Chapter 2

193 9 1
                                    

Hawon POV
Aku melihat ibuku yang sekarang sibuk melirik jam tangannya. Aku tau apa yang membuatnya begitu. Sebulan yang lalu,diriku mendapati ayahku berdiri di depan pintu flatku. Entah bagaimana caranya ayahku bisa menemukanku dan ibuku untuk terbang langsung ke Busan.
Selama lima tahun setelah perceraian mereka berdua,aku hanya bisa berhubungan melalui telepon. Karena dia tidak berkeinginan chatting,webcam atau apa pun lah. Telepon hanya dayang saat dia berulang tahun,atau menanyakan kabar saja dan tidak ada kata lain selain itu.

Melihat ayahku di depan flat,aku merasa bingung. Melihat ayahku membujuk ibuku untuk ikut dengannya ke Daemon dan bersatu kembali seperti keluarga,aku merasa bingung juga. Seperti semua tidak nyata(bermimpi).
Namun aku tidak bermimpi,sekarang dia ada di sini,di bandara Gimhae, yang menunggu ayahku untuk menjemputku dan ibuku.

Author POV
Tidak,Hawon tidak senang. Ia tidak senang meninggalkan Busan(kota kesayangan). Karena dia akan meninggalkan teman-temannya,kehidupannya. Dia tidak suka ditinggalkan dan tidak ingin meninggalkan. Itu yang ia pahami selama lima tahun silam. Pada akhirnya ia harus merelakan(meninggalkan) semuanya,demi orang yang pernah meninggalkannya. IRONIS BUKAN??

Hawon melihat ibunya yang sudah mengeluarkan cermin dan merapikan rambutnya. Seharusnya Hawon menyalahkannya. Menyalahkan ibu yang egois,yang memilih untuk tetap tinggal di Busan demi mengejar karirnya dan pada kenyataannya gagal,daripada ikut ayahnya demi keharmonisan rumah tangga. Menyalahkan ibu labil yang mengajukan cerai secara iseng saja,dan dianggap serius oleh suami kakunya.

Jika demikian,Hawon berlaku tidak adil,ayahnya juga bersalah. Seperti ibunya,ayahnya sama-sama egois dan tidak memikirkan anak-anaknya. Ayahnya juga tega membawa pergi belahan jiwanya.

Hawon POV
Perutku mendadak mules teringat akan seseorang. Seseorang yang ku benci seumur hidup. Seseorang yang membuat segala musibahku semakin menyakitkan dan tak bisa kulewati sendiri. Seseorang yang seharusnya selalu ada untukku,tetapi malah meninggalkanku.
"Hawon-a."
Aku mengingat suara berat itu,kepalaku terangkat dan menatap sosok tinggi tegap berwajah tirus yang pernah kulihat sebulan yang lalu di depan pintu flatku.
Solji ikut terangkat. "Oh wasseo(sudah datang)?" Aku melirik ibuku yang tampak berbeda dari sebelumnya. Nada suaranya dingin dan terkendali,dan juga ekspresinya. Rupanya ia benar-benar image.
"Eo(iya)," jawab Wonwoo lalu menatapku. "Bawaan kalian hanya itu?" Tanyanya.
Aku mendengus. Tidak ada kata 'apa kabar?' apalagi yang kutunggu,yaitu pelukan hangat. Ayahku masih kaku seperti dulu.

"Yang lain akan dikirim oleh ekspedisi," jawabku datar dan nyaris seperti robot.
"Kihyun mana?" Tanya mamaku.
Perutku terasa mules lagi setelah mendengar nama itu. Nama yang selalu aku hindari dan kembali diingat.
"Menunggu di rumah," Wonwoo melirikku. "Ayo kita pulang."
Aku terpaku,sementara ayahku menarik koper dan bergerak menuju pintu keluar
Pulang...

Hai readers,maaf ya kalau aku menulis terlalu cepat. Karena aku masih ada karya lain yang akan aku lanjutkan lagi. Dan mian kalau di cerita ini ada yang typo dan pasti membingungkan. Aku juga akan membikin cerita lagi untuk lanjutan chapter ini dan akan aku perbanyak ide. Jangan lupa voment ya😩😰😊

OPPA & ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang