Disini lah aku. Duduk di meja makan dengan Danny dihadapanku yang tak henti-hentinya memarahiku.
"Kamu tuh tadi masuk ruang bk dan kamu malah cabut? Kamu mau hukuman kamu makin banyak? Nulis essay aja belom selesai, malah cabut. Kamu kok bisa mikir buat cabut gitu sih? Ha?" Omel Danny, nyaris membentak.
Ya gue cabut juga gara-gara lo nyebelin, bikin gue bete.
"Kamu marah sama aku gara-gara aku becandain kamu tadi pagi? Iya? Ini nih, yang kadang bikin aku bingung sama kamu. Kamu tuh gampang banget bete. Sifat kamu tuh terlalu kekanak-kanakan, Val. Tolong dong berubah. Kalo kamu gini terus, yang repot bukan cuman aku, tapi banyak orang yang mungkin baru kenal sama kamu. Kamu gak bisa gini terus."
Aku hanya diam sambil meremas ujung seragamku. Sesak. Itulah yang aku rasakan. Aku kira Danny akan meminta maaf padaku karena cara bercandanya yang keterlaluan itu. Tapi sekarang, secara tidak langsung, Danny bilang kalau aku itu merepotkan.
"Kamu minta aku bantuin kamu buat bikin essay, tapi kamu malah cabut. Gimana sih? Emang kamu pikir aku gak ada pelajaran apa pas itu? Tapi, yang di bantuin malah pergi kayak gapeduli sama tugasnya sendiri. Cila aja bisa selesai tanpa bantuan aku. Coba dong kamu kayak Cila, mandiri."
KOK JADI CILA SIH ANJIR???
"Kamu tadi cabut kemana? Bikin khawatir aja. Aku sama Cila nungguin kamu di mobil, tapi kamu gatau kemana. Terus tadi temen aku bilang dia liat kamu cabut. Cila, yang temen baru kamu juga khawatir sama kamu. Dia takut kamu kenapa-napa."
Penat. Aku sudah kesal sekali mendengar Danny bicara tenang Cila. Cila ini lah, Cila itulah. Cukup.
"Ya emang aku minta kamu buat khawatir sama aku? Enggak kan? Aku emang minta kamu buat bantuin aku, tapi apa? Kamu malah asyik becanda sama Cila. Sebenernya yang minta di bantuin tuh siapa? Cila apa aku?" Ucapku dengan nada tinggi.
Capek ati bray, daritadi denger Danny marah-marah mulu. Sumpek.
"Aku capek, aku mau istirahat. Mending kamu pulang deh."
"Val, kamu--"
"Pulang sana ih!"
Danny pun yang terlihat syok karena aku membentaknya pun hanya bisa diam.
"Aku kesini karena aku khawatir sama kamu dan ini yang aku dapet karena aku udah khawatir sama kamu?" Kata Danny diiringi tawaan hambar.
"Aku udah bilang kan? Aku gak minta kamu buat khawatirin aku." Ucapku ketus lalu naik ke kamarku. Dan tidak lupa, membanting pintu.
Rasanya hari ini lelah sekali. Padahal aku hanya duduk di Starbucks sambil menonton film. Tapi lelah yang aku maksud bukan lelah karena banyak aktifitas, tapi kali ini aku lelah karena banyak fikiran.
Danny cukup menyebalkan hari ini. Rasanya pengen jambak rambutnya biar sadar kalo dia luar biasa nyebelin.
Aku memilih untuk segera membersihkan tubuhku karena rasanya lengket sekali.
Setelah mandi, aku merasa mengantuk lalu aku tertidur. Yaiyalah, masa orang ngantuk disuruh jumpalitan? Ya kali pak.
×
Aku terbangun karena, entahlah, mungkin aku sudah merasa cukup tidur dan akhirnya tubuhku memutuskan untuk bangun. Atau mungkin aku bangun karena sekarang sudah jam 8 malam.
Fix dd pasti gabisa tidur malem ini.
Aku bangkit lalu duduk di meja belajar karena aku harus menyelesaikan essay laknat ini.
Saat sedang mengerjakan essay, handphoneku berdering tanda ada panggilan masuk.
Incoming call from Bunda...
KAMU SEDANG MEMBACA
Drugs
Short StoryRasa suka aku ke kamu kayak narkoba. Memabukkan tapi mematikan. Tapi ujung ujungnya aku harus terbiasa tanpa kamu walau menyakitkan. Aku harus bisa, karena aku dan kamu emang gak bisa bersatu. "You're the drugs, then i'm the victim. I need you despe...