sebelas

15.2K 2.1K 144
                                    

Pagi ini, mata Prilly sangat berat untuk di buka. Tubuhnya terasa hangat tak seperti hari - hari biasanya. Nyaman dan malas untuk bangun. Sebuah beban menimpa pinggangnya, Prilly menghirup dalam - dalam aroma parfum yang sudah familiar. Dia mengeratkan bed cover-nya kembali dengan senyuman termanisnya.

"Nggak mau bangun? Mau begini sepanjang hari Nyonya Ali?" Suara dari belakang tubuhnya membuatnya semakin malas untuk bangun.

Prilly tak menjawab, ia semakin mengeratkan tangan kekar yang menimpa pinggangnya agar lebih mengeratkan pelukannya. Tangan itu mengelus perut buncit sang istri dengan sangat lembut, membuat Prilly merasa semakin nyaman.

"Kapan pulang? Kok nggak bangunin aku?" tanya Prilly tanpa memutar tubuhnya namun merasakan usapan telapak tangan suaminya pada perutnya.

"Habis subuh tadi. Aku lihat kamu udah tidur lagi," jawab Ali mengecup kepala Prilly cukup lama.

"Jangan memancing Yah, aku masih puasa," kata Prilly membuat Ali tersenyum lebar.

"Siapa yang memancing? Aku kan rindu sama kamu dan anak kita. Cium istri sedikit nggak papa kan? Nggak membatalkan puasa?" tanya Ali membuat Prilly membalikkan tubuhnya.

Prilly memeluk pinggang Ali dan menatap wajah lelah suaminya. Matanya sayu dan sudah memerah, seperti orang yang kurang tidur.

"Baru aja datang ya?" tanya Prilly melihat rambut Ali yang setengah basah.

"Iya, habis solat subuh langsung mandi. Terus nyusulin kamu bobo, malah bangunin kamu." Ali menyingkirkan anak rambut yang menghalangi wajah cantik istrinya.

Prilly tersenyum bahagia melihat suaminya kini nyata berada di depannya dan memeluknya.

"Aku kangen, anak kita juga kangen sama kamu," kata Prilly menghangatkan hati Ali.

"Kamu pikir aku nggak kangen? Penerbangan 10 leg itu sangat menyiksaku, Bun. 3 hari 3 malam harus meninggalkan kalian. Belum kalau harus RON, membuang waktu dan paling menyebalkan kalau delay," keluh Ali sambil mengelus pipi Prilly lembut.

"Sabar Yah, kerjaan Ayah itu mulia loh. Mengantar banyak orang dengan berbagai kepentingan mereka. Pahalanya besar dapat membahagiakan orang lain," hibur Prilly menenangkan hati Ali.

"Maaf, ya Bun. Kamu yang harus selalu mengalah dengan penumpangku," ucap Ali bersedih dan merasa bersalah.

"Aku dapat memahami pekerjaanmu, Yah," ujar Prilly mengelus pipi Ali lembut dengan ibu jarinya.

"Aku mau istirahat sebentar," kata Ali memberi pengertian kepada istrinya bahwa dia membutuhkan waktu sejenak untuk menghilangkan kantuk dan letihnya.

Ini sudah menjadi pemandangan biasa untuk Prilly. Jika suaminya pulang dari bekerja, bukan jalan - jalan dan refreshing yang terjadi, melainkan memanfaatkan waktunya untuk istirahat.

"Iya, kamu bobo aja ya? Aku mau beres - beres rumah dan mau ke restoran sebentar. Cuma ngecek bahan yang mereka butuhkan," seru Prilly memahami kondisi suaminya saat ini.

Ali hanya mengangguk, karena matanya yang sudah sangat berat membuat ia cepat terlelap. Belum juga Prilly beranjak dari kasur, sudah terdengar mendengkur kecil dari Ali. Prilly tersenyum menyadari hal itu. Melihat suaminya pulang dengan keadaan sehat dan baik - baik saja, sudah menjadi suatu kenikmatan dan rasa bersyukur yang tak terkira kepada Tuhan.

Prilly perlahan mengangkat tangan Ali yang melingkar di pinggangnya. Dia mengganti tubuhnya denga guling agar Ali tetap nyaman saat tertidur. Sangat pelan Prilly turun dari ranjang agar tak mengusik tidur suaminya. Prilly melihat PDH suaminya tergantung di depan lemari. Ia melepas semua atributnya, lalu membongkar koper suaminya, yang pasti membawakannya oleh - oleh, yaitu baju kotor. Prilly menghela napas dalam seraya tersenyum geli.

My Husband Is A Pilot (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang