Eight

77.1K 5K 51
                                        

"Kenapa kamu bisa berada di Indonesia?" tanya Regan dengan suara sedingin es.

Namun perempuan di hadapannya bukanlah perempuan yang akan ketakutan lalu berlari meninggalkan Regan. Karena ia tahu seberapa hangat dan lembutnya Regan dulu sebelum dia meninggalkan Regan demi karirnya sebagai seorang pelukis.

Kimberly tersenyum, senyum yang selalu disukai Regan. Baik dulu atau pun saat ini. "Sudah kukatakan jika aku merindukanmu. Makanya aku menyusulmu ke sini."

Bukannya tersentuh, sebaliknya Regan mendengus. Meremehkan kata-kata yang baru saja keluar dari bibir yang dulu selalu kecup itu.

"Aku tidak percaya."

"Aku tahu kamu akan berkata seperti itu." Kim tersenyum menggoda. "Well, jujur aku sempat terkejur ketika mendengar kabar yang mengatakan kamu akan pulang ke Indonesia. Padahal dulu kamu pernah berkata kalau kamu tidak akan pernah pulang ke Indonesia."

"Dari mana kamu tahu aku berada di sini?" tanya Regan tidak memedulikan ucapan Kimberly. "Ah, sepertinya kamu memaksa Phillip," lanjutnya sinis.

Tanpa diduga, Kimberly tertawa. "Kamu begitu mengenalku dengan baik, Regan. Aku harus memaksa dan mengancam Phillip supaya dia memberitahukanku di mana kamu sekarang. Apakah John tidak tahu seberapa besar rasa rinduku padamu setelah dua tahun tidak bertemu?"

Rahang Regan mengeras. Mungkin jika pulang ke Italia, ia akan menonjok wajah John sampai giginya tanggal. Padahal Regan sudah memperingatkan John untuk tidak memberitahu Kimberly jika suatu hari perempuan itu datang menanyakan keberadaannya. Bahkan belum genap sebulan dia di sini, perempuan ini sekarang telah berada di hadapannya.

"Apa maumu?" tanya Regan dingin. Ia tidak ingin, hatinya yang telah membeku ini kembali mencair dengan mudahnya.

"Aku tidak tahu jika kamu sekarang sedingin ini."

"Kamu tahu dengan pasti penyebabnya!" timpal Regan dengan suara sedikit meninggi. Emosinya mulai terpancing.

"Aku tahu, makanya aku datang untuk minta maaf." Kimberly memasang raut wajah yang dulu sering ia gunakan saat membujuk Regan supaya tidak marah. Dan usahanya selama ini selalu berhasil. "Regan, maafkan aku karena telah meninggalkanmu."

Tubuh Regan menegang mendengar kata maaf yang terlontar dari bibir Kimberly.

"Jika kamu sudah selesai, lebih baik kamu pulang. Masih ada banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan," kata Regan dingin.

"Aku minta maaf," ucap Kimberly sekali lagi.

"Aku terima maaf kamu. Sekarang kamu bisa keluar."

"Regan!" seru Kimberly. "Please..."

Tapi bukannya menjawab, Regan berjalan menuju pintu dan membuka lebar pintu ruangannya. Ia ingin Kimberly keluar dari dari ruangannya secepatnya. Karena ia tahu, hatinya akan mengkhianatinya sebentar lagi jika wanita ini tetap berada di dekatnya.

Dengan ekpresi wajah sendu dan kecewa, Kimberly bangkit berdiri dan melangkahkan kakinya. Namun, langkahnya berhenti ketika ia berdiri tepat di hadapan Regan. Ia tersenyum getir.

"Aku akan kembali lagi nanti, karena aku percaya di dalam sini," Kimberly menunjuk dada Regan yang kokoh. "Masih ada cinta buat aku," lanjutnya lalu melangkah anggun. Meninggalkan Regan yang masih mematung di tempatnya.

***

Briana mendengar cerita yang keluar dari bibir sahabatnya dengan seksama. Fidell yang sedang berada dalam pangkuan ibunya memandang Aura dengan kagum melalui mata bulatnya.

"Gue nggak habis pikir, kalau mau mesra-mesraan ya jangan di kantor dong. Masih untung cuma gue yang mergokin mereka. Kalau karyawan lain? Bisa jadi gosip seluruh kantor besok," cerocos Aura sembari mengunyah keripik kentang di dalam mulutnya.

Let Me Love You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang