enam belas

20.8K 2K 117
                                    

Pertemuannya dengan Cinta membuat Prilly mengajaknya ke sebuah tempat yang nyaman untuk mereka mengobrol. Ali hanya mengikuti istrinya saja, dia dan Ebie hanya diam menyimak obrolan mereka.

"Coba Nissa di sini pasti lebih seru ya Mbak?" ujar Cinta lalu menyeruput minuman yang dia pesan tadi.

"Sebentar aku sms dia dulu, siapa tahu bisa ke sini." Prilly mengambil handphone-nya lalu mengirimkan pesan untuk Nissa.

Sesekali Cinta melirik Ali yang duduk santai di sebelah istrinya. Ali duduk stay cool dan sesekali memainkan handphone-nya.

"Yah, Tius libur juga ya?" tanya Prilly setelah mendapat balasan dari Nissa.

"Nggak tahu Bun. Kan aku sama Tius beda jalurnya," jawab Ali seraya mengerdikkan bahunya.

"Sepertinya dia mau ke sini sama Tius. Kita tunggu ya, Yah. Lama nggak main sama dia," ujar Prilly dibalas senyuman manis Ali.

Senyum itu yang dulu selalu ia berikan untuk Cinta, namun di depan Cinta, Ali mengalihkan senyuman itu untuk wanita yang sudah halal baginya.

"Cinta libur berapa hari?" tanya Ali berusaha menyapa dan menepis jauh-jauh rasa gengsi dan perasaan yang masih sedikit bergetar di dalam dadanya.

Cinta yang mendengar pertanyaan Ali, merasa gugup dan bingung untuk menjawab. Tak dapat dipungkiri jika rasa itu masih tersisa di dalam sana. Namun Cinta sudah rela dan ikhlas melepaskan Ali. Dia harus bisa bersikap sewajarnya seorang teman.

"Dua hari Capt," jawab Cinta gugup.

Prilly terkekeh mendengar jawaban Cinta yang terkesan formal. Cinta dan Ali menatap Prilly heran.

"Kok ketawa? Ada yang lucu, Bun?" seru Ali bertanya kepada Prilly.

"Kok panggilnya 'Capt' kan ini sudah di luar jam tugas. Sudahlah Cinta, panggil nama saja. Biar nggak canggung," ujar Prilly dengan lapang dada mempersilakan masa lalu Ali berdamai dengan kehidupannya sekarang.

Cinta hanya tersenyum malu, dia sedikit canggung memang saat berdekatan dengan Ali. Saat mereka bertugas pun, Cinta dan Ali hanya menyapa sewajarnya saja. Tak pernah ada pembicaraan lebih setelah kejadian beberapa bulan lalu di rumahnya.

"Ya nggak papa kan Bun. Aku sama Tius aja di luar jam kerja panggilnya masih 'Captain'. Udah terbiasa," bela Ali sambil mengelus kepala Prilly lembut.

"Iya deh, terserah kalian. Senyamannya aja," kata Prilly lalu meminum coklat panasnya.

Cinta dan Ali melempar senyum pertemanan. Ali sudah membiasakan diri menganggap Cinta adalah teman dan hanya sekedar rekan kerjanya. Cukup sekali kesalahan yang pernah ia lakukan, hingga menyakiti hati wanita yang sangat dicintainya.

"Kakaaaaak," pekik Nissa langsung menghampiri Prilly dan memeluknya seraya mencium kedua pipinya.

Prilly tersenyum mendapat perlakuan manis itu dari Nissa. Saat Nissa menyadari ada Cinta di sana, lalu ia segera melepas pelukannya.

"Eh, ada Cinta. Gimana kabarnya?" sapa Nissa yang tak lagi memiliki dendam kepada wanita yang pernah dia benci dulu.

"Baik Mbak," jawab Cinta seraya menjabat tangan Nissa.

"Hallo Capt, dari mana?" tanya Ali berpindah tempat mendekati Tius yang duduk terpisah dengan meja para wanita itu.

"Dari ngantar USG. Kamu sendiri?" balas Tius sambil menulis pesanannya di kertas yang pelayan tadi berikan.

"Ngantar belanja bulanan, tadinya mau terus belanja buat perlengkapan anak, tapi malah ketemu si Cinta. Ya udah," jelas Ali tak acuh.

"Sudah bisa berdamai dengan Cinta, kamu Capt?" tanya Tius terkekeh terkesan meledek.

My Husband Is A Pilot (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang