1

64 2 3
                                    

"Abang!! lo kemana?"

Suara gadis berambut hitam panjang dengan syall biru terdengar kesal.

"Lo molor! Jadi gue tinggal." ujar seseorang di seberang sana.

"Trus gue naik apa?" suaranya masih terdengar sebal.

"Udah gue masih banyak urusan!" sambungan telepon pun terputus. Lebih tepatnya diputuskan secara sepihak.

Gadis itu, Ainka namanya berdecak sebal sambil memandangi layar ponselnya.

"Awas aja ya! Begitu ketemu gue cincang!!" gerutunya sambil terus berjalan dan memandangi layar ponselnya. Ia berjalan dengan tergesa-gesa mengingat hari ini ia ada janji dengan teman. Teman yang ia kenal lewat sosial media namun sudah ia anggap sebagai teman dekatnya, mereka sudah beberapa kali bertemu setelah perkenalan lewat sosial media. Dan pertemanan mereka berdua berlanjut hingga sekarang.

Bruk!!

"Aduh! Telapak tangan gue." rintihnya

"Shit!" umpat seseorang

Ainka melihat asal suara itu, lelaki dengan syall biru yang sama persis dengan miliknya sedang memungut benda yang dibawanya.

"Hm, i'm sorry sir..."

Lelaki itu mendongak menatap Ainka dengan tatapan setajam elang. Ainka menelan ludah, merasa bersalah. Sangat bersalah malahan, pasalnya barang yang dibawa lelaki itu adalah sebuah kamera yang harganya bisa dibilang tidak murah.

"I will change that's things sir, don't worry," ujar Ainka.

Lelaki itu hendak bicara namun tangan Ainka mengintrupsi agar ia tidak perlu bicara.

"Wait!" ujar Ainka.

Ainka menekan nomor di ponselnya.

"Halo bang!"

"Apa lagi?"

"Gue butuh lo sekarang, penting! Urgent!"

"Apaan sih dek?"

"Gue ngerusakin kamera orang! Udah jangan banyak tanya, ini orang gue kasih alamat lo ya. Trus lo urus, gue minta tolong banget ya bang. Plis!!!"

"Ah elah! Yauda!"

"Thankyou, my bro!!"

Setelah Ainka memutuskan sambungan telepon abangnya, ia mengeluarkan selembar kertas dan menuliskan alamat kantor abangnya. Disobeknya kertas itu lalu ia sodorkan kepada lelaki tersebut.

"This is my brother's office address. His name is Ramon, you can ask him to change your camera." ujar Ainka sambil tersenyum.

Namun bukannya mengambil kertas yang disodorkan Ainka, lelaki itu malah menatap datar Ainka. Merasa ditatap yang kurang mengenakkan, Ainka berdehem dan kembali menyodorkan kertas bertuliskan alamat kantor abangnya.

"Sir... this..."

Belum sempat Ainka menyelesaikan kalimat, lelaki tadi berujar, "Gak bertanggung jawab!"

Ainka diam sejenak, mencerna kalimat yang diucapkan lelaki tersebut. Astaga! Ternyata orang ini asal Indonesia.

"Are you Indonesian?" tanya Ainka memastikan pendengarannya.

"Bodoh!!"

Ainka melongo mendengar ucapan lelaki tersebut.

"Apa?! Lo bilang apa barusan?!"

"Selain tidak bertanggungjawab dan bodoh, kamu tuli ya,"

"Eh! Sembarangan aja ya kalo ngomong! Emangnya lo siapa, berani-beraninya bilang gue gak bertanggungjawab dan bodoh, sekarang pake ditambahi tuli segala!" cerca Ainka tak terima dengan semua ucapan lelaki itu yang menganggap dirinya tak bertanggungjawab, bodoh dan tuli.

"Pertama, kamu udah ngerusakin kamera saya. Tapi kamu malah minta kakak kamu untuk menyelesaikan masalah yang kamu buat. Kedua, kamu adalah gadis ceroboh dan bodoh, sudah tau lagi jalan kenapa masih main handphone. Ketiga, kamu sudah tau saya orang Indonesia masih tanya lagi, apa namanya itu kalau bukan tuli."

Ainka geram sekarang, merasa harga dirinya diinjak-injak oleh lelaki asing yang ada dihadapannya sekarang ini, tangannya mengepal dan rahangnya mengeras. Emosinya sudah memuncak sampai di ubun-ubunnya.

