Part 1

569 130 121
                                    

Olivia POV.

Kugoreskan perlahan-lahan pena yang sedari tadi aku pegang, saat aku melamunkan perdebatan konyol yang tak masuk akal dan mungkin tak bisa diselesaikan menurutku.

"Reno, pantaskah kau ku panggil sahabat?," itulah kata pertama yang ku tulis pada lembaran kertas kosong pada buku harianku.

Semilir angin malam ini memang cukup membuatku kedinginan, dan melayangkan anganku yang sedari tadi merenungkan apa yang terjadi padaku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semilir angin malam ini memang cukup membuatku kedinginan, dan melayangkan anganku yang sedari tadi merenungkan apa yang terjadi padaku. Tapi memang inilah tempat yang aku sukai, tempat yang sepi dan menjadi saksi segala kesedihan yang aku alami. Inilah kamarku yang berada di lantai dua dan merupakan lantai teratas di rumahku, dengan lampu yang sedikit redup seperti gambaran yang dirasakan hatiku saat ini.

Entah mengapa kamar ini sangat mendukung suasana hati. Ataukah memang kamar ini dibuat untuk orang-orang bodoh sepertiku, untuk merenungkan hal-hal yang lebih bodoh lagi daripada kebodohanku. Sekejap terlihat sinar terang dari luar jendela yang diikuti dengan suara guntur yang berhasil memecah keheningan malam ini. Biarkan saja malam ini turun hujan yang sangat lebat, aku tak peduli.
Bahkan, jika saja malam ini terjadi banjir pun aku tetap tak peduli. Ataukah hari ini adalah hari kiamat, aku berharap itu cepat terjadi sekarang. Bukannya kini memang hatiku sudah hancur berkeping-keping, perasaanku yang tak karuan akibat diombang-ambingkan oleh angin, dibelah oleh kilat dan hancur dihantam oleh guntur. Bayangkan saja bagaimana rasanya.

-

"Vi... cepat bangun." Samar-samar aku mendengar suara lembut yang memanggilkum

"Ini sudah siang,"

"Jangan salahkan Mama jika nanti kamu terlambat ke sekolah," lanjutnya dengan nada yang sedikit tinggi.

"Iya Ma." balasku dengan intonasi yang tidak begitu jelas.

Hening, tak ada suara lagi.

Mungkin Mamaku itu kesal, setiap hari harus membangunkanku dengan menguras tenaga dan juga membuatnya emosi karena sifatku. Ku lirik jam dindingku yang menunjukkan pukul 07.00

"Huaaa ...Mama kenapa baru bangunin?!" Suaraku tiba-tiba naik satu oktaf karena ini hari pertama sekolah. Astaga, sial..

Dengan segera aku beranjak dari tempat tidurku menuju ke kamar mandi.Selesai ritual mandi akupun segera memakai seragamku .skip<<

skip<<

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
My little friendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang