Bab 1

68.3K 2K 85
                                    


"Halo.." Dinda langsung menjawab ponselnya tanpa melihat siapa yang sudah meneleponnya. Kebiasaan buruk..

"Aku itu nggak mau ya nikah sama kamu! Karena orangtuaku aja yang maksa. Dan juga karena ayahku yang sering jatuh sakit belakangan ini."

Dinda langsung cemberut mendengar suara diseberang telepon itu dan langsung memutuskan sambungan teleponnya.

Cowok gila..nggak ada angin nggak ada hujan nelpon-nelpon langsung bilang nggak mau nikah dengannya. Dipikirnya dia siapa? Bah..salah orang ni cowok! Apa dipikirnya cuma dia sendiri yang nggak mau menikah? Aku juga kales..Sok kecakepan banget sih tu cowok. Pengen lihat 'wujudnya' ntar gimana kalau sudah aku hajar habis mpe babak belur. Jadi makin penasaran seperti apa sih tampang cowok rese itu mpe segitunya ngomongnya bikin hati langsung 'nyess' aja!

Memang hingga saat ini Dinda dan cowok rese,calon suaminya itu belum pernah bertemu dan sekalinya mereka berkomunikasi via telepon ya barusan tadi. Tapi cowok itu ngomongnya udah langsung nyelekit banget. Dasar cowok error..

Dinda sendiri juga nggak tahu seperti apa tampang calon suaminya itu. Pernah sih ibunya menyodorkan foto calon suaminya itu untuk dilihatnya tapi dia ogah melihatnya. Buat apa?Toh bagaimanapun dia tetap harus menikah dengan cowok yang sudah dijodohkan ibunya itu. Menurut ibunya sih calon suaminya itu cukup ganteng dengan kulit sawo matang persis seperti pangeran dari India dengan rambut hitam bergelombang dan dia juga seorang dokter spesialis. So..bisa dipastikan Dinda nggak bakalan menyesal menikah dengan cowok itu. Sudah ganteng,mapan lagi..Terlebih calon mertuanya itu teman baik ibunya jadi Dinda sudah tentu akan disayang dan diperlakukan dengan baik oleh keluarga cowok itu.

Calon suami Dinda itu tinggal di Jakarta sekarang ini sedangkan Dinda sendiri kuliah dan kost di Medan. Ibu Dinda tinggal sendirian di Sidempuan semenjak ayahnya tiada. Sidempuan itu jauhnya sekitar delapan jam-an dari Medan. Sesekali ibunya datang berkunjung menengok Dinda di Medan. Dan tiap liburan semester Dinda selalu pulang ke Sidempuan. Berkali-kali sudah dia membujuk ibunya agar mau pindah dan menetap di Medan saja. Tapi ibunya selalu menolak. Dengan alasan,sayang jika rumah mereka itu dijual kalau harus pindah ke Medan. Banyak kenangan indah tentang ayah di rumah itu kata ibunya.

*******

"Mak,aku itu hanya ingin melanjutkan kuliahku. Bukannya ingin menikah. Kenapa aku malah jadi dijodohkan sih? Aku nggak mau ya mak!" kata Dinda kesal kepada ibunya waktu ibunya mengharuskannya menikah dulu sebelum dia meneruskan kuliahnya.

Gimana nggak kesal coba? Masa mau melanjutkan kuliah saja harus menikah dulu? Coba pikir.. apa masih ada orangtua seperti ibunya ini di zaman sekarang ini yang masih mengharuskan anaknya menikah dulu sebelum mengizinkan anaknya untuk melanjutkan kuliahnya hanya karena ibunya takut anaknya bakalan 'kenapa-napa' kalau anaknya bersikeras ingin melanjutkan kuliah S2-nya ke pulau Jawa? Ah..Ibunya ini memang kolot betul!

"Nggak bisa! Kau tetap harus menikah dulu sebelum kau melanjutkan kuliahmu!" Sahut ibunya tegas tidak mau mendengar bantahan apapun lagi dari mulut Dinda yang sudah capek berkoar-koar dari tadi hanya agar ia tidak disuruh menikah dulu sebelum melanjutkan kuliahnya ke Program Magister.

"Tapi mak,aku itu ingin melanjutkan kuliahku ke Jakarta bukannya mau ngungsi ke planet lain. Kenapa juga aku mesti menikah dulu? Aneh betul! Dan lagi Sidempuan-Jakarta kan nggak jauh. Naik pesawat dari Medan,dua jam-an juga sudah sampai Jakarta. Sedangkan Sidempuan ke Medan aja bisa lebih lama dari itu. Delapan-an jam lebih." Kata Dinda mencoba memberi ibunya pengertian agar membatalkan titahnya yang menyuruh Dinda untuk menikah dulu sebelum meneruskan kuliahnya ke Jakarta.

Pelangi Hati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang