Siegfried Larson adalah orang paling menyebalkan yang pernah kutemui.
Sebenarnya dia tidak semenyebalkan itu, tapi setidaknya aku pernah menganggapnya seperti itu selama enam tahun. Sampai sekarang aku masih sering tertawa sendiri setiap kali teringat akan hal itu. Bisa-bisanya dulu kami sesengit itu, padahal kami tidak pernah saling bicara sekali pun.
“Sampai sekarang aku masih tidak percaya!” ujar Max Roswell setengah berteriak. Aku heran mengapa mereka harus memilih tempat seperti ini. Night club seperti ini jelas terlalu berisik untuk mengobrol, “Tiga tahun aku bekerja di Green Haven dan ternyata selama ini kau yang menggajiku!”
“Kemarin aku melihatmu di Business Plan, Sieg! Aku benar-benar tidak menyangka kau bisa masuk majalah itu… That’s amazing!”
“Advertising, supplier mebel dan interior, asuransi, label rekaman… Kau mau menguasai dunia atau apa?” timpal Jude Perkins setengah bercanda.
“Kalau aku berhasil menguasa dunia, kau mau apa?” balas Siegfried santai, “Kalian pikir aku tidak bisa melakukannya?”
Semuanya tertawa mendengar pria itu mengatakan hal semacam itu dengan begitu ringan, seolah ia memang bisa menguasai dunia kapanpun ia mau.
Aku yang dulu tidak mungkin mau mengakuinya, tapi aku tahu orang seperti Siegfried Larson memang bisa menguasai dunia—tidak secara harfiah, tentunya, tapi sejak dulu aku tahu suatu saat nanti ia akan menginspirasi banyak orang.
Menginspirasi. Aku tidak percaya aku baru saja menggunakan kata itu.
Siapapun yang mengenal Siegfried yang dulu pasti setuju kalau dia itu orang aneh. Dia tidak pernah peduli dengan omongan orang, selalu bertingkah seenaknya sendiri. Tidak ada yang bisa menyaingi sifatnya yang ngotot dan tidak mau kalah—selain aku, mungkin... But that’s another story—tapi Itu jugalah yang membuatnya ‘lebih’ dibanding orang lain. Ia paling benci disamakan dengan orang lain dan tidak pernah ragu untuk melawan arus dan melakukan sesuatu yang baru dan ‘berbeda’.
Siegfried yang kukenal tidak akan mau menunggu kesempatan datang padanya. Ia akan menciptakan kesempatan itu sendiri kapanpun ia mau.
Yang membuatku terkejut bukanlah karena dia datang dengan Saladestar—oke, sebenarnya aku syok uga. Sedikit. Hanya sedikit!—tapi selain karena wajahnya dan gayanya yang tidak lagi berantakan seperti dulu, aku tidak pernah mengira bahwa dia akan terjun ke dunia bisnis. Aku selalu berpikir dia akan dikenal sebagai ilmuwan yang menciptakan teknologi supercanggih. Antara itu atau artis terkenal. Dulu dia sering sekali menyanyi tanpa kenal tempat dan waktu, dan suaranya memang unik. Dengan tingkahnya yang percaya diri dan apa adanya, aku yakin dia akan sangat populer. Ditambah lagi suaranya memang bagus—satu lagi hal yang tidak mungkin kuakui saat prep school dulu.
Tapi bisnis? Rasanya bisnis adalah hal terakhir yang mungkin disentuh oleh seorang Siegfried Larson. Terlalu banyak aturan dan terlalu banyak orang yang harus terlibat.
Tampaknya tujuh tahun itu cukup lama untuk mengubah banyak hal.
“Bagaimana denganmu, Char?” tiba-tiba pertanyaan Peeps memecah lamunanku.
“Eh?”
“Waktu itu kau mendapat beasiswa untuk kuliah di Belystad University, kan?” kali ini Melissa Gardiner yang berkomentar, “Fakultas hukum, kan? Bagaimana rasanya kuliah di univeristas nomor satu di Glenoma?”
“Kau kerja di mana sekarang? Atau jangan-jangan kau melanjutkan kuliah lagi?”
“Ah… Iya… Sebenarnya aku…”
KAMU SEDANG MEMBACA
Please be Careful with My Heart
ChickLitKehidupan tidak pernah berjalan sebagaimana mestinya. Setelah drop out dari universitas top se-Glenoma, Charlene Finn iseng-iseng ikut audisi penyiar radio Dales Tales sambil menunggu kabar novel pertamanya dari penerbit. Audisinya kacau balau, tapi...