2. Kesempatan

54 1 0
                                    

Aku takkan menyerah. Sama sekali. Hanya untuk wanita yang pada lirik pertama mampu membuatku terkapar.

Rafa meyakinkan dirinya untuk kesekian kali. Berharap usahanya selama ini tidak sia-sia, entah karena apa ia ingin sekali lebih dekat dengan wanita yang membuatnya sampai berkeringat dingin setiap di sekolah.

Niatnya sudah tekad, bulat sekali. Tapi kini masalahnya terletak pada keberaniannya untuk mendekati pujaan hati. Soal itu dirinya masih ragu-ragu. Bukan karena apa, tapi setiap berjarak beberapa meter saja dengan Aulia, Rafa merasa sulit bernapas.

Seperti beberapa minggu yang lalu, tangannya selalu saja gatal ingin memberi sesuatu pada gadis itu. Dirinya bahkan menghabiskan waktu di rumah merenung sambil menulis kata-kata baku yang dia sendiri bahkan bingung mendapat inspirasi dari mana. Tapi untuk Aulia, Rafa sama sekali tak keberatan pada hal apapun jika itu bisa membuat Aulia bahagia.

Dia memang belum mengenal lebih jauh, sama sekali. Karena itulah Rafa ingin mengenalnya dan membiarkan Aulia mengetahui dunianya juga. Dia membayangkan itu saja sudah terasa indah.

Cuaca siang yang terik seperti saat ini memang membuat siapapun tak akan betah lama-lama berdiam di dalam ruangan. Tapi Aulia tak terusik dengan suhu yang bisa memanggang kulitnya itu. Ia harus menyelesaikan pekerjaannya.

Rafa bisa melihat peluh Aulia walaupun dari jarak cukup jauh, ia duduk di mejanya sendiri yang letaknya sangat strategis, Rafa bisa memandang Aulia dengan leluasa tanpa takut ketahuan. Karena mejanya di belakang berjarak empat kursi dari Aulia. Cukup nyaman memang.

Semakin lama dirinya gundah sendiri, rasanya tak bisa berdiam seperti ini melihat perempuan itu sedikit-sedikit mengetik pada keyboard laptop lalu mengalihkan mata lagi pada setumpuk kertas di sebelahnya. Rafa harus bertindak, entah untuk apa.

"Em, Bu Lia?"

Merasa terpanggil, Aulia mendongak ke samping kanannya. Dia diam sebentar lalu melepas kacamatanya yang selalu ia pakai kalau sedang bekerja, dirinya tersenyum. Sedikit.

"Iya Pak? Ada apa?"

Kini Rafa kikuk. Benar saja, udara serasa menipis seolah Aulia berhasil menghirupnya dengan rakus.

"Sedang sibuk Bu?" sedetik kemudian dalam hati Rafa mengumpat dirinya oleh pertanyaan konyol seperti itu

Mata perempuan itu berhenti menatap laptop dan memiringkan sedikit tubuhnya menghadap Rafa, "lumayan, Pak. Sebentar lagi ulangan"

Rafa mengangguk-angguk, dia menyerahkan satu botol air mineral di depan meja Aulia. Karena melihat raut perempuan itu nampak terkejut, Rafa buru-buru menjelaskan.

"Hanya air Bu Lia. Aku rasa kamu perlu"

Aulia tersenyum, lagi-lagi cuma sedikit sembari membuka tutup botol, "terima kasih" ujarnya

Rafa ikut tersenyum, namun dia lebih lebar dan tulus. Walaupun begitu, ia menghargai Aulia yang sudah mau berbincang sedikit dengannya.

"Mungkin bisa kubantu Bu Lia?"

Aulia menggeleng cepat, "tidak, Pak. Jangan repot-repot"

Rafa bersikukuh, ia harus dekat dengan Aulia, "tidak apa-apa Bu, aku juga sudah selesai membuat soal tadi"

"Oh ya? Cepat sekali?!" kagum Aulia sambil berdecak, "pasti sekarang sudah santai ya?"

"Begitulah. Makanya aku ingin bantu. Kuharap kamu mau Bu Lia"

Perempuan itu tampak berpikir sebentar, tapi kemudian dia mengangguk

"Sekali lagi terima kasih, Pak. Tapi maaf, saya istirahat sebentar nggk apa-apa 'kan?"

ExTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang