Six

77.5K 5.3K 65
                                    


Peluh dikening mulai mengalir hingga ke sisi wajah Aura. Namun, Briana belum menampakan dirinya. Tadi sahabatnya itu sempat menitipkan Fidell pada dirinya sebelum ibu dari dua anak itu menuju toilet. Tapi sudah lebih dari sepuluh menit, sahabatnya itu belum muncul juga. Padahal Fidell sudah menangis histeris. Segala upaya sudah dilakukan oleh Aura seperti menggendong sambil menggoyangkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri. Ketika belum reda juga tangisan Fidell, Aura mencoba menyanyikan balonku dan sepertinya batita zaman sekarang tidak menyukai lagu balonku. Karena Fidell masih saja menangis.

"Aura?" Sebuah suara berat membuat Aura yang sedang duduk di kursi pengunjung mall menengadahkan kepalanya.

Matanya sekarang sedikit membesar ketika melihat sosok di hadapannya.

"Pak Regan?" Aura langsung bangkit ketika melihat atasannya berdiri tepat di hadapannya sambil mengusap lembut rambut Fidell yang berada dalam pelukannya. Aura dapat melihat atasannya itu terlihat lebih muda dengan polo sport-nya dan celana jeans yang dikenakannya. Berikut sepatu sport yang dipakainya. Not bad, batin Aura menilai. Ketika menyadari dirinya sedang menilai pakaian atasannya dengan cepat Aura menatap wajah Regan dan bertanya, "Sedang apa bapak di sini?"

"Memangnya saya tidak boleh berada di sini?" Bukannya menjawab, Regan memilih untuk balik bertanya.

"Bu-bukan begitu. Hanya saja rasanya aneh melihat bapak berada di sini," kata Aura kaku.

"Saya juga manusia biasa," sahut Regan dengan wajah datarnya. "Sepertinya anakmu menangis terus..."

"Ah..Fidell bu-..."

Belum selesai Aura menyelesaikan kata-katanya, Regan malahan menyela kata-katanya.

"Boleh saya yang menggendong?"

Aura menatap wajah atasannya. Awalnya ada rasa sedikit ragu, ia takut Fidell ketakutan melihat wajah atasannya. Tapi ketika melihat uluran tangan Regan yang mengambang di udara, terpaksa Aura menyerahkan Fidell dalam pelukan pria itu.

Mungkin pemandangan yang Aura lihat saat ini bisa dikatakan sebagai keajaiban. Mengapa? Karena Fidell yang sekarang berada dalam pelukan seorang Regan telah berhenti menangis. Dengan lembut Regan mengusap punggung Fidell, seakan ia adalah ayahnya. Walaupun wajah pria itu tidak ada ekspresi namun tadi Aura yakin, ia sempat melihat kelembutan di dalam mata cokelat itu. Benar-benar pemandangan yang luar biasa.

"Aduuuhhh! Sorry ya, Ra. Gue nggak tahu kalau toilet bakalan seramai itu..." seru Briana namun ucapannya terpotong ketika ia melihat seorang pria yang berdiri di sebelah sahabatnya dan lebih hebatnya lagi sedang menggendong puteranya. Briana menutup bibirnya yang terbuka dengan kedua tangannya. Well, Aura yakin itu ekspresi yang berlebihan bagi seorang Briana. Selanjutnya, Briana menyenggol sisi lengan Aura. Membuat sahabatnya tersadar akan maksud Briana.

Aura berdeham. "Bri, kenalin ini bos gue, Bapak Regan. Dan ini sahabat saya, Briana."

Regan mengulurkan sebelah tangannya yang bebas terlebih dahulu. Dengan semangat Briana menyambut uluran tangan dari pria yang notabene bos Aura yang baru saja mereka bicarakan.

"Maaf anak saya sepertinya merepotkan anda. Sini biar saya ambil alih." Briana mengulurkan tangannya meraih Fidell yang berada masih berada dalam gendongan Regan.

"Tidak kok," sahut Regan. "Sejak awal melihatnya saya sudah tertarik dengannya."

Briana tertawa kecil, "Fidell memang begitu. Sudah turunan dari ayahnya, selalu memikat wanita. Contohnya, sahabat saya yang masih single ini diusianya yang sudah tidak muda. Sepertinya dia juga jatuh dalam kharisma putera saya."

"Briana!" teriak Aura. Sahabatnya itu sukses membuat malu dirinya dihadapan atasannya itu.

Sebaliknya Regan tersenyum mendengar ucapan Briana.

"Anda menarik," katanya diluar dugaan. Membuat mata Aura sepertinya hendak keluar dari rongganya.

"Terima kasih tapi sayang suami saya pencemburu berat," kata Briana. "Bicara tentang suami saya, sepertinya dia sudah datang menjemput. Kalau begitu bisa saya titip sahabat saya pada anda? Mobil kami sedan kecil, sekarang mertua saya juga sedang ikut bersama kami. Jadi tidak ada tempat untuk Aura di dalam mobil kami. Bisa tolong antarkan Aura pulang? Saya tidak ingin hal yang buruk terjadi pada sahabat saya," dusta Briana. Karena sebenarnya Sofia tidak ikut bersama mereka.

Regan terdiam. Sepertinya sedang menimbang-nimbang permintaan ibu muda di hadapannya.

"Baiklah. Kebetulan rumah kami searah," kata Regan akhirnya.

"Tidak usah, pak! Saya bisa naik taksi!" elak Aura. Dia tidak ingin satu mobil lagi bersama dengan pria ini.

"Wah, terima kasih ya Regan!" ucap Briana tidak memedulikan aksi protes Aura. "Ra, gue balik duluan ya."

Lalu Briana melambaikan tangannya dan meninggalkan Aura dengan pria bernama Regan. Ia yakin Regan bisa menjaga Aura dengan baik. Senyum mengembang di wajahnya saat ia mulai berjalan meninggalkan mereka.

Setelah kepergian Briana, suasana hening mulai menghiasi Aura dan Regan. Aura memutar tubuhnya menghadap Regan.

"Bapak tidak perlu mendengarkan ucapan sahabat saya. Kalau begitu saya permisi," kata Aura sedikit menundukkan wajahnya lalu memutar tubuhnya. Tapi sebuah cengkaraman pada lengannya menahan tubuhnya. Sontak Aura menolehkan kepalanya menatap pemilik tangan tersebut.

"Saya sudah berkata pada teman kamu untuk mengantar kamu. Jadi, kamu harus pulang bersama saya." Regan menatap wajah Aura tanpa berkedip membuat Aura kesulitan bernafas. Tapi dengan cepat ia berdeham. Mencoba menghilangkan kegugupan ketika mata dingin yang tadi sempat melembut itu menatapnya.

"Bapak bisa menghiraukan permintaan sahabat saya," ujar Aura.

Tanpa diduga, Regan maju satu langkah. Membuat jarak diantara mereka menjadi lebih dekat. Dan Aura harus mengontrol detak jantungnya karena sekarang ia bisa mencium aroma maskulin dari tubuh atasannya.

"Dengar Aura, saya adalah pria bertanggung jawab. Maka dari itu saya tidak akan membiarkan kamu pulang seorang diri. Jadi, kamu punya dua pilihan. Kamu mau jalan sendiri menuju mobil saya atau kamu ingin saya menyeret kamu dengan paksa?" bisik Regan dengan sorot mata dinginnya. Ia tak ingin menjadi pusat perhatian di sebuah mall yang sedang ramai-ramainya saat weekend seperti sekarang ini.

Aura menatap wajah atasannya dengan kerutan di dahi lalu tanpa berkata apa-apa lagi, ia berjalan meninggalkan Regan. Di belakangnya Regan menarik sedikit sudut bibirnya lalu dengan cepat ia kembali memasang wajah datarnya. Sebelum Aura berbalik dan melihat senyum tipisnya. Karena ia tak ingin Aura melihatnya.

***



Let Me Love You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang