Aura menatap kotak berpita itu dengan kerutan didahinya. Bagaimana ia bisa lupa mengembalikan kotak kado ini kepada sang pemilik? Ia memijat pelipisnya sekilas. Terpaksa nanti ia harus mengembalikan barang tersebut kepada Regan. Pria yang memiliki kepercayaan diri pangkat dua dengan tatapan dingin, bonus senyum yang sinis. Kenapa Diego Tristan yang begitu ramah bisa memiliki putera sedingin ini? Andai matahari di atas sana mampu melelehkan seorang Regan Tristan hingga dapat berubah ramah seperti Dieogo Tristan, Aura rela membuang rok pensil favoritnya yang memenuhi lemarinya ke tempat sampah!Dengan hati-hati Aura mengangkat kotak tersebut. Ia akam harus mengembalikan kotak ini kepada pemiliknya. Lagipula setelah dipikir-pikir tahu dari mana atasannya itu mengenai ukuran pinggangnya? Aura mengangkat kedua bahunya lalu memutuskan untuk meletakkannya di bawah kolong meja. Nanti ketika akan pulang, ia akan mengembalikannya kepada direkturnya yang menyebalkan itu.
Sorenya, setelah menemani Regan menemui beberapa klien penting dalam perusahaan mereka Aura memijat pelan telapak kakinya yang terasa pegal akibat terlalu lama mengenakan high heels dua belas sentimeternya. Belum lagi luka merah yang berada diujung sisi permukaan kakinya. Padahal biasanya ia akan baik-baik saja berapa lama ia mengenakan high heels seperti itu. Tapi entah mengapa hari ini kakinya terasa pegal. Apa karena sepatu baru ini belum terbiasa dengan pemilik barunya? Sepatu yang ia beli dengan potongan harga di sebuah butik ternama di ibukota tiga hari yang lalu dan baru hari ini ia memutuskan untuk memakainya.
Suara pintu terbuka membuat Aura menegakkan tubuhnya. Regan berjalan mendekati Aura. Mereka saling terdiam sebentar sebelum akhirnya Regan berkata, "Kerjamu sangat bagus hari ini."
Lalu tanpa menunggu jawaban dari bibir Aura, pria itu berlalu meninggalkan Aura dengan ekpresi tidak percaya. Ia tidak sedang salah dengar bukan? Regan Tristan baru saja memuji cara kerjanya! This is unbelieveable! Tanpa disadarinya sebuah senyum tipis terukir di bibir merah Aura.
"Ah!" pekiknya. "Kotak!" Too bad, Regan sudah menghilang dari pandangan matanya. Kalau begitu ia akan mengembalikan kotak ini besok pagi, putusnya. Lalu Aura memutuskan menjinjing high heelsnya daripada memakainya. Dalam hati ia berjanji tak akan mengenakan high heels yang menyiksa ini. Ia meraih tasnya memutuskan untuk pulang.
Damn! Teriaknya dalam hati ketika ia baru saja keluar dari lift. Ia lupa bawa mobil hari ini. Aura menepuk keningnya, karena terlalu keras, ia merasa perih dikeningnya. Bagaimana ia bisa begitu bodoh? Tadi pagi adiknya yang baru saja datang dari Malang meminjam mobil miliknya.
Terpaksa Aura berjalan ke luar gedung dengan bertelanjang kaki dan high heels miliknya yang tergantung di sebelah tangannya.
"Baru pulang neng?" sapa Satpam bagian depan gedung. Pak Karto namanya, sesuai dengan jahitan bordir yang tertera diseragam yang dikenakannya. Usianya kira-kira lima puluhan jika dilihat dari wajahnya yang terlihat tua dari umur sebenarnya. Namun beliau sudah bekerja di perusahaan ini sudah sepuluh tahun. Hebat bukan pengabdiannya?
"Iya nih, pak!"
"Lho kok sepatunya dibawa neng bukannya dipakai?"
"Iya pak. Kaki saya lecet dan pegal-pegal pakai sepatu ini. Jadi terpaksa tidak saya pakai, tapi saya bawa," jawab Aura lalu tertawa kecil.
Pak Karto pun ikut tertawa, "Si neng nih ada-ada aja. Nggak bawa mobil neng?"
Aura menggelengkan kepalanya, "Nggak pak. Saya naik taksi hari ini."
"Mau bapak bantu stop taksinya?"
"Nggak usah pak," cegah Aura. "Saya bisa kok sendiri. Permisi ya pak," lanjutnya lalu pamit dari Pak Karto mencari halte yang dapat menjadi tempat ia menunggu taksi.
Memang ada rasa perih dikaki saat menginjak kerikil kecil yang berada di jalanan, namun ini lebih baik dari pada memakai high heels itu lagi, batin Aura.
Menunggu taksi bukanlah hal yang Aura sukai. Biasanya ia menghubungi supir taksi langganannya daripada menunggu taksi yang lewat seperti ini. Tapi sayangnya, saat ini sopir taksi langganannya sedang pulang kampung. Jadi mau tidak mau, Aura harus menunggu taksi yang lewat. Tapi entah mengapa, hari ini taksi seakan sedang menghindarinya. Ketika ia mencoba untuk menghentikan sebuah taksi, taksi itu sudah ada penumpangnya. Begitu juga dengan taksi kedua dan ketiga yang lewat.
Aura menarik nafas panjang. Bagaimana ia akan pulang jika sudah sampai taksi ketiga saja tidak ada yang kosong.
Tak lama kemudian, sebuah sedan dengan lambang empat lingkaran yang berderet melewati Aura yang masih berdiri di tempatnya. Aura dapat melihat siapa pengemudi yang mengemudikan mobil dengan kecepatan luar biasa itu. Siapa lagi jika bukan Regan Tristan? Pria yang tingkat kesombongan dan menyebalkannya melebihi tingginya monas!
Rasanya Aura ingin mendoakan direkturnya itu menabrak pohon lalu hilang ingatan. Siapa tahu Regan Tristan berubah setelah mengalami amnesia? Pikir Aura dalam hati.
Beberapa menit kemudian sebuah taksi meluncur mendekati dirinya. Dengan sigap, berharap kali ini taksi ini kosong, Aura melambaikan tangannya ke arah depan. Untungnya, taksi tersebut berhenti dan dengan bersemangat Aura masuk kedalam taksi. Memejamkan mata dan membayangkan tempat tidurnya yang empuk. Rasanya ia tak sabar ingin sampai di rumahnya.
***
"Setelah ini apa yang harus saya lakukan, Aura?" tanya Regan sembari berjalan di lorong. Ia baru saja selesai rapat.
Aura melihat ipadnya, "Meeting dengan tuan Akira Hamada jam dua siang."
"Okay," sahut Regan singkat. Lalu Aura menekan tombol lift ketika mereka tiba depan lift. Karena ruang rapat berada lantai lima belas. Sedangkan ruang direktur berada di lantai delapan belas.
Ting!
Regan melangkah masuk terlebih dahulu disusul oleh Aura yang berjalan di belakangnya. Namun sialnya Aura tiba-tiba tersandung dan hampir saja terjatuh jika sebuah tangan yang kokoh tidak menahan pinggangnya yang ramping.
Aura memiringkan wajahnya menatap penolongnya, "Terima kasih."
Jantungnya sempat sedikit berdetak lebih kencang saat merasakan jemari yang besar itu dipinggangnya. Mereka tediam dalam posisi masing-masing untuk semenit atau dua menit? Entahlah...tak ada yang peduli.
"Jika ingin menggodaku, gunakan cara yang lebih baik," ujar Regan membuka suara lalu melepaskan jemarinya dari pinggang Aura. Lalu merapikan jasnya dan berdiri tegak seakan baru saja tidak terjadi apa-apa.
Berbeda dengan Aura yang masih ternganga dari belakang tubuh Regan yang menjulang tinggi. Bodohnya jantung ini karena sempat berdetak akibat sentuhan pria dingin ini! Rutuknya dalam hati. Mengapa bos-nya ini selalu berpikir ia ingin menggodanya? Terlalu percaya diri sekali! Ingin rasanya Aura menjitak kepala pria di hadapannya ini, tapi sayangnya ia masih menyukai pekerjaannya. Yang ia tidak suka hanyalah direktur barunya ini!
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Love You
RomanceHighest rank #1 in Romance at 2016 Aura Pratiwi perempuan single yang umurnya hampir menginjak kepala tiga masih saja betah dengan status single-nya. Padahal banyak pria yang rela mengantri untuk mendapatkannya. Namun, tak ada yang mengetahui apa al...