7

12 0 0
                                    

Aku harus bagaimana ini? Apakah detak jantungku yang berdetak lebih kencang dari biasanya akan terasa oleh punggung Alfian? Bagaimana ini? Ah, batinku memaksaku untuk berpikir. Terus berpikir keras, Elmira! Kalau tidak bisa memberikan jawaban yang tepat maka harus melakukan sesuatu untuk mengulur waktu memberikan jawabannya.

"El?" Dia memanggilku sambil memperlambat langkahnya. Entah karena dia ingin memastikan jawabanku atau karena kelelahan menggendongku.

"Elmira? Jawab dong!" Parah. Dia meminta jawabannya sekarang. Mengapa tidak bisa ditunda nanti minggu depan saja, sih?

"Elmira, kamu gak tidur, kan?" Dia menghentikan langkahnya memastikanku. Sementara itu aku yang merasa diberi ide itu langsung kegirangan dalam hati dan langsung berpura-pura tidur bersandar di bahunya.

"Oke. Aku tunggu sampai kamu mau jawab. Ya sudah, sekarang lebih penting kesembuhan kakimu dulu. Itu lebih penting. Yaaa lebih penting daripada aku yang susah payah gendong kamu dan nembak kamu tapi kamu malah tidur." Gerutunya sambil kembali berjalan. Aku bisa membayangkan ekspresi wajahnya yang kesal dan kecewa karena aku tidak menjawabnya.

Akhirnya aku sampai di tempat tidurku. Alfian pamit kepada Bi Ijah setelah mengantarku ke kamar dan membaringkanku di tempat tidur. Dia sempat menanyakan Mama dan Papa. Tentu saja dia tidak akan bertemu dengan Mama dan Papa, setelah mereka berlibur ke Bali selama tiga hari, selang satu harinya mereka lantas melakukan perjalanan bisnis ke China.

Lantas aku langsung bangun dari tempat tidurku menuju balkon, berusaha melihatnya pulang. Ah, susah sekali rasanya berjalan dari tempat tidur ke balkon. Tapi tak apa, aku ingin memastikan apakah dia pulang atau masih nongkrong di depan rumahku meminta jawaban. Tidak, tidak, tidak! Elmira, berpikir rasional saja! Aku jadi sedikit gila sekarang ini.

Aku meminta bantuan Bi Ijah untuk mengganti baju. Ah, betul. Apakah Alfian tidak kelelahan setelah menggendongku dan membawakan tasku? Aku masih ingat dia membawakan tasku dengan menggantungkan di lehernya. Oh Elmira, sungguh. Sekarang kamu adalah gadis paling jahat sedunia.

Tasku berisi perlengkapan pementasan. Tapi tidak terlalu banyak. Hanya baju ketika aku datang ke ruang ganti, sepatu, handuk, dompet, handphone, dan perlengkapan pribadiku lainnya seperti parfum.

Sudahlah. Lagipula siapa suruh dia mengantarku pulang. Sangat memaksa. Apa mungkin dia memaksa hanya karena untuk menyatakan cintanya? Benar-benar gila.

Terlepas dari apa yang terjadi hari ini, mulai dari kakiku yang cedera, kemenanganku, kekesalanku pada Alfian, aku terjatuh karena Alfian melepaskanku ke belakang begitu saja, hingga dia menyatakan cintanya padaku, aku sangat senang hari ini. Entahlah, aku senang hari ini. Tidak kurang.

***

Beberapa minggu setelah kejadian itu, aku kembali ke sekolah seperti biasa. Memang kakiku sudah sembuh seminggu setelah aku cedera, tapi aku masih butuh istirahat untuk sembuh total. Mas Ido benar, dalam waktu seminggu pun aku pasti sudah bisa berlari lagi. Dia memang dokter sungguhan. Sekarang aku tahu itu.

Seperti biasa aku melihat Aby berjalan terhuyung-huyung di koridor menuju kelas. Aku yang berada di belakangnya mencoba untuk bersikap jahil. Tapi, dia dalam keadaan setengah sadar. Aku mengurungkan niatku. Lantas aku hanya menyapanya dengan biasa.

"By. Aby tungguuuuuuu!" Teriakku padanya sambil sedikit berlari untuk menyusulnya.

Aku tak takut mendapat hukuman karena berteriak-teriak. Lagipula ini masih jam 6 pagi. Hanya Aby yang datang ke sekolah sepagi ini. Dia adalah kuncen sekolah. Tapi aku pun berangkat ke sekolah sepagi ini karena ingin memastikan sesuatu pada Aby. Hei, sudahlah. Kalian pasti sudah mengetahui maksudku.

Menata Puing HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang