-----------------------------------------------------
5 tahun kemudianSelasa pagi.
Ini adalah hari pertamaku sebagai pengangguran.Ya, bisa dikatakan seperti itu.
Statusku sebagai mahasiswa sudah berakhir kemarin dengan nilai memuaskan.Bukan hanya bagiku, namun beberapa teman sangat terpukau akan pencapaian yang kulakukan. Sungguh tak bisa dipercaya, bahkan aku mengalahkan Arnold.
Oh, pria itu adalah pria yang paling menyebalkan yang pernah kukenal. Pria itu - dengan segala kesombongannya - memang selalu berhasil dibidang akademik dan kali ini aku mengalahkannya.
Ya, IPK-ku 3,96 dan Arnold 3, 94. Mungkin itu terlihat sama saja bagi kalian. Namun, tidak bagiku yang selama tiga tahun setengah ini bersaing dengannya.
Aku ingat pria itu mengatakan bahwa dirinya sudah siap duduk sebagai pemegang perusahaan, membantu ayahnya. Aku kalah soal hal itu. Ayahku hanyalah karyawan biasa, hidup kami sederhana dan bisa makan setiap hari serta membayar biaya kuliah sudah patut disyukuri.
**
"Menikah ?!" Aku hampir saja memutuskan pita suaraku. Ibu menoleh kearahku dengan wajah waspada "Tenang dulu... Dengar ayahmu".
"Aku baru saja lulus dari perguruan tinggiku, ayah"
"Justru karena kau baru saja lulus, ini demi pekerjaan ayah..."
"Apakah ayah yakin bahwa dia lelaki yang baik untukku ? Aku tidak mengenalnya sama sekali"
"Atasan baru ayah dikantor. Alasannya rumit, kau hanya harus menjadi istrinya"
Aku diam.
Alasannya rumit.Ya.
Sangat rumit sehingga aku tidak lagi mau peduli dengan apapun alasan sialan itu."Lalu apa gunanya ilmu jurnalis yang kupelajari jika pada akhirnya aku harus mengubur semua cita-citaku ?"
"Ayah lupa mengatakan padamu, kau tidak punya pilihan"
"Setidaknya katakan padaku bahwa aku tidak harus berusaha mengejar cita-citaku". Ucapku datar. Sudah hilang tenagaku untuk marah.
Bagaimana bisa ayah menghancurkan mimpi yang kubangun sejak kecil ini dalam semalam ?
Aku meneteskan air mataku.
Airmata yang kujatuhkan bukan diwaktu yang tepat.Meja makan.
Ayah memejamkan matanya. Mungkin hatinya teriris melihatku menangis. Atau itu adalah ungkapan lega karena pada akhirnya ia tahu bahwa aku akan menuruti permintaannya.
Suara bantingan pintu membuat ibu menghela nafas.
**
Rama.
5 tahun aku bersamanya, pria itu baik-baik saja dan selalu mendukungku. Dengan peraturan-peraturan ketat ayahku, dia mampu bertahan. Aku mencintainya lebih dari apapu.Dan kenyataan bahwa aku akan menikah dengan pria lain sudah didepan mata.
Jaman apa ini ?
Bahkan - kurasa - jika Siti Nurbaya hidup dijamanku maka ia akan berani membantah, tapi apa yang bisa aku lakukan ?
Aku memeluknya erat, Rama membalas pelukanku setelah ia mendengar bahwa aku akan dinikahi oleh pria yang tidak pernah kukenal.
Aku menangis.
Untuk pertama kalinya aku menangis karena harus melepaskan pria itu, pria yang menerimaku apa adanya dan mencintaiku dengan sabar."Kamu harus bahagia..." Bisiknya ditelingaku. Aku meneteskan lagi air mataku, entah sudah berapa banyak.
"Bagaimana aku bisa bahagia jika kebahagiaanku cuma kamu ?" Dan Rama tidak pernah bisa menjawab pertanyaan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Precious Ethan
Romance"Oh Tuhan. Apakah itu seorang malaikat ? Rambut perunggunya, punggung kecoklatannya, cetakan V-Line pada pinggulnya... Oh!" Dua puluh dua tahun. Kurasa usiaku masih sangat muda untuk dikatakan sebagai seorang 'istri'. Tidak. Aku bahkan baru memulai...