ice BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang