Chapter 7

46 6 0
                                    

Hawon POV
"Eomma,tadi aku menang main bola melawan seonbae-ku."
Aku mengangkat kepala sedikit dari mangkuk yang ada di bawahkubdan menatap Kihyun tampak berseri dengan sumpit yang ada di tangannya.
Solji pun tampak sama berserinya.

"Jinjja? Waw eomma tidak tahu kalau anak eomma sudah keren ternyata," Solji mengelus kepala Kihyun dengan penuh kasih sayang. Aku bisa mungkin berusaha menelan potongan daging yang mendadak menyangkut di tenggorokanku.
Kihyun menangkap ekspresiku. "Hawon-a,besok aku benar akan membawamu berkeliling sekolah."

"Dwaeggeoteun (tidak usah)," aku bangkit,sambil membawa piring kotor ke tempat cuci piring.
"Hawon-a,jangan bicara begitu ke oppa-mu," Solji menatap Kihyun segera tersenyum lagi. "Kihyun-a,besok mau aku bikinin bekal?"
Aku berusaha untuk tidak mendengus. Ibuku menawarkan Kihyun bekal. Aku harus membuat bekalnya sendiri selama lima tahun demi membiarkan ibunya tidur lebih lama.

"Eomma akan membuat sepasang dengan Hawon juga!" Solji mendadak bersemangat,sudah terlalu lama melupakan asyiknya memiliki anak kembar.
Solji baru saja menatapku saat aku menoleh dari dapur dengan tatapan buas. Solji tersenyum kaku,lalu kembali menaruh perhatian ke Kihyun yang sudah beres makan.

"Eomma,aku naik dulu,mau belajar IPA," Kihyun mengambil apel. "Aku harus belajar lebih giat lagi,kemarin hasilnya kurang memuaskan."
Aku memutar kedua bola mataku.
"Keurae,belajarlah. Kau sangat berbeda dengan Hawon. Eomma tidak akan tahu nilai IPAnya kalau tidak menemukan di bawah kasurnya."
Kihyun tersenyum gugup padaku yang hampir melempar piring basah.

Author POV
Setelah beres mencuci piring,Hawon naik ke lantai dua,menuju kamarnya untuk tidur. Ia lelah dengan hari pertamanya di sekolah. Di rumah,ia harus mendengar semua Kihyun-lebih-segala-macam dari ibunya sendiri. Ibunya lupa dengan siapa ia menghabiskan waktu lima tahun minim suka dan penuh duka.
Hawon sudah tidak peduli. Ibunya memang begitu,mungkin sebelum ia lahir. Hawon juga tidak peduli dengan ayahnya,pekerjaan baginya memang jauh lebih penting.

Hawon menghela nafas. Ia bukannya tidak peduli,peduli itu merepotkan,terutama peduli yang tidak pernah bersambut. Sudah merepotkan,bikin keki aja.
Langkah Hawon terhenti di depan pintu Kihyun. Dia juga membuat hidupnya semakin merepotkan dengan segala prestasinya.

Bukan itu yang mengganggu Hawon,Hawon tidak suka dengan senyumannya. Hawon tidak suka sikap cerianya. Seperti tidak ada yang terjadi. Seperti yang tidak pernah ia tinggalkan lima tahun lalu.
"Babo (bodoh)," Hawon memdorong pintu dengan telunjuk,membayangkan sebagai dahi Kihyun.

Tiba-tiba pintu terbuka. Kihyun tidak menutupnya dengan rapat. Pintu sekarang terbuka selebar tiga puluh senti dan lagu berdentum keluar.
Rasa ingin tahu Hawon yang besar membuat mengintip ke dalam kamar. Ia tahu ia benci dengan Kihyun dan sebagainya,tetapi tetap saja,kakinya membawanya masuk.

Dan Hawon segera menyesali perbuatannya.
Lupakan buku IPA. Lupakan sepak bola. Apa yang Hawon lihat sekarang adalah hal yang paling absurd yang pernah dilihatnya.
Kihyun tampak memunggunginya,menggoyang pinggul dengan lihai sambil menyanyi. Di depannya,Kihyun memutar sebuah MV "Mamma Mia" milik Kara.

Haeon belum bisa berkedip saat Kihyun berputar kemungkinan menjadi sebuah koreografi dan memergokinya masih mematung di depan pintu. Kihyun segera melompat beberapa langkah ke belakang karena terkejut,lalu buru-buru mematikan televisi.

Sebelum Hawon sempat berpikir untuk pergi,Kihyun berlari ke arahnya,menarik lengannya masuk ke dalam kamar,lalu mambanting pintu dan menguncinya. Semuanya ia lakukan dalam waktu sepersekian detik saja.
"Bangeum(baru saja)....Mwo(apa)....?" Hawon terbata,masih syok.

Kihyun berjalan hilir mudik di depannya,tampak cemas. "Gawat...."
"Gawat...?" Hawon mengulang.
Kihyun tahu-tahu meletakkan kedua tangan di bahu Hawon. "Hawon-a. Mari buat perjanjian."

Hawon menatap Kihyun yang balas menatapnya serius. Hawon merasa,sebentar lagi ia akan mendengar jawaban dari segala pertanyaannya seharian ini. Tetapi entah mengapa,Hawon tidak ingin mendengarnya.
Seperti begitu mendengarnya,ia harus melakukan sesuatu. Dan itu bisa jadi sangat merepotkan.
Hawon segera mendesah.
Seolah hidupnya belum cukup merepotkannya.

Hai author kembali lagi,maaf ya kalau author updatenya lama sekali. Author lagi masa UTS,doain author ya semoga bisa mendapatkan nilai yang memuaskan.

Jangan lupa Vommentnya ya:-)

OPPA & ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang