3. Cafe

466 74 49
                                    

Namjoon berjalan dengan lesu di bawah langit sore berwarna orange yang indah. Seakan mengejek Namjoon kalau langit itu lebih bahagia dibanding dirinya.

Memang benar, sih.

Pasalnya sedari tadi telinganya dipenuhi oleh omelan wanita paruh baya disebelahnya yang membawa sebuah kresek hitam berisi serenteng detergen yang Namjoon beli di warungnya Mang Sadirin.

"Yah Namjoon ih, gimana sih. Ibu kan maunya beli detergen yang ada hadiah piringnya. Kok jadi beli yang ini?"

"Yaampun, bu. Yang penting bisa buat nyuci kan?" Namjoon mendesah pelan sambil berbicara tepat didepan telinga ibunya.

"Tapi ini tuh Daia bukan Rinso. Nanti kulit mulus ibu jadi berkoreng gimana? Kamu mau punya ibu yang kulitnya penuh koreng?"

Namjoon menatap tangan keriput ibunya. Tidak bisa ia beyangkan tangan sekurus itu dipenuhi oleh koreng akibat alergi detergen.

"Yaudah deh nanti Namjoon cuciin bajunya"

Ibu Namjoon membelalakkan mata kaget. Namjoon apalagi. Dipukulimya kepala berisi otak dengan IQ 145 miliknya. Perkataan tadi bukan dari otak jeniusnya, ia yakin itu tadi salah bicara.

"Waaah nggak sia-sia deh ibu punya anak segede ini. Besok ibu beliin sempak gambar ultraman kayak punya tetangga deh biar Namjoon seneng. Makasih ya Joon!"

Namjoon merutuki mulut monyongnya sendiri. Demi sempak ultraman, perkataan tadi itu padahal hanya dibatin oleh Namjoon. Tapi kenapa bisa keceplosan begini?

Salahkan otak ber-IQ 145 milik Namjoon yang terlalu cerdas untuk mengeluarkan kata hatinya.

••••••

Namjoon merebahkan badannya di sebuah bangku milik JimJams Cafe yang didatanginya untuk melepas penat.

Pria berlesung pipi itu memijat pelan tangan kekarnya yang sangat pegal mencuci bertumpuk-tumpuk pakaian. Kalau saja tadi Namjoon tidak merusak tombol mesin cucinya, tidak bakalan ia sepegal ini.

Namun apadaya, tangan Namjoon itu bukannya memperbaiki tapi malah merusak. Dan itu sudah hukum alam bagi tangan Namjoon.

Merasa sedikit haus, pria itu mengulurkan tanganny untuk memanggil pelayan dan memesan minuman penghilang kehausannya.

Tak lama, seorang wanita berpakaian barista datang menuju meja Namjoon. Wanita otu tersenyum semanis mungkin. Di hari pertamanya bekerja, ia harus berperilaku sopan pada pembeli agar tidak dipecat lagi dari pekerjaannya.

"Ada yang bisa saya ban–"

Namun, senyum gadis itu luntur saat mendapati Namjoon yang tengah duduk di bangku cafe itu.

Namjoon yang mendengar perkataan si barista yang menggantung segera menengok ke barista itu.

"Loh, mbak tonggos kerja disini?"

Muka kaget gadis itu berubah menjadi jutek nan sangar. Sudah sekian kalinya dia dikatain tonggos oleh banyak orang, namun hanya Namjoon lah yang paling nylekit kalau mengatakannya.

"Mas, saya punya nama." Ditunjukkannya sebuah name tag yang bertengger di dada kirinya.

"Im Naeyon. I-m bacanya im. n-a-e-y-o-n bacanya naeyon. Nggak ada kata 'tonggos' di nama saya ya mas"

Namjoon yang sedari tadi mendengarkan perkataan Naeyon yang seperti guru TK itu hanya bisa diam. Selama ia bertemu dengan wanita ini, ia tidak pernah mendengar nama aslinya. Meski bosnya sempat menyebut-nyebut namanya. Tapi Namjoon selalu lupa. Dan ini baru pertama kalinya dirinya mendengar nama wanita ini.

Destroyer Monster ;KnjTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang