8

11 1 0
                                    

"Ngapain lo senyum-senyum sendiri?"

Ramon menegur Ainka di halaman belakang rumah. Ainka duduk di tepi kolam, memasukkan sebagian kakinya sambil bersenandung. Ramon duduk disebelah Ainka dan melakukan hal yang sama.

"Bang, lo pernah ngerasa kayak dada lo kena sengatan listrik gitu?" tanya Ainka antusias dan kedua bola matanya berbinar.

Ramon mengernyit lalu bola matanya melihat langit, menunjukkan bahwa ia tampak berfikir.

"Hmm, nggak." jawab Ramon akhirnya setelah beberapa detik ia berfikir. Ainka mendengus kecewa.

"Yah, masa sih?"

"Emang kenapa? Lo lagi ngerasain gitu dek?"

Ainka mendongak menatap mata Ramon.

"Nggak!"

"Mata lo gak bisa bohong Ka,"

Ainka menghela nafas, percuma juga ia menutupi toh pada akhirnya Ramon juga tau. Ainka tidak bisa berbohong pada Ramon, karena abangnya itu selalu mengerti. Terlalu mengerti lebih tepatnya.

"Gimana ya bang, gue baru juga ketemu sama dia tiga kali. Dan tiap gue bareng dia tuh rasanya nyaman aja, nyambung gitu kalo diajak ngomong."

Ramon diam sejenak, mencerna kalimat Ainka. "Lo jatuh cinta dek,"

"Hah?!" Ainka terkejut mendengar perkataan Ramon.

"Baru ketemu udah nyaman, baru ketemu udah nyambung, baru ketemu udah bisa bikin perut lo kayak kena serangan listrik. Apa namanya coba kalau gak jatuh cinta?"

Ainka diam sejenak, berpikir. Benar juga apa yang dikatakan Ramon, baru kali ini Ainka merasakan perasaan aneh. Dari segi interaksi, sudah banyak lelaki yang pernah mendekati Ainka namun Ainka tidak pernah merasakan perasaan ini sebelumnya. Hanya dengan Elang dia merasakannya.

"Apa iya ya bang?" tanya Ainka lebih menyerupai gumaman.

"Bawa ke rumah lah,"

Refleks Ainka menoleh, bawa kerumah? Emang Elang barang apa pakek di bawa kerumah segala.

"Ye!!! Lo pikir dia apaan, pakek dibawa segala."

"Maksud gue, lo ajak dia kerumah. Kenalin ke gue, mama sama papa."

"Orang belom ada apa-apa juga."

"Lah, emang kalo dibawa ke rumah harus ada apa-apa?"

Ainka tersentak, mencerna kalimat Ramon. Benar juga, di ajak main ke rumah nggak harus ada apa-apa kan ya, status pertemanan kan juga bisa. Emang apa yang Ainka harapkan. Elang menjadikan dirinya seorang kekasih pujaan hati? Lagi pula Ainka belum tau seluk-beluk Elang. Apakah Elang masih single, atau bahkan udah punya seorang istri pun Ainka belum tau. Tapi kalau dilihat-lihat sepertinya Elang masih jomblo.

"Dek, kalau jatuh cinta pastikan kamu jatuh cinta ke orang yang tepat," lanjut Ramon.

"Ya kali bang, kalau kayak gitu mah enak. Kan jatuh cinta gak bisa di rencanain. Emang bisnis lo yang di planing kan."

"Maksud gue, pastikan dulu dia jomblo biar gak berabe nantinya."

"Udah ah, gue mau tidur. Ngantuk, hoams" Ainka beranjak dari pinggiran kolam dan meninggalkan Ramon.

"Yah! Gak asik, tidur mulu."

"Biarin wek," Ainka melangkahkan kakinya menuju pintu pembatas dapur dan halaman belakang.

"Ah ngebo lo!" teriak Ramon ketika Ainka memasuki dapur, namun Ainka tak menghiraukannya.

***

Malam ini udara di Paris terasa hangat bagi Elang, walaupun salju dengan setia turun seakan tak ada beban yang ia tanggung. Elang menatap langit malam, tak ada bintang. Mungkin mereka sengaja bersembunyi karena malu melihat seorang lelaki yang sudah bertunangan namun merasakan getaran aneh pada seorang gadis lain. Yah, seorang gadis yang mungil, memiliki senyum yany manis dan bola mata yang bisa membuat orang merindukannya.

Rindu?

Apakah ini namanya rindu? Rasa yang Elang rasakan ketika berada jauh dari gadis itu dan selalu memikirkannya. Bahkan Elang baru tiga kali bertemu dengannya, namun begitu besar pengaruh gadis itu padanya.

Drrtt!!

Handphone di saku celana Elang bergetar, menandakan bahwa ada pesan masuk. Di usapnya layar handphone Elang, sebuah pesan dari Sanda.

Hai, bagaimana kabarmu? Sepertinya keindahan Paris membuatmu lupa untuk menghubungiku. Segera kabari aku jika kamu tak sibuk. Aku merindukanmu.

Elang menghela napas. Sanda, gadis yang terjebak dalam perjodohan keluarga. Sebenarnya Elang tak ingin bersama Sanda karena bagi Elang, Sanda adalah sahabat masa kecilnya. Namun apa daya, kedua keluarga besar memaksa mereka bersama. Elang mengetikkan balasan sms kepada Sanda.

Kabar baik, San. Kamu bagaimana? Makan yang teratur, jaga kesehatan, lusa aku pulang.

Elang menekan tombol kunci. Namun dia membuka lookscreen dan membuka aplikasi line. Mencari kontak dengan nama Ainka. Dia mengscrolldown kontak dan akhirnya muncul nama Ainka.

Elang : Hai

Satu menit, dua menit sampai lima menit berlalu belum ada balasan dari Ainka. Elang memutuskan untuk beranjak dari balkon hendak masuk ke kamar namun menyalanya layar handphone Elang mengurungkan niatnya. Satu notification terlihat.

Ainka : Hai,

Elang tersenyum. Elang mengernyit, ia tersenyum hanya karena balasan Hai dari Ainka. Masih waraskah dirinya? Elang terkekeh sambil menggelengkan kepalanya.

Elang : Belum tidur? Sudah malam.

Ainka : Insom El.

Elang : Minum hot chocolate.

Ainka : Gk ngefek, orang aku udah sering minum gituan.

Elang : Apa mau aku temenin sampai tidur?

Ainka : Kamu sendiri gak tidur?

Elang : Belum ngantuk,

Ainka : Oh ya ya

Elang : Besok free?

Ainka : Free kok,

Elang : Jalan yuk,

Ainka : Kemana?

Elang : Rahasia :p Sekarang kamu tidur gih. Udah malem banget In,

Ainka : Ok, night(:

Elang : Night too :)

Elang mengunci handphone dan tersenyum menatap langit. Ia tersenyum sambil menyentuh dadanya. Ia merasakan dadanya berdetak sedikit lebih cepat. Detakan yang belum pernah ia rasakan.








---------------^_^--------------
tbc

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 14, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SEASON (Karena Dibalik Musim Ada Cerita)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang