2. Because Past Time

435 45 28
                                    

Happy Reading😇
_____________

Elian POV

"El, lo ngapain ngelamun terus, sih?"

Sial. Aku tak bisa mengapus wajah itu dari pikiranku. Sejak saat dimana aku meminjam buku tadi, kenapa wajahnya terus mengingatkanku pada seseorang. Tapi aku lupa siapa seseorang yang kumaksud. Ini gila. Otakku benar-benar bodoh.

"ELIAN!!"

Sontak aku terkejut. Sialan. Seandainya dia yang di hadapanku ini bukan temanku, mungkin aku akan menghajarnya habis-habisan di sini.

"Apaan, sih?" tanyaku ketus sambil berusaha menetralisir emosi.

"Lo yang ngapain, dari tadi lo ngelamun tau, gak?!" kesal Nathan. Jonathan Ernandio, sohibku.

Aku mengernyit saat menyadari ada sesuatu yang berbeda, "Ricko sama Budi, mana? Bukannya mereka tadi ada di sini?"

"Udah pulang lah. Lagian lo ngelamun udah hampir setengah jam tau!" protes Nathan. Ia kemudian menyesap es teh manis yang ia pesan tadi. Sial, aku bahkan sampai lupa kalau aku juga memesannya.

"Bodoh banget gue," ujar ku sebelum akhirnya ikut menyesap es teh yang kupesan tadi.

Sudah menjadi kebiasaan kami saat pulang sekolah. Nongkrong di kantin sambil ngobrol. Kadang sambil mengerjakan tugas rumah. Meski, semua itu hanya kalimat. Karena ujung-ujungnya kami malah ngobrol tanpa ada niatan buka buku.

"Ngomong-ngomong, lo mikirin apaan sih?" tanya Nathan merubah raut menjadi serius.

"Gue, gue ketemu cewek yang mirip sama orang yang dulu gue temuin di rumah sakit kakek..."

"...gue nggak pernah liat cewek itu sebelumnya, mungkin karena dia jarang keluar kelas. Dia mirip banget sama cewek itu," tambahku.

"Terus apa hubungannya sama lo?" tanya Nathan.

*******


Flashback on
Tahun 2015.

"Elian!! Buruan, lo nggak ikut jenguk bibi?"

Aku berlari menuruni tangga dengan tergesa-gesa. Kakakku yang satu ini benar-benar membuatku gila, belum lagi adikku yang sejak tadi pagi berteriak seenak jidat. Untung saja aku dibekali kesabaran yang tinggi oleh orangtuaku. Ah, ini sih alay.

"Nggak ada yang nggak ikut! Semua harus ikut!" ketus mama seolah tau kalau aku tidak akan ikut. Mengingat, aku bukanlah tipe orang yang suka turut dengan kegiatan seperti ini.

Aku hanya mendengus kasar lalu duduk di sofa. Kuambil ponsel—yang sudah dua tahun ini menemani—di saku celana. Diikuti dengan adikku, Sherin, yang turut bersandar pada lenganku. Adik kampret.

"Lo sebenarnya pingin nggak ikut, kan?" tanya Sherin menggodaku. Ia bahkan dengan lancang menyentuh-nyentuh layar ponselku sehingga mengganggu kegiatanku.

"Apaan, sih?! Udah lo keluar dulu sana!" usirku kesal sambil menggeser tubuhku menjauh.

"Mama!! Kak Elian minta di rumah aja katanya, dia nggak mau ikut, pingin nge-game di rumah!!" teriak Sherin membuatku melotot ke arahnya.

"Punya adek nggak bisa diuntung!" kesalku lalu beranjak pergi keluar. Berusaha mencari tempat yang lebih aman dari gangguan kecebong gila itu.

Semalam aku mendapat kabar dari papa  kalau bibiku dirawat di rumah sakit karena kecelakaan. Lebih tepatnya korban tabrak lari. Polisi sudah mencari jejak pelakunya, dan saat dini hari tadi mereka menemukannya. Dia seorang lelaki muda, dan telah mati karena bunuh diri dengan tembak.

Phobia Cowok [STOPPED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang