Second

54 11 10
                                    

Lensa Biru



"Lagian suruh siapa F nya dikali?" pekik ku dan membuat dia sedikit terkejut.

"Ye maaf, dibilang ga ngerti--" nadanya agak frustasi.

"--tau ah lupakan! Pusing sangaaatt," pekiknya lalu menggeser tumpukan bukunya padaku, dengan tangannya yang juga terulur di atas bukunya, lalu menempelkan jidatnya ke meja-cukup keras-karena menimbulkan sedikit kegaduhan.

Aku hanya geleng geleng melihatnya, membantingkan punggungku ke sandaran kursi, dan menyeruput jus manggaku. Bayangkan gan! Sudah sejam lebih kita belajar bersama di cafe yang tak jauh dari sekolah, dia minta diajarkan duluan tentang fisika karena besok ada ulangan harian--katanya. Tapi hasilnya nihil, dia gak ngerti ngerti daritadi. Sabar:)

Kepalanya bangkit dari meja, "kamuan ah, gak ada tugas apa gituh?"

"Paan, gue mah anak soleh, berkat puisi yang bagus waktu itu, dan guenya bisa membawakan dengan penghayatan, gestur, dan intonasi yang baik. Dapet nilai terbaik deh terus tes teori dikit, jadi gak dapet ulangan apa apa dalam 2x pertemuan, wek."

Aku membeberkan semua yang terjadi, suatu kebanggan tersendiri, hehe. Dia mengerang pelan dan air mukanya berubah kusam.

"Ga like nih kalo gini, kalo bisa, ngapain minta bantuan segala."

"Kan gak bisa buatnya doang neneng princess, lainnya bisa."

"Yeah-whatever. Semerdeka kamu aja," dia membereskan bukunya dan memasukannya ke dalam tas


Bodoh.

Aku terus terbayang cewe itu. Kenapa aku bilang bodoh? Karena aku belum tau namanya, padahal bukunya kemarin tergeletak di meja. Habisnya, aku fokus memperhatikan kelakuannya yang freak.

Santai. Masih ada waktu 6 bulan untuk mengetahui namanya.


Lensa Putih


Aku merebahkan jiwa raga ini ke kasur empukku. Setelah makan malam, cuci piring dan nonton televisi sebentar untuk liat hiburan selewat. Niatnya sih ngapalin fisika karena besok ulangan, tapi mengingat tadi sore saja sepulang sekolah belajar dengan lelaki itu aku tak bisa.

Tanpa sadar bibir ku membentuk senyuman. Mengingat pertemuan di cafe tadi, dia begitu sabar menghadapi kelakuanku yang terlihat sangat bodoh. Bagaimana tidak? Aku sangat menbenci hitung-hitungan, sama seperti kebanyakan murid lain. Akulah salah satunya diantara mereka.

Di cafe tadi saat saja baru datang aku yang meminta diajari terlebih dahulu tentang fisika

Kami baru saja sampai di cafe yang tak jauh dari sekolahan. Lalu memilih table yang mojok, ingat--itu kemauan ku.

Selama perjalanan ke cafe kami berbincang tentang berbagai hal, dan selalu terselip kalimat 'pokonya meja dipojok ya biar ngadem dikit, titik' dengan bawelnya aku terus menyebut kalimat itu.

"Aku dulu ah belajarnya, fisika ya. Soalnya besok aku ulangan nih," ucapku sambil mengeluarkan beberapa bukunya, padahal kami baru saja sampai.

Dia hanya mengangguk pelan walau tak memperhatikanku, pandangannya ke pelayan yang jauh di sana sambil melambai lambaikan tangannya.

"Selamat siang. Ini menunya," saat pelayan itu baru saja sampai di table kami

Tak

"Akk," pekikku pelan sambil mengusap jidatku, Aku yang sedang membuka buka buku, mengacuhkan kedatangan pelayan itu, tiba tiba saja orang dihadapanku menyentil jidatku cukup keras. Hasil karyanya kentara sekali di jidatku--merah terang.

Aku memicingkan mata menatapnya "machiato samaa--udah aja," ucapku yang masih mengusap jidat.

"Jus mangga sama beef steak-nya satu."

"Saya ulangi beef steak-nya satu, machiato satu dan jus mangga satu. Ada lagi?"

Aku dan dia menggeleng bersamaan.

"Baik, tunggu 15 menit ya. Pesanan akan segera datang, selamat siang, permisi," pelayan itu pun pergi. Setelahnya kami mulai belajar.

Aneh, dia selalu muncul menjadi bayanganku, pasti saat aku ingin bersantai. Bahkan aku saja lupa namanya. Odi? Opik? Oky? Oliv? Ah?! Masa Oliv. Entahlah, enyah kau wahai manusia penganggu bayangan orang, karena aku ingin tiduuur!



Teeettt..teeett..teeett

Bel berbunyi, itu tandanya waktu Try Out sudah habis. Ya,  anak anak SMA setingkat kelas XII minggu ini sedang disibukan dengan berbagai ujian dan latihan soal. Tak terasa waktu berjalan begitu cepat dari awal menginjak bangku kelas XII tahu-tahu sudah masuk minggu ujian saja. Semua siswa/i berhamburan keluar kelas, seperti kerumunan semut.

Brukk

"Akk."

Pekik gadis mungil itu, walau pandangannya sudah ke depan dia tetap harus menanggah untuk melihat siapa orang yang bertabrakan dengannya. Ukuran gadis itu hanya seleher orang yang bertabrakan dengannya.

Dia tau kini keadaan sedang berdesak desakan, tapi orang yang bertabrakan dengannya ini seperti sengaja diam di jalurnya.

"Oky?"

Akhirnya gadis ini menhetahui nama partner belajarnya. Orang yang disebut namanya itu hanya mengangkat sebelah alisnya, it's mean-iya-kenapa?

"Ngalangin bego!"

"Tau lo boncel pake sok sok-an ikut nyerobot jalan, kalo ketindes gimana?"

"Dikira aku semut," umpatku dan dia hanya tersenyum jahil.

"Kampret ya kamuuh,"

"Kampret alas di lantai,"

"Karpet congo!"

Gadis itu mulai agak kesal, sebenarnya diakan  bukan mengajaknya bermain tebak tebakan.

"Congo mah wali. Wali congo, iya kan?"

"Songo!"

Sambil berjalan menuju gerbang terus saja dia membalik balikan kata yang diucapkan gadis yang perawakannya kecil itu, sepertinya lelaki itu usil karena senang sekali membuat gadis itu naik pitam.

"Eits, gue bilangin nih ke orangnya," ucap lelaki itu sambil menunjuk nunjukan jari telunjuknya, dengan memicingkan matanya ke cewe disebelahnya.

Jelas. Gadis itu kebingungan dengan maksudnya, "Apaan?"

"Pake paman! Asal aja nyebut songo. Sebut saja namanya paman songo, eh jangan, tapi paman wali songo, emh.. bukan bukan ga enak--"

Gadis itu tersenyum kecut. Ucapan cowo itu ngawur baginya. "Hah, geje. Udah yang bener mah songo itu sejenis belagu ya kan?"

Kini giliran gadis itu yang usil "Apaan? Songong itu mah," ucap lelaki itu dengan nada gurawan. Keduanya sudah siap di motor milik lelaki itu--semacam pulang bareng.

"Haha... nah paman itu yang suka ada pohonnya, enak tuh kalo di dat--"

"Tamaaann," potong lelaki itu.

Keduanya tertawa bahagia. Motornya sudah melaju memotong jalanan yang duper super ramai. Keduanya terdiam sibuk dengan pikiran masing masing

For your information, mereka sudah mengenal nama satu sama lain, tepatnya saat ulang tahun Vela. Panjang ceritanya ask di akun sosmed-nya mereka aja ya(:

Lensa Putih Biru [ COMPLETED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang