Written by : BlackQalb
***
Suasana riuh di kelas membuat tidur gadis itu tidak nyenyak. Tisa bangun dengan keadaan masih mengantuk. Dia menggosok matanya dan membetulkan posisi duduknya.
"Jam 11.03, masih lama," gumamnya saat melihat jam yang bertengger di pergelangan tangannya.
Matanya menyapu seluruh ruang kelas, semua temannya sibuk dengan urusan mereka sendiri. Ada yang tidur, makan, bergosip dan kegiatan lainnya. Yang pasti bukan belajar.
Kini Tisa berdiri dan berjalan keluar kelas. Cuaca sangat panas untuk sekedar jalan-jalan keliling sekolah. Sangat membosankan tinggal di kelas tanpa melakukan apa-apa. Mungkin kembali tidur adalah alternatif terbaik tapi Tisa susah tidur kalau sudah terbangun.
***
I like to say we gave up a try, i like to blame...
Tisa segera merogoh sakunya saat hapenya berdering menyanyikan lagu Almost is never enough yang menjadi nada dering hapenya.
"Halo? Ya kak ada apa?" tanya Tisa.
"Tisa pulang sekolah kamu langsung ke rumah sakit Pelita ya! Kakak tunggu disana," Jawab sang kakak cepat di balik telpon.
"Hahhh untuk ap...." belum sempat Tisa melanjutkan pertanyaannya, teleponnya sudah dimatikan secara sepihak oleh kakaknya. "Ehh udah mati. Hufft malas banget deh ke sana," ucap Tisa sambil memasang wajah cemberut.
***
Tisa sudah berada di gerbang depan rumah sakit seperti yang disuruhkan oleh kakaknya. Hal pertama yang tertangkap oleh iris matanya adalah tembok berwarna putih tulang dengan nuansa Eropa yang melekat pada bangunan itu. Halamannya ditanami banyak pohon sehingga daun kering bertebaran dimana mana. Tembok menjulang tinggi menjadi pagar di sekeliling bangunan tersebut.
Entah kenapa, Tisa merasa berada di abad pertengahan ketika menginjakkan kaki di halaman rumah sakit ini. Angin menampar lembut wajahnya dan membelai rambut hitam kecoklatan miliknya, seolah ingin membisikkan sesuatu di telinganya.
Ketika Tisa berjalan masuk mencari keberadaan kakaknya. Hanya ada beberapa orang dan satu suster yang duduk di kursi tunggu.
Dia merasa berada di rumah sakit dalam film horor yang biasa ia tonton. Suasananya sangat menegangkan ditambah pencahayaan yang minim. Sepertinya setiap pergerakan yang dilakukan Tisa diperhatikan oleh penghuni rumah sakit yang tengah duduk.
Maka Tisa mempercepat jalannya untuk menemui Kakaknya. Sekarang dia sudah berada di ujung ruangan di rumah sakit ini. Tapi, kakaknya seperti menghilang ditelan rumah sakit. Dia tidak menemukannya dimana pun.
Hendak berbalik, Tisa tidak sengaja melihat cahaya berkilau dibalik pintu bernomor 12. Awalnya dia kira itu hanya sebuah cahaya biasa tapi seiring Tisa melangkahkan kaki untuk pergi cahaya itu bertambah besar. Akhirnya karena rasa penasaran yang sudah menggerogoti dirinya, Tisa memasuki ruangan itu.
Bussshh...
Cahaya tersebut bertambah besar sehingga dia harus menutup rapat matanya karena silau. Setelah dirasa cahaya itu menghilang, Tisa membuka matanya perlahan. Tercium bau harum bunga yang menusuk hidung.
Mulutnya ternganga tidak percaya, matanya seketika melebar melihat hamparan bunga berwarna merah terbentang luas tanpa ujung. Dia tidak menyangka kalau ruangan tadi membawanya ke sebuah taman bunga.
Dia membalikkan badannya dan hanya terlihat hamparan bunga yang sama sejauh mata memandang. Tisa mengernyitkan dahinya.
Dimana pintu rumah sakitnya?
Sejuta pertanyaan terngiang dikepalanya. Tisa menyusuri hamparan bunga tersebut berharap menemukan ujung dari tempat ini. Dia terus berjalan tapi matanya belum melihat seorang pun disini. Lama kelamaan, Tisa merasa ada sepasang mata yang tengah memperhatikannya. Dia menolehkan kepalanya perlahan kebelakang.
Siluet perempuan berambut panjang berada beberapa meter di belakangnya. Tisa tidak bisa melihat dengan jelas wajah si pemilik siluet itu.
Perempuan itu mendekat. Dia memakai dress berwarna putih dan ada beberapa bagian yang berwarna coklat. Rambutnya lurus dan panjang sampai kepinggang. Tisa hampir mengalami jantungan karena keterkagetannya. Apalagi wajah perempuan itu yang sangat pucat dan datar tanpa ekspresi. Bahkan Tisa susah untuk meneguk ludahnya.
Tisa tidak yakin apakah perempuan lebih tepatnya makhluk di depannya, manusia atau bukan. Tapi karena kakinya memijak tanah maka keraguan Tisa berkurang walaupun tidak sepenuhnya.
"H-hai," sapa Tisa sedikit canggung sambil menggerakkan telapak tangannya ke kiri dan ke kanan. "Namaku Tisa, kau siapa namamu?" lanjut Tisa berusaha akrab.
"Hai," jawab perempuan itu agak kaku. "Namaku XX12."
Tisa hampir saja menyemburkan tawa mendengar nama perempuan di depannya, sungguh menggelikan. Namun Tisa menahannya karena melihat ekspresi datar perempuan itu.
Satu kata yang menggambarkan perempuan bernama seperti mesin itu, aneh.
"Apa kau tahu cara keluar darisini?"
Perempuan itu mengangguk dan berjalan ke depan. Tisa mengikutinya sambil memperhatikan sekitar. Yang tadinya adalah hamparan bunga berwarna merah sekarang terganti dengan pohon-pohon tinggi yang dahannya saling merapat. Hanya ada sedikit pencahayaan dari sinar matahari yang menelusup masuk.
Brukk.
Tisa menabrak punggung XX12 yang tiba tiba berhenti. Dia lalu berjalan kedepan menyamai posisinya dengan perempuan itu. Ada sebuah lubang besar yang sangat gelap.
Lubang itu berada di tengah tengah hutan. Ukurannya sangat besar. Tanaman merambat menjalari sekeliling lubang tersebut.
"Lompat. Jika kau ingin pulang," kata XX12 datar.
Tisa memandang XX12 dengan tatapan shock. "Kau ingin aku bunuh diri, hah?" tanyanya tidak percaya.
Perempuan itu tidak merespon. Dia menatap Tisa sebentar lalu memegang pundak Tisa kuat.
"Apa yang akan kau lakukan XX apalah itu?"
"Kyaaa...." Spontan Tisa berteriak ketika tubuhnya didorong ke lubang itu. Dia sempat melihat XX12 melambaikan tangannya seraya menyeringai padanya.
"Aduhh."
Tisa tersentak kaget. Nafasnya tersengal sengal. Dia menatap sekitar dan melihat ruang kelasnya yang sudah kosong.
Ah ternyata hanya mimpi.
Drrt.. Drttt..
Ada pesan yang masuk.My sister :
Tisa, kamu temui kakak ya di rumah sakit Pelita.
***
Kini Tisa sudah berada di depan gerbang rumah sakit. Dia seperti mengalami de javu karena mimpinya tadi.
Angin bertiup kencang menerbangkan rambutnya ketika Tisa melangkah masuk. Daun-daun kering yang berserakan di tanah juga ikut terbang.
Tisa tidak sengaja menoleh ke kanan dan melihat seorang perempuan yang tengah duduk di bawah pohon. Rambut hitam panjangnya menjuntai sampai ke pinggang, bajunya berwarna putih dan kotor di beberapa bagian. Wajahnya yang pucat tiba-tiba menoleh ke arah Tisa, dia menyeringai lebar dengan tatapan yang sulit diartikan.
***
End
KAMU SEDANG MEMBACA
Ours
Short StoryKumpulan para penulis muda yang tergabung dalam grup Learning Studio. Bukti cinta pada sastra tulis akan kami sajikan disini, melalui rangkaian kata. Dengan berbagai kisah, genre, dan berbagai cara menulis yang berbeda kami satukan. Melengkapi perbe...