Lima tahun yang lalu...
_________________________________________
Aku masih terdiam di sudut bar dengan suara musik menghentak di sekitarku seolah tak pernah berniat berhenti sedetik pun. Lampu yang berpendar menyilaukan dengan kombinasi warna yang menyebalkan terus menerus berpendar. Membuat suasana hatiku tidak membaik sedetik pun. Aku mencebik masam, sementara pria di depanku tersenyum mengejek ke arahku."Aku tidak akan memaksa. Memaksa tidak ada dalam kamusku." Suara beratnya mengintimidasi. Aku melirik bungkusan serbuk berwarna putih di depanku yang seolah memiliki tangan-tangan kasat mata dan memanggilku. Benar-benar ilusi bodoh!
Aku melirik di samping pria itu --yang memiliki nama Joe-- dan mendapati Aldo --temanku-- yang sudah teler dan sedang meracau tak jelas. Aldo tertawa keras dan terlihat bahagia setelah menghirup serbuk putih itu.
Akhirnya, tanganku menggapainya. Menginginkan kebahagiaan yang sedang Aldo rasakan. Dengan masih ragu, aku membuka bungkusan itu. Mulai mendekatkan kepalaku untuk menghidunya ketika kurasakan tarikan di leherku.
"Gotcha! Aku menemukanmu!" pekik sebuah suara yang anehnya, mampu menghalau suara-suara dentuman keras musik house di sekelilingku. Tidak lama setelahnya, muncul seorang gadis dengan mata paling bulat yang pernah kulihat di depanku. Kedua tangannya yang sebelumnya menarik leherku kini merengkuh wajahku. Membuat tatapan kami bertemu. Aku mematung untuk sesaat ketika dia tersenyum lebar kepadaku. Matanya tampak berbinar senang saat menatapku dan membuatku semakin mematung tidak mengerti. Siapa dia?
Dia melepas rengkuhannya. Beralih menatap Joe dengan masam.
"Hai Joe," sapanya ringan. "Aku harap kamu tidak terganggu, tapi pria ini dalam pengawasanku, Joe."
Joe mendengkus dan tersenyum sangar sementara aku masih bingung di tempatku berada. Antara sadar dan tidak sadar akibat pengaruh alkohol yang sebelumnya kuminum. Mereka saling mengenal?
"Siapa kamu?" tanyaku masih linglung. Aku mengerjap-ngerjapkan mataku. Berharap mengenali wajah gadis di depanku. Tapi tidak, aku sama sekali tidak mengenalnya.
Gadis itu hanya tersenyum lebar. Menampakan barisan giginya yang terlihat bersinar di dalam keremangan tempat ini. Oh aku pasti sudah sangat mabuk.
"Aku Tiara, panggil aku Ara. Dan sebaiknya kita segera pergi dari sini." Gadis itu lalu menarik lenganku dengan kasar. Aku hampir terhuyung. Tidak siap dengan apa yang gadis itu lakukan kepadaku.
"Ara." Gelegar sebuah suara sebelum aku memprotes perilaku gadis itu.
Kami berbalik. Menemukan wajah murka Joe yang membuatku menelan ludah susah payah. Jika gadis itu cerdas, seharusnya dia tidak ikut campur dalam masalah ini.
"Joe, kamu tidak bisa marah kepadaku. Kamu boleh ambil lelaki di sampingmu itu. Dia memang sampah, tapi dia masih bisa kuselamatkan, Joe."
Joe mendengkus keras. "Kamu masih memainkannya, Ara? Permainan pahlawan itu?"
Gadis yang katanya bernama Ara meringis. "Kamu tahu lebih baik dari itu, Joe," jawabnya datar. Dia lalu melirik arlojinya dan mendecak kesal. "Kuberi tahu Joe. Kamu mungkin ingin pergi dari sini sebelum polisi datang kemari."
"Ara," desis Joe terlihat sangat marah. Aku melirik gadis di sampingku yang hanya mengedikkan bahunya. Seolah tidak peduli dengan warna wajah Joe yang sudah berubah merah sepenuhnya. Aku yakin jika kami berada di film kartun, tanduk Joe sudah tumbuh dengan subur.
"Aku hanya memberi informasi, Joe. Dan kamu berhutang lagi kepadaku," jawabnya santai dengan menyeretku menjauh dari Joe.
Tidak tahan dengan perilakunya yang seenaknya, aku menepis tangannya. Terhuyung karena keseimbanganku yang terganggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEMORABILIA [repost]
General Fiction# After time series 1 Walaupun tidak ada satu orang pun di dunia ini yang peduli padamu. Yakinlah jika aku akan selalu peduli padamu.