Tuk!
Gerakan tangan Alyssa yang sedang menulis terhenti sejenak. Ia menahan diri untuk tidak berteriak. Kemudian lanjut mencatat tugas yang ditinggalkan Bu Farida.
Tuk!
Alyssa mendengus kesal. Namun masih menahan diri.
Tuk!
"Kalvi!" Alyssa memukul mejanya dan menatap tajam seorang laki-laki disampingnya. Untung saja kelas sedang ribut karena Bu Farida tidak hadir dan hanya meninggalkan tugas pada guru piket. Jika tidak, mungkin ia sudah menjadi pusat perhatian sekarang. "Jangan lempar-lempar penghapus, bisa?"
"Kalo gue bilang nggak bisa gimana?" Dia tersenyum lebar seperti sedang tidak melakukan kesalahan. "Abis jenong lu bikin gue pengen mendaratkan penghapus di jidat lo, sih! Jadi jangan salahin gue, salahin aja jenong lo."
Astaga! Kalvi adalah anak yang paling menyebalkan di dunia. Bagi Alyssa.
"Gue nggak bisa salahin jidat gue karena ini ciptaan Tuhan. Kalo mau nyalahin, salahin aja Tuhan tuh!"
"Astaga, Sa. Nggak boleh nyalahin tuhan, Sa. Dosa baru tau rasa lo. Ck ck ck." Kalvi mengusap dadanya dan menggeleng, persis seperti ustad yang baru saja menyaksikan maksiat di pinggir jalan.
Alyssa tidak tahu harus berbicara apa lagi sekarang. Kalvi sepertinya bukan orang yang pandai membaca situasi karena Alyssa saat ini tidak mau diganggu. Dari pertama menginjakkan kaki di sekolah ini, ia sudah bertekad untuk tidak main-main dalam belajar. Karena situasi keluarganya yang seperti sekarang, sangat tidak memungkinkan baginya untuk kuliah tanpa beasiswa.
"Kal, daripada kamu motong-motong penghapus segede upil kayak gitu terus dilempar ke jidatku, mending kamu kasih ke aku deh yang masih gede itu tuh, yang masih bisa dipake." Alyssa menunjuk penghapus abu-abu yang tinggal setengah di atas meja Kalvi. "Buang-buang duit aja."
"Penghapus kecil gini emangnya berapaan, sih? Di koperasi juga banyak. Tinggal beli lagi." Kalvi melemparkan satu lagi dan mengenai tepat di tengah-tengah jidat Alyssa.
"Nice." Ia tersenyum lebar.
"Kalo mau buang-buang duit nggak usah deket gue deh. Gue alergi sama orang yang suka buang-buang duit. Uangnya juga punya orang tua lagi. Persis kayak lo gini, nih." Alyssa mulai mencari jawaban dari pertanyaan yang sudah disalinnya ke buku latihan. Alyssa tahu Kalvi sedang memperhatikannya, namun ia tidak peduli. Ia pun tidak sadar bahwa Kalvi sedang menatapnya dengan tatapan abstrak.
[.]
Alyssa memutar pandangan ke bangku di sampingnya, tapi tidak menemukan pemiliknya duduk di sana. Lima belas menit lagi pulang, namun setelah laki-laki itu izin keluar, dia masih belum kembali. Hanya tas hitam, buku yang terbuka, dan pena tanpa tutup di atas meja. Ke mana dia? Di jam pelajaran Ekonomi biasanya ada satu lagi selain tiga hal itu.
Kepalanya. Karena Kalvi selalu tertidur saat jam pelajaran Ekonomi. Karena ia pernah dengar kalau Kalvi benci Ekonomi dan segala tetekbengeknya. Cukup aneh untuk seorang siswa jurusan IPS di mana Ekonomi merupakan mapel wajib.
Setelah sekitar lima bulan berada di kelas yang sama, setidaknya Alyssa mengetahui beberapa tabiat temannya, termasuk Kalvi. Karena Kalvi temannya, teman yang duduk disampingnya.
"Daf," Alyssa berbisik dan menendang pelan bangku di depannya.
"Paan?" Daffa memutar badan ke belakang.
"Kalvi kemana? Cabut, ya?"
"Mungkin. Dia kan benci banget sama Eko. Lagian dia juga kena marah tadi sama Pak Ujang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sincerely, Alyssa
Short StorySebuah kumpulan pesan singkat tidak terkirim dari seorang cewek yang menyayangi seorang cowok diam-diam. [ cover by nau2014 ] #1 Cerita Pendek. 03.02.16