1

680 47 5
                                    

That's not what I need

Gadis itu berjalan menuju sebuah gang kecil. Cukup sempit dan gelap. Hanya sinar bulan yang menuntunnya.

Air matanya jatuh satu persatu. Hari yang dilewatinya terasa seperti hari pertanggung jawaban. Segalanya terasa sulit untuk dijalani.

Entah kenapa ia selalu terlihat seperti sampah oleh teman-temannya. Mereka tak peduli, tak berperikemanusiaan. Ketika ia meminta tolongpun, mereka hanya memandang. Tak beranjak sedikitpun.

Itu karena ia selalu bersama Kim Mingyu. Lelaki yang terkenal karena ketampanannya, juga karena keganasannya.

Mingyu adalah lelaki yang cukup keras. Dia termasuk jejeran Iljin, para penguasa sekolah. Tak ada yang berani menolong para korban bully-an Mingyu, karena jika kau melakukan itu, maka artinya kau menyerahkan diri pada Tuhan.

Hae Rim memang 'selalu' bersama Mingyu. Tapi jangan pernah mengira bahwa Hae Rim adalah orang yang spesial bagi lelaki itu. Baginya, Hae Rim hanyalah seorang budak yang pantas dijatuhkan harga dirinya.

Dalam hati, Hae Rim menyimpan dendam yang teramat dalam bagi Mingyu.

"Aku memang tak bisa melawan untuk saat ini. Tapi lihat saja. Aku tak akan membiarkanmu bebas setelah aku mati" lirih Hae Rim.

Kepala Hae Rim terangkat. Beberapa langkah lagi ia akan keluar dari gang sempit ini.

Namun kemudian ia berhenti. Ia memang akan keluar dari gang, namun di depan sana, seorang lelaki tinggi berdiri sambil menyunggingkan senyuman miringnya.

Mingyu.

'Semoga kau tak mendengar ucapanku tadi' batin Hae Rim. Ia menghentikan langkahnya ketika lelaki itu menghampirinya.

"Apa kau sudah membawa minumannya?" tanya Mingyu.

Hae Rim menggeleng. Ia mundur beberapa langkah.

"Wae?!" Mingyu meninggikan suaranya.

"A... Aku tak punya uang"

"Geojitmal" Mingyu menampar pipi Hae Rim. Yang ditampar hanya diam, tak berani melawan.

Tangan Mingyu beralih pada area kepala. Dijambaknya rambut Hae Rim, kemudian...

"Apa kau hanya bisa menyakiti wanita?!" seseorang berteriak di ujung gang.

Keduanya menoleh. Hae Rim melepas tangan Mingyu dari rambutnya, namun kemudian Mingyu menariknya lagi. Malah lebih kuat dari sebelumnya.

"Siapa kau?"

Lelaki yang berdiri di ujung gang hanya tertawa, "Itu tak penting. Berhati-hatilah pada Hae Rim. Ia baru saja menyatakan sumpahnya untukmu"

Hae Rim terbelalak.

Siluet lelaki itu mendekat pada mereka, dan untuk beberapa saat suasana menjadi sunyi. Hanya ada suara deru nafas di antara mereka.

"N... Nuguseyo?" suara Hae Rim bergetar.

"Jeon Wonwoo" ujarnya. Langkah kakinya terdengar semakin mendekat dan Hae Rim tak tahu apa yang harus dikatakan.

Karena ia tahu betul orang macam apa Wonwoo itu.

***

"Aku pulang"

Wonwoo membanting tubuhnya di sofa. Pikirannya langsung terpaku pada Shim Hae Rim. Gadis itu lagi.

Ia sering melihat Hae Rim disiksa oleh Mingyu. Namun tentu saja ia tak peduli. Pikiran Wonwoo lurus, dan ada alasan mengapa ia tak pernah membantu Hae Rim; ia tak ingin.

Karena masalah Hae Rim bukanlah masalahnya. Jadi untuk apa mempersulit diri?

Dan yang tadi itu, ia hanya menyampaikan sesuatu pada Mingyu. Lelaki itu memang harus berhati-hati pada Hae Rim.

Gadis itu akan melakukan sesuatu yang mengerikan beberapa hari ke depan.

Namun sungguh, tadi ia tak bisa mengucapkan apapun. Ia hanya mampu menatap kedua manusia itu dengan tatapan kosong. Padahal ia sudah memantapkan hati untuk mengucapkan sesuatu pada Mingyu mengenai ucapan Hae Rim.

'Aku memang tak bisa melawan untuk saat ini. Tapi lihat saja. Aku tak akan membiarkanmu bebas setelah aku mati'

Itulah yang ingin ia katakan pada Mingyu. Karena beberapa hari ke depan, gadis itu akan...

Ah lupakan saja. Itu akan menjadi rahasia dan Wonwoo akan menyimpannya sampai Mingyu meminta pertolongan padanya.

Ya. Mingyu akan meminta bantuannya.

Wonwoo tersenyum, kemudian ia terkekeh pelan.

"Lelaki bodoh. Terlalu menutupi kelemahan" desisnya. Ia kemudian menoleh ke kanan, dan ada seorang gadis berdiri di sana, menatapnya tajam.

"Mwo?" tanya Wonwoo.

"Kau harus yakin bahwa Hae Rim bisa menjadi saudariku" ujar gadis itu.

Wonwoo menghela napasnya panjang. Gadis itu selalu memasang tampang datar namun tatapan matanya tajam. Dan ia terus mengatakan hal yang sama setiap harinya.

"Aku tidak tahu. Jadi kau yakinkan saja sendiri" ujar Wonwoo.

Gadis itu tersenyum kecil. Wonwoo bergidik ngeri. Seumur hidup, baru kali ini ia melihat gadis itu tersenyum.

"Kau bisa tersenyum?"

"Aku menonton drama setiap harinya dan mencoba untuk mengikuti apa yang mereka lakukan"

Wonwoo tertawa, "Bodoh"

TBC

We need vote and comment ^^ Don't forget to give criticism and suggestions too.

Thank's for reading :*

Away From MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang