01.

56 6 0
                                    


Pertama.

Pagi ini matahari bersinar sangat cerah. Saking cerahnya, aku sampai merasa kepanasan. Aku pun memutuskan untuk mempercepat langkah ku menuju kelas, agar aku terhindar dari sinar matahari yang sangat menyengat. Yah walaupun sinar matahari sebelum jam 9 masih bagus untuk kulit sih. Tapi, siapa sih yang mau pagi-pagi udah banjir keringet kayak abis jadi kuli? Aku sih ogah. Aku jadi tambah yakin, kalau ozon sudah benar-benar berlubang sekarang.

"Mel!" Teriak Mezya begitu aku sampai ke dalam kelas. Aku heran sama dia. Dia itu hobinya teriak-teriak terus. Untung aku sabar orangnya.

"Berisik elah," kata ku. Aku pun meletakkan tas ku kemudian duduk di kursi.

"Lo inget tugas MTK yang kemaren kan, Mel?"

"Tugas yang mana? Yang kelompok itu?" Tanya ku sambil mengipas-ngipaskan diri ku menggunakan buku tulis yang sudah aku keluarkan.

"Iya, Lo bawa?"

"Mampus,"

Mezya hanya mengerang frustasi. Lagian, siapa suruh nyerahin tugas kelompok ke aku. Kan aku udah ingetin dia dari kemaren, kalo Aku itu pelupa orangnya. Jadi, jangan salahkan aku.

Karena aku tak mau disalahkan dan aku tidak berasalah. Haha.

"Mez, maaf ya. Gua lupa," lirih ku sambil memasang muka nelangsa. Aku pandai dalam hal seperti ini lho. Tapi kali ini, aku serius.

"Ish. Lo itu nyebelin banget sih Mel," katanya pasrah. Aku hanya bisa diam. Takut-takut kalau nanti Mezya malah mendiamkan ku seharian. Kalo cuma dimarahin sih, udah biasa. Tapi kalo dikacangin sama temen sebangku itu, gimana sih rasanya? Pasti engga enak banget kan?

Bel masuk pun berbunyi, menandakan bahwa pelajaran pertama akan dimulai.

Matematika.

Ya, aku dan Mezya harus bersiap menerima konsekuensinya.

"Mez,"

"Mel,"

Kami berdua hanya bisa berharap, semoga ada keajaiban yang dapat menyelamatkan aku dan Mezya.

____________________________________

"Anjir, gue kagak nyangka. Guru MTK kita kagak masuk, udah gitu tugasnya disuruh dikumpulin minggu depan lagi," Kata ku sambil berjalan menuju ke kantin.

Jika kalian berpikir aku bolos pelajaran, maka jawabannya adalah tidak.

Iya benar. Aku sedang istirahat sekarang.

"Tau Mel, gila gue engga nyangka! Anjir lah pokoknya! Demi Dewa Mel, kita bisa selamat!" Heboh Mezya.

"Sshht. Engga boleh demi Dewa demi Dewa gitu, Mezya. Dosa loh," aku memperingatkan. Mezya pun hanya mengangkat kedua jarinya membentuk peace sambil nyengir kuda.

Mau muntah aku dibuatnya.

Aku pun segera mencari tempat duduk untuk ku, dan Mezya.

Aha! Itu dia.

Tanpa ba bi bu lagi, aku langsung menuju meja itu. Tidak usah khawatir. Aku tadi sudah memesan makananku, kok. Tugasku adalah mencari tempat duduk, sedangkan tugas Mezya adalah memesan makanan.

Kita berdua deket banget ya? Iyalah orang dari dulu bareng-bareng terus. Wajar aja kalo bisa sedeket ini. Kalo kata orang-orang mah kaya perangko sama lem. Aku lemnya, Mezya perangkonya.

Tak beberapa lama kemudian, Mezya datang membawa pesananku dan makanannya sendiri. Kita berdua pun langsung melahap habis makanannya. Maklum, orang kelaperan. Makannya jadi kaya kuli.

"Mez, bentar lagi bel masuk. Gece," kata ku sambil mengelap tanganku menggunakan tisu.

"Gue udah selesai nih, yuk" ajak Mezya.

Kita berdua pun menuju kelas dengan perut yang kenyang.

____________________________________

"Mel, mau pulang bareng ga?" Tanya Mezya kepada ku. Aku hanya mengangguk, mengiyakan ajakannya.

"Yuk, gue udah selesai nih"

"Yuk,"

Aku dan Mezya segera menuju ke gerbang sekolah. Ramai. Itulah yang kulihat sekarang. Aku dan Mezya akhirnya sampai di gerbang sekolah.

Oh iya, aku belum memberi tahu kalian ya? Sekolah ku ini berhadapan dengan jalan besar. Makannya aku kalo pulang sekolah, tinggal nunggu angkot aja deh di depan gerbang sekolah.

Tuh angkotnya dateng.

Aku dan Mezya langsung masuk kedalamnya. Sebelum akhirnya aku sadar satu hal.

Dimas Arya P.

Dia juga ada disini!

Melina's DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang