Falach's PoV
"Baiklah semuanya, kita akan membicarakan suatu hal yang penting sekarang." ucap Walfred membuka rapat ini.
Kami hanya mengangguk. Sebagian ada yang berkata "iya".
"Tapi sebelum semua itu, aku ingin menghapuskan satu hal dalam pikiran kalian. Kalian semua sama, bahkan kita semua sama... jangan menganggap salah satu dari kita lebih tinggi atau rendah, tidak ada senioritas, kita semua seperti sahabat saja. Mulai dari sekarang berpikirlah seperti itu, supaya kalian lebih bebas mengeluarkan kemampuan kalian. Mengerti?"
"Baik pak!" serentak kami semua.
"Dan satu lagi, biasa saja. Kita memang prajurit. Tapi tak usah sok militer seperti itu, biasa saja..." ucapnya tanpa wibawa sama sekali. "Aku pun tidak ada militer-militernya sama sekali." tambahnya sambil tersenyum. Dia jujur soal itu -_-.
"Oke pak!" lantangku. Yang lainnya mendadak menatapku dengan tajam. Eumm... apa aku tidak sopan? ._. Bukannya kita semua seperti sahabat?
"Oke!" balas pak Walfred. Dia tersenyum padaku. "Tak apa, kita sahabat kan? Ingat, tidak ada senioritas."
"Hehe... iya pak!" balasku. "Pak, apa harus ada persiapan khusus sebelum latihan?"
"Ya pasti, karena itu kita berkumpul di sini." jawabnya ringan, dia meregangkan badannya, merubah posisi duduknya, kakinya diangkat ke atas meja. Benar-benar tidak ada wibawanya.
"Pak! Untuk latihan nanti, lebih baik jangan terlalu mengandalkan senjata api. Karena lebih efektif dengan jarak dekat." saran Viola.
"Hmm, baiklah. Soal persenjataan kalian tak usah khawatir, kami punya banyak. Dan... soal pasukan, kalian adalah pasukan khusus. Pasukan Rajawali." pak Walfred terdiam beberapa detik. "Falach, kau ketuanya. Aku telah mendengar tentang caramu memimpin dari Viola."
Kutatap Viola, dan dia malah tersenyum manis padaku. Ayolah, jangan buat aku salting lagi!
"Sebenarnya pembicaraan kita sekarang tidak ada, hanya saja... aku ingin mengetahui kemampuan dan bakat kalian. Ini bertujuan agar aku mudah melatih kalian nantinya."
"Bagaimana caranya?" Rafa mengangkat pertanyaan.
"Banyak yang bilang kalau orang yang paling tahu kemampuan kita adalah diri kita sendiri, jadi... aku akan membiarkan kalian memilih senjata kalian." tenang pak Walfred.
"Jadi sekarang kita memilih senjata?" tanyaku. Pak Walfred mengangguk.
"Ayo, ikut aku!" pak Walfred bangkit dari kursinya, lalu berjalan menuju ruang senjata. Kami pun mengikutinya. Kecuali Viola, dia tidak pergi bersama kami.
Sesampainya di ruang senjata...
"Wahh... banyak sekali!" polos Cherry.
"Kau baru melihat senjata secara langsung ya?" candaku. "Kampungan..." ledekku. Cherry langsung menatapku kesal.
"Apa kaubilang?!" sentaknya. "Awas kau! Shiro!" Cherry mengejarku, aku pun lari-lari mengelilingi ruangan ini. Kami seperti anak kecil saja. Yang lainnya hanya tertawa melihat tingkah kami. "Sini kau!!!"
"Maaf..maaf. Sudah, aku lelah..." aku berhenti berlari dan menengok ke belakang, eh? Cherry ke mana? Dia tak mengejarku? Ku pun berjalan pelan mencarinya, dan mendapati dia sedang membungkuk kelelahan. Saat aku melihatnya kusadari sesuatu, oh tidak! Cherry kan sedang sakit! Bodohnya aku! Sekarang dia terlihat lebih pucat dari sebelumnya.
Aku menghampirinya. "Cherry maafkan aku." ucapku. "Aku lupa kau sedang sakit..."
"Tidak apa-apa..." dia terengah-engah. Tiba-tiba dia memegang tanganku erat. "Pusing." gumamnya. Keseimbangannya mulai berkurang, ku pun memboyongnya. Cherry hanya terdiam sambil menatapku polos.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alliquid : The Culmination of The Conspiracy (On Hold)
Science FictionSemua misteri tentang alien kini terungkap! Pemikiran-pemikiran yang salah telah terperbaiki. Alien yang kita kira makhluk menyeramkan itu ternyata hanyalah suatu cairan. Cairan ini bernyawa, tak terpengaruh oleh apapun, dan merupakan virus yang dap...