"6"

57 4 3
                                    

~Saat aku tak mengenali bagaimana aku diizinkan untuk benar -benar
menyimpan perasaan itu di hati hingga mati...
Hingga semuanya terjadi, dan itulah yang tak semudah diucapkan TAKDIR~

--

Tidak... tidak! Aku tak boleh terpesona! Dia memang tampan, bahkan sangat tampan. Aku benar-benar gila... "gumam Caca dalam hati.

"Kau dapat berjalan? Jika tidak, aku bisa mengantarmu pulang."

"Apa??" Caca sentak memekik. Kalimat yang Roy lontarkan itu benar-benar mengejutkan!

"Aa-aku tidak apa-apa, Roy. Sungguh, kau tak perlu repot-repot untuk mengantarku pulang. Aku masih bisa berjalan,"

"Oh..., baiklah kalau begitu," balas Roy yang sontak membuat Caca mendongakkan kepalanya cepat. Apa-apaan jawaban pria itu? Bukankah seharusnya ia kembali menawari Caca untuk pulang bersama? Sedikit memaksa mungkin? Jawaban penolakan dari Caca tafi bahkan hanya sebuah kalimat basa-basi agar tak terkesan terlalu menginginkannya. Lagi-lagi karena gengsi! Teyapi, ini?

"A-i-" Caca hanya menganga saat dengan tiba-tiba pria itu membalikkan tubuh untuk meninggalkannya seorang diri.

"Ash! Dia itu benar-benar pria yang sangat tidak peka. Menyebalkan!" umpat Caca dengan suara pelan sembari berusaha berjalan pergi dari tempat ini dengan hati-hati.

Sedangkan, Roy? Pria itu hendak menoleh untuk mencari dimana letak mobil jemputannya seperti biasa. Namun, aneh! Sontak saja kedua matanya membuka lebat tatkala melihat seorang pria tengah berdiri di dekat mobil mewahnya seperti tengah menunggu seseorang.

"Kakak...," sapa Roy, membuat Rey terlonjak dan seketika tersenyum lebar.

"Selamat siang Tuan Muda Roy Muzakka," kekeh Rey seraya berakting layaknya seorang sopir pribadi. Roy mendengus!

"Untuk apa kakak kemari? Aku sangat tidak ingin dijemput olehmu."

"Hey! Memangnya siapa yang ingin menjemputmu, huh? Kau percaya diri sekali!"

"Apa-"

"Jadi, begini Roy," Rey tampak merangkul pundak Roy seakan ingin berbisik sesuatu.

"Aku kemari sama sekali tak berniat untuk melihat wajahmu. Tetapi aku kemari untuk-" Rey sontak menghentikan perkataannya tatkala menatap seorang gadis tengah berjalan terseok-seok menuju pintu gerbang sekolah.

"Untuk melihatnya..."

Tanpa memperdulikan Roy lagi, Rey sentak berjalan dan menghampiri keberadaan Caca yang tengah mengumpat tak jelas akan luka dilututnya. Pria itu berlarian menuju Caca yang begitu shock mengetahui kedatangannya itu.

"Wow...wow!" decak Rey menggeleng-geleng dengan mimik begitu prihatin. Caca mengernyit.

"Apa-"

"Caca, itulah mengapa kau harus berhati-hati jika turun dari langit. Lutumu terluka akibat jatuh dengan terburu-buru. Tidak! Ini tak bisa dibiarkan. Kau harus ikut denganku dan kita harus mengobati lukamu itu."

"Hey-apa?"

"Darahmu itu begitu berharga untuk kelangsungan hidup banyak orang di muka bumi ini. Termasuk aku! Jadi, ikut aku agar dapat menyelamatkan dunia ini."

"Ta-tapi-"

"Naiklah kepunggungku. Aku tak bisa membiarkan dunia ini kiamat hanya karna satu bidadari sepertimu terluka."

"Apa yang kau bicarakan Rey, kau-"

"Naik kepunggungku sekarang atau aku yang menggendongmu dengan paksa. Huh?" hentak Rey seketika membuat Caca terlonjak kaget. Benar, pria ini benar-benar gila!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 25, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hey, Bad Boy Please Respect Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang