Written by : faradizaayu
"Aku sayang kamu, Dee."
"Aku pun sayang sama kamu, dan kamu tahu itu, Sat." Aku tersenyum menatapnya.
"Bukan itu maksudku, Dee." Satria menarik napasnya dalam. "Aku mau kita lebih dari ini, lebih dari sekedar sahabat," ucapnya membuatku tak bisa merasakan detak jantungku untuk sesaat.
Aku mengerjapkan mataku, mencoba mencerna apa yang baru saja sahabatku katakan.
"Kamu jangan bercanda, Sat," jawabku sedikit menaruh nada bergurau di dalamnya.
Satria menatapku dalam. Aku baru sadar tatapannya kali ini berbeda dari biasanya.
"Aku serius, Dee. Bertahun-tahun aku bareng sama kamu, melakukan banyak hal bareng kamu, hingga aku sadar perasaan ini menuntut untuk lebih," jelasnya membuat napasku tercekat.
Dia, Satria--sahabatku dari kecil baru saja meminta kami untuk lebih dari sekedar sahabat. Aku tidak bisa percaya ini. Bertahun-tahun kami bersama dan perasaan ini tetap seperti dulu, tidak lebih dan tidak kurang. Aku sangat menyayanginya, namum rasa sayang ini tidak seperti perempuan yang meyayangi laki-laki.
"Sat,"--aku meraih satu tangannya yang bebas--"kamu sahabatku, dan perasaan ini hanya sampai di situ, Sat. Tidak lebih dan tidak dapat dipaksakan untuk lebih."
"Hati ini milik Ezra, perasaan ini telah berlabuh padanya, Sat," tambahku lirih.
Satria menatapku pilu, kulihat matanya berkaca-kaca. Sungguh aku merasa telah menjadi orang paling jahat di dunia.
"Maaf," lirihku memeluknya erat.
Satria balas memelukku, tubuhnya kurasakan sedikit bergetar. Oh, Tuhan, aku baru saja menyakiti satu-satunya sahabtku.
"Terima kasih telah menjadi sahabtku selama ini, Dee." Satria berkata pelan.
Satria beberapa kali mencium puncak kepalaku. Entah mengapa aku merasakan dia akan pergi meninggalkanku.
"Maaf." Hanya itu yang mampu mulutku ucapkan padanya.
Tujuh tahun berikutnya
Sinar matahari pagi berhasil menariku dari indahnya alam mimpi. Tanganku meraba-raba nakas di sampling ranjang mencari jam weker yang setia berdiri manis di sana. Pukul 07.30, tepat seperti biasanya. Aku bangkit dari ranjangku. Hal pertama yang selalu aku lakukan saat bangun tidur selama tujuh tahun belakangan ini adalah memeriksa handphone-ku, melihat apakah ada balasan e-mail dari seseorang yang telah pergi dari hidupku.
"Sampai kapan, Sat." Aku bergumam kecewa mendapati tidak ada balasan sama seperti hari-hari sebelumnya.
Aku melempar handphone-ku ke ranjang, memaksakan seulas senyum kemudian melangkah ke toilet untuk memulai aktivitas pagiku.
Sekitar tiga puluh menit kemudian aku keluar dari toilet, berjalan ke arah lemari mencari pakaian apa yang akan kupakai untuk kerja hari ini.
Ting
Aku menoleh mendengar suara dari handphone-ku. Dengan malas aku melangkah mengambil handphone-ku kemudian memeriksanya.
A new e-mail is received
Seketika mataku melebar melihatnya. Dengan cepat jariku meluncur mencari tahu siapa yang baru saja mengirimiku
e-mail.
Selasa, 15 September 2015
From : Satria Bagaskara
To : Deandra Kamila
KAMU SEDANG MEMBACA
Ours
Short StoryKumpulan para penulis muda yang tergabung dalam grup Learning Studio. Bukti cinta pada sastra tulis akan kami sajikan disini, melalui rangkaian kata. Dengan berbagai kisah, genre, dan berbagai cara menulis yang berbeda kami satukan. Melengkapi perbe...