"Denger ya! Pertama, udah untung gue mau ganti kamera lo. Tapi niat baik gue malah elo anggap ketidaktanggung jawaban gue. Serah gue lah mau minta tolong abang, kakek, bahkan buyut gue buat ngegantiin kamera lo. Hak gue itu, yang penting gue mau gantiin kamera lo dan lo harusnya nggak mempermasalahkan hal itu dan menganggap gue tidak bertanggungjawab!"

"Yang kedua, lo bilang gue ceroboh? Ngaca dong! Harusnya lo juga sadar, kalau lo itu juga salah. Ngapain juga coba jalan malah ngelihatin kamera lo dan sampai akhirnya nabrak gue. Dan yang ketiga, gue cuman mastiin kalau elo tuh orang Indo. Bertanya untuk memastikan bukan hal yang salah kan? Jadi lo itu nggak ada hak buat bilang gue kaya gitu tadi!"

"Percuma juga gue ngomong sama lo!" ujar Ainka sambil menunjuk lelaki itu dengan jari telunjuknya. Ainka beranjak pergi sambil menyenggol bahu lelaki itu. Namun sebelum Ainka melangkah lebih jauh lagi, ia berbalik dan berteriak.

"Terserah lo mau dateng ke kantor abang gue atau nggak. Yang penting gue udah punya niat buat ngegantiin kamera lo!"

Setelah selesai dengan ucapannya Ainka berbalik dan beranjak pergi. Sedangkan lelaki tersebut hanya diam saja, ia pun hendak beranjak pergi namun dia merasakan sesuatu di bawah sana. Ia menunduk dan menemukan sebuah buku. Buku bersampul dengan gambar empat musim, ia mengambil buku itu dan mendengus.

***

"Nyebelin banget kan tuh orang Sal! Benci gue!"

"Inget, cinta dan benci hanya dipisahkan satu ruang yang sempit."

"Dih! Apaan sih lo, ngarang tau ga!"

"Yee, dibilangin juga."

"Udah deh ganti topik aja."

"Trus gimana sama Sahabat Pena lo?"

"Kalau udah sering ketemu masa iya masih dianggep sahabat pena sih, Sal?"

"Tau dah, gue asal aja kalo ngomong."

"Ishh, belom ketemu tadi dia ada acara mendadak dan gue kena insiden tadi pagi. Yauda kita batal ketemu."

Salsa-sahabat Ainka yang di Jakarta- hanya mengangguk, kemudian ia pamit ke Ainka, ada urusan sebentar. Biasa anak kuliahan, paling juga sibuk sama tugas dari dosen kalau nggak ya persiapan quiz buat besok paginya.

Setelah mematikan skype, Ainka beranjak dari tempat tidur dan melangkahkan kakinya menuju dapur, ia berniat membuat segelas coklat hangat, karena udara disekitarnya berubah menjadi dingin.

Perlu kalian tau, Ainka sekarang berada di London. Jangan tanya kenapa, karena ia sedang menikmati musim dingin di London. Sedingin apapun sekarang, sebanyak apapun asap yang keluar dari mulutnya, Ainka tidak pernah peduli. Ia selalu saja menikmatinya, menikmati setiap detik yang ia rasakan di sini. Menikmati butiran salju yang turun, tak peduli sedingin apapun, Ainka tetap saja selalu suka dengan salju. Bahkan dia rela menukar apapun hanya dengan supaya ia bisa bermain dengan salju. Tapi bukan hanya salju saja, ia juga suka dengan bunga yang bermekaran, ia juga suka dengan daun yang berguguran bahkan ia juga suka dengan panas matahari yang bisa saja membuat kulitnya menjadi hitam.

Namun itu semua tidak akan merubah kecintaannya kepada musim. Ainka sangat menyukai musim, entah apa yang membuatnya bisa sejatuh cinta ini dengan musim yang selalu berganti tiap tiga bulan sekali di belahan dunia.

Dan ia yakin akan satu hal, musim diciptakan oleh Tuhan untuk dinikmati oleh setiap hambanya. Mungkin dengan cara ini, Tuhan memberitahu bahwa mereka harus senantiasa bersyukur dan memanfaatkan alam untuk kelangsungan hidup mereka.


---------------^_^--------------

Halo my lovely readers,
Alhamdulillah akhirnya bisa juga update ini cerita *asikkk, sorak gembira*
Gimana nih part 1 nya? Aku harap kalian bakal suka(:
Jangan ragu buat ngasih komen, saran dan kritik *apalagi vote;p hehe
Karena dengan adanya apresiasi kalian, itu tuh merupakan kebanggan sendiri buat aku.
Happy reading ya buat ceritaku yang ini;;)
Next chapter semoga makin banyak yang baca. Aamiin

Kecup manja,
dpr

SEASON (Karena Dibalik Musim Ada Cerita)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang