Bab 4

22.7K 1K 32
                                    

Dinda mengintip keluar jendela kamarnya dan melihat bulan bersinar sangat terang. Ah..rupanya malam ini bulan purnama.
Dindapun segera keluar ke halaman disamping rumah untuk melihat dengan jelas lewat pintu yang terhubung dari kamar ke halaman disamping rumah sehingga dia tidak perlu keluar kamar dan berjalan memutar menuju ke halaman disamping rumah.

Ditaman disamping rumah ada sebuah gazebo tempat untuk duduk-duduk bersantai dengan mawar yang merambat di tiang-tiangnya. Disekelilingnya ditanami berbagaimacam bunga. Dari mawar,melati,tali sepatu,kaca piring dan sebagainya. Ada aneka anggrek juga digantung di langit-langit gazebo. Dan tidak jauh dari gazebo ada air terjun mini dengan kolam ikan kecil yang diisi dengan aneka ikan hias mungil.

Gazebo ini langsung menjadi tempat favoritnya begitu tiba di rumah Dimas. Rasanya seperti berada dalam dunia peri yang jauh dari jangkauan tangan manusia. Aman dan tenang..
Dinda senang sekali duduk-duduk di gazebo ini menikmati semilirnya angin malam atau sambil membaca novel favoritnya ditemani dendang lagu-lagu kesukaannya. Terutama ketika dia merasa sangat kesepian dan rindu kepada ibunya seperti malam ini.

Aroma beraneka macam bunga yang ditanam disekeliling gazebo langsung memenuhi penciumannya begitu Dinda duduk digazebo. Dipandangnya langit malam..ah..cantiknya..Apalagi ketika sedang terang bulan begini dengan langit yang penuh bintang-bintang begitu.

Hm..tidak terasa sudah hampir sebulan sudah sejak Dinda tiba di Jakarta,di rumah Dimas. Ibu dan namboru-nya (ibu mertua) yang ikut menyertai mereka ke Jakarta pun sudah lama pulang kembali ke Sidimpuan dan Medan. Sekarang tinggallah dia berdua saja disini dengan Dimas ditemani Pak Dito,supirnya Dimas dan istrinya Bi Surti yang bantu-bantu pekerjaan di rumah Dimas.

Ah..Dinda jadi ingat awal ia tiba di rumah ini.

*******

Hari sudah hampir menjelang siang ketika mereka akhirnya tiba di Jakarta. Pak Dito,supirnya Dimas sudah menunggu mereka dari tadi di bandara. Ibunya dan ibunya Dimas ikut serta juga dengan mereka. Ibunya tentu saja selain ingin mengantarkannya juga ingin tahu seperti apa parbagasan-nya. Seperti apa rumahnya Dimas tempatnya akan tinggal. Dan ibunya Dimas yang tidak enak hati kalau membiarkan ibunya pergi sendiri tentu saja jadi ikut juga menyertai mereka. Hitung-hitung refresinglah sehabis hajatan besar,kata namboru-nya itu. Sedangkan amangboru-nya,ayahnya Dimas tidak ikut dengan mereka karena masih banyaknya pekerjaan yang menumpuk karena kemarin sempat sibuk mengurusi persiapan ngundoh mantu.

"Amangboru-mu itu memang Dinda kalau sudah menyangkut dengan pekerjaannya suka sekali lupa waktu. Padahal kondisi tubuhnya sudah tidak seperti dulu lagi. Sebentar-bentar inap di Rumah Sakit karena kecapekan. Tapi degil (bandel) betul kalau diberitahu. Suka masuk telinga kanan,keluar telinga kiri." omel ibu mertuanya kepada Dinda.

Dinda hanya tersenyum saja mendengarnya. Dia tahu ibu mertuanya bersikap begitu karena sayang dan cemas melihat kondisi amangboru-nya yang bolak-balik jatuh sakit.

"Sudahlah mak..Mamak seperti nggak tahu saja bagaimana sifat ayah. Ayah itu justru makin sakit kalau disuruh diam saja dirumah." Kata Dimas waktu itu,membela ayahnya.

"Rumahmu adem sekali bere. Suka nantulang melihatnya. Sepertinya Dinda juga bakalan betah disini." Kata ibunya tersenyum senang sambil melihat kesekeliling rumah Dimas begitu merekasampai dirumah Dimas.

Rumah Dimas didominasi warna-warna pastel lembut yang menyejukkan. Mulai dari warna cat dan furniturenya. Disudut teras halaman depan rumahnya ada kolam air mancur kecil dengan beberapa ikan mas yang berenang-renang kesana-kemari. Di halaman rumahnya ditanami rumput hias dan tanaman perdu yang dikelilingi aneka macam bunga. Ada jalan setapak kecil dengan batuan kerikil putih yang membelah taman. Disekeliling rumahnya Dimas juga ditanami beberapa pohon mangga dan jambu yang sedang berbuah. Jadi hasilnya seperti kata ibunya,adem.

Pelangi Hati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang