Aku dan Ellen

357 25 1
                                    

Aku memandang sendu luka-luka yang menutupi permukaan kulit putih Ellen. Saudara tiriku yang gemar mengenakan gaun sudah terlelap dalam tidurnya. Andai saja dia bersikeras menolak tawaranku untuk meminum obat tidur, pasti teriakan kesakitannya mampu memecah gendang telingaku.

Ini sudah tahun kelima sejak wanita yang kami panggil mommy terus menerus menyiksa dan membuat kami menjadi mainan menyenangkan untuknya.

Awalnya semua baik-baik saja. Hangatnya keluarga dapat kurasakan semenjak kehadiran Ellen dan ibunya. Walau seringkali Ellen berubah menjadi sosok saudara tiri yang menyebalkan. Tapi semua itu hanya bertahan empat tahun saja, seminggu setelah kepergian Daddy, wabah mengerikan melanda kota kami.

Wabah yang datang bersamaan dengan kabut berwarna merah pekat mulai memasuki desa yang kaya akan hasil perkebunannya. Sedikit demi sedikit banyak warga yang mulai mengeluhkan sakit kepala dan sesak napas saat mereka dengan tidak sengaja menghirup udara dalam kabut.

Tidak hanya itu, kulit mereka mulai mengelupas dan mengeluarkan aroma yang menusuk hidung, amis dan busuk. Mereka yang tinggal dekat perbatasan desa mulai berlarian mengungsi ke pusat desa.

Ringisan Ellen, membuat lamunan tentang kejadan nahas itu terhenti. Perlahan kusibakan gaun tidur berwarna toskanya, memastikan tak ada satupun luka yang terlewatkan. Manik mataku menatap ngilu luka gores yang ada di dekat selangkangannya.

Luka gores itu terlihat cukup dalam, terbukti dari daging yang menyembul berwarna kemerahan. Cairan kental berwarna merah itu masih mengalir, walaupun sudah tak sederas tadi. Bahkan Ellen harus mengganti tiga gaun tidur, karena warna merah itu terus mengotori gaunnya.

Ingatan saat tubuh tinggi mommy berdiri di ambang pintu membuat jemariku berhenti membalut luka Ellen. Tubuh kurusnya tertutupi kabut merah itu, setelahnya mommy kembali masuk dengan raut ketakutan dan seperti orang sulit bernapas.

Wajahnya yang cantik terlihat menyeramkan karena kulit yang mulai melepuh. Matanya yang berwarna sama dengan laut mulai berganti putih dengan lendir hitam yang mengalir deras.

Dan saat mulutnya mengeluarkan rintihan kesakitan, tanganku sudah menarik Ellen menjauh darinya. Berlari ke bagian atap rumah dan menyembunyikan tubuh kami diantara tumpukan kardus kardus bekas. Ellen yang berada di sampingku tampak pucat dengan bibir terkatup rapat. Tangannya yang berada di genggamanku terasa dingin dan berkeringat.

Aku meringis dan memandang Ellen prihatin. Bagaimana bisa satu-satunya keluarga yang kau miliki malah direnggut dengan cara menyakitkan. Dalam diam aku menghitung waktu, sudah berapa lama aku dan Ellen bersembunyi. Dan kami masih belum mendengar suara-suara selain deru napas kami yang terdengar putus asa.

Ketika hitunganku mencapai angka enam puluh suara raungan terdengar tepat diluar pintu ruangan ini. Suara yang sarat akan kesakitan dan kesedihan yang mendalam, pelan dapat ku dengar suara Ellen yang memanggil mommy. Tubuhnya yang bergetar dan air matanya sudah menetes.

"sshh, wanita itu bukan Mommy, Ellen. Kita harus mengurungnya."

Suara Ellen yang serak menarikku kembali ke masa kini. Wajahnya yang cantik menampakan rasa bersalah dan kesedihan yang mendalam.

"Jangan, diingat. Mengingatnya hanya akan membuatku semakin merasa bersalah, Archie." Air mata mulai menetes menghiasi pipi tembam Ellen.

"Kau memang harus terus merasa bersalah, Saudaraku. Karena kalau bukan karena aku, kau sudah menjadi bubur di bawah sana." Sahutku pelan sambil membantunya untuk bangun dan bersandar di kepala tempat tidur.

Kami duduk saling bersisian menatap lurus ke depan. Semua luka di badan Ellen sudah terbalut perban. Tak ada satupun yang bersuara seolah-olah takut ada yang terganggu dengan suara kami.

To Be Continue



yuhuuuuu!!! i'm backkkkk!!!

miss you so much readerdeul...

kayaknya makin aneh aja ya ceritanya, tapi serius deh. aku suka banget sama mereka berdua...sok misterius gimana...gitu

hope you like it guys, and voment pleaseeeeee!!! ^_^

Mommy?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang