Pelukis Paruh Waktu di Balik Perisai

24 0 0
                                    


Ironi justru terjadi dalam jarak sebutir beras.

Saat aku melukis cahaya dengan nada rindu, dengan kamu di pelupuk mata. 

Detik itu juga kamu meletuskan mesiu berbau asam. 

Satir, lengkap dengan seringai. 

Aku tahu kamu sadar Putra.

Cinta ini pun hanya sebatas gulali lembut yang mudah hancur oleh enzim legalitas. 

Kencana pun masih berlindung dengan kaca tipisnya. 

Semua masih terbungkus rapi dalam sebuah jeruji besi. 

Karena rasa ini rapuh. Lebur oleh kokohnya otoritas Pemilik Semesta. 

Tidak ada yang mendamba kamu seutuhnya, Putra. 

Senyum kulum yang berkesinambung oleh redupnya senja sudah cukup bagiku. 

Mungkin kamu bisa menyebutku pecandu rahasia. 

Dan kamu bebas berkecipak di langit jinggamu.

Best Regards

Pita Hujan.  

[ Puisi & Prosa ] Pelukis Aksara. Pujangga Kuas Warna.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang