1

70 3 0
                                    

Aku duduk di teras rumah Dera yang senyap dan tak berpenghuni. Entah kenapa, sejuta harapan itu memaksa aku untuk kembali kesini dan menemuinya. Termenung kala mengingat kejadian yang menimpanya dua tahun silam. Aku yang dulu seorang cewek periang, harus menjadi pendiam saat peristiwa ini menimpa aku dan Dera. Semua berubah seratus delapan puluh derajat.

Aku berjalan masuk ke rumah Dera. Sebelum pergi, Mama nya memberikan aku kunci rumah ini agar aku bisa kesini saat aku merindukan Dera. Aku berjalan menyusuri lorong rumahnya. Mataku tertuju pada kamar yang bercat hitam pada pintunya. Aku pun memasukinya.

Ku pegang bingkai foto yang ada aku dan Dera didalamnya. Ya, kami sangat bahagia di foto itu. Foto kami disaat selesai ujian. Dia tersenyum sumringah merangkul ku, begitu juga aku. Air mata menetes kala mengingat kenangan itu. Aku pun tersenyum melihat foto yang tersusun rapi di dinding kamarnya. Foto kami disaat wisuda. Aku dengan modern kebaya berwarna merah dan dia dengan jas berwarna hitam. Kami berpelukan. Sebuah kenangan yang takkan bisa diulang lagi. Bagaimanapun caranya, semua ini tinggal kenangan. Yang suatu saat pasti sangat aku rindukan. Yang suatu saat pasti akan terlupa. Aku sulit melupakan semua itu. Tapi Dera, ia telah mendahuluiku melupakan semua itu.

~

Flashback on

"Tapi kan Bu, itu seharusnya jawabannya 20. Bukannya 9, Bu." Ujar Cinta

"Kamu yang salah Cinta. Itu kata kuncinya ATAU bukannya DAN. Kalau ATAU itu ditambahkan. Bukannya dikali! Kamu kalau udah salah diam aja, gak usah ngerasa bener." Sahut Bu Tata

"Tapi kan Bu--" omongan Cinta dipotong oleh seorang cowok yang selama ini terkenal misterius namun Cinta menyukainya.

"Maaf memotong pembicaraan, Bu Tata benar. Itu 9 dan bukan 20. Coba lo baca baik baik soalnya dan lihat apa kata kuncinya. Jadi, jangan ngerasa paling bener." dia kembali fokus pada bukunya

Cinta seketika terdiam dan melihat kearah soal. Ia membaca soalnya dengan teliti.
"Bu, liat deh baik baik soal saya. Kata kuncinya DAN kan? Saya gak salah dong" Cinta maju kedepan sambil membawa bukunya.

Bu Tata tertawa geli melihat buku Cinta "Kamu tuli atau budek sih? Kamu salah dengar soal, Cinta! Liat nih buku Ibu!" Cinta memperhatikan buku yang diberikan Bu Tata. Cinta menelan ludahnya dan merampas bukunya lalu pergi ketempat duduknya dengan wajah masam. 'Apes deh gue' batinnya.

" 'kan udah gue bilang, Cinta. Lo yang salah. Lo sih gak dengar kata gue". Ujar teman sebangkunya, Raya

"Lagian lo gak cegah gue sih." Jawabnya masih dengan wajah yang ditekuk

"Lo nya aja yang keras kepala. Kalau lo mau cari perhatian si cowok kulkas itu, mendingan cara yang lain deh. Jangan kayak gini." Tembak Raya sambil terkekeh

"Siapa juga yang mau cari perhatian dia? Lo tau sendiri 'kan kalau gue emang kritis orangnya?" Ucapnya tak terima

"Iya deh iya. Asalkan lo jangan sampe terlalu kritis trus ujung ujungnya malu-maluin diri lo sendiri."

Cinta hanya diam. Kali ini ia mengabaikan ucapan temannya itu. Mata nya terfokus pada sosok yang sedang duduk mendengarkan penjelasan guru di depan. Tangannya menopang dagu, rambut yang begitu rapi, hidung yang sangat mancung, alis hitam dan tebal, bibir merah mudanya yang tipis, membuat Cinta tak henti berdecak kagum pada sosok satu itu, Dera.

Semuanya bermula saat awal mereka masuk sekolah. Cinta yang belum memiliki teman, akhirnya memutuskan untuk duduk disebelah Dera yang juga kebetulan duduk sendiri. Selama satu semester mereka duduk bersama dan selama itu juga Cinta masih tetap gak bisa menarik perhatiannya. Semua cowok bertekuk lutut kepada Cinta, tapi tak dengan Dera. Cinta begitu terobsesi dengan Dera. Walau Cinta tau, Dera tak mudah untuk ia gapai tak seperti cowok yang lainnya.

Dear, Dera...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang