Tulip [4]

1.2K 146 4
                                    

"Aku tidak peduli."

'Apa yang kupikirkan sampai-sampai merelakan jantungku! Mungkin aku sudah gila, bahkan Jihoon baru kukenal. Entah kenapa dia membuatku nyaman sekali, bahkan lebih dari Lee-chan. Padahal dia tak melakukan apa-apa.'

Dokter pun keluar. Soonyoung dan Seokmin langsung menghampiri dokter.

"Bagaimana keadaan Jihoon, dok?"
"Penyakitnya semakin parah, dia harus segera menerima donor."

Seokmin kaget, begitu pun Soonyoung.

"Soon, jangan bertindak gegabah."
"Tapi..."
"Aku tahu kau pasti ada rasa dengannya kan? Tapi nyawamu juga akan terancam, kau bisa saja mati." "Jika aku mati bisakah kau menjaga Jihoon?"
"Apa? Kau jangan berpikir sampai sejauh itu! Kau tidak akan mati!"

Soonyoung cemas sekali. Ia berpikir pendek tanpa memikirkan apa yang terjadi selanjutnya, untung saja Seokmin memperingatinya.

Tak lama kemudian, Jihoon sadar, Soonyoung dan Seokmin masuk ke kamarnya. Jihoon masih terlihat kemas dengan selang oksigen di hidungnya. Ia menatap Soonyoung dengan tatapan sayu.

"Hoon-ah, pasti kau akan sembuh." ucap Soonyoung sambil mengusap kepala Jihoon.

Jihoon hanya mengangguk. Seokmin yang melihat Jihoon seperti itu merasa kasihan juga, kini ia mengerti apa yang dirasakan Soonyoung.

"Soon, kau yakin?" tanya Seokmin.
"Entahlah."

Tak lama kemudian, ibu dan kakak Jihoon datang. Mereka terlihat khawatir sekali dengan Jihoon. Soonyoung belum mengatakan keadaan Jihoon yang sebenarnya.

Soonyoung dan Seokmin keluar dari kamar Jihoon.

"Soon, kau mencintainya?"
"Cinta? Aku tidak tahu."

Keesokan harinya, Soonyoung menjenguk Jihoon. Kini ia sendiri tanpa ada Seokmin di sisinya. Kondisi Jihoon kini lebih baik dari kemarin.

Soonyoung memasuki kamar Jihoon. Ia membawakan buah-buahan untuk Jihoon.

"Bagaimana keadaanmu?"
"Hm, lebih baik dari kemarin." kata Jihoon dengan wajah pucat pasi.

Jihoon melamun sebentar. Ia terpikir kembali kata-kata dokter.

"Kau kenapa Hoon?"
"Hm, bagaimana kalau aku mati?"
"Jangan ngomong seperti itu, kau tidak akan mati!"
"Kok bisa, haha."
"Aku ada disini."
"Apa hubungannya?"
"Entahlah, nanti kamu akan tahu sendiri."
"Soon-ah, aku bosan disini terus, ajak aku jalan-jalan."
"Hey, lihatlah kondisimu masih seperti itu."
"Aku bisa memakai kursi roda."
"Ish, dasar."

Soonyoung menyiapkan kursi roda untuk Jihoon. Ia membantu Jihoon untuk menduduki kursi roda. Ia mendorong kursi roda.

"Kau mau kuantar kemana, hm?"
"Ke taman rumah sakit saja."
"Oke."

Sesampainya di taman, Soonyoung memberhentikan kursi roda Jihoon. Ia duduk di bangku taman.

"Pfft... nyaman sekali disini, tak seperti di kamar bau obat-obatan."
"Makanya jaga kesehatanmu biar nggak masuk rumah sakit lagi."
"Tapi sekarang percuma.."
"Jangan bahas itu lagi, kau suka bunga tulip kan?"
"Iya, banget."

Soonyoung memetik bunga tulip berwarna pink di taman. Ia memberikannya kepada Jihoon.

"Untukmu, bagus kan?"
"Hm, seleramu sungguh jelek sekali, tapi karena ini darimu bolehlah."
"Jangan terpaksa menerimanya."
"Haha, iya iya."

Tiba-tiba Soonyoung mencium kening Jihoon sambil berbisik, "Kau tidak akan mati Hoon-ah." Jihoon hanya bisa terdiam saja.

Setelah sekitar setengah jam di taman, Soonyoung mengantar Jihoon kembali ke kamar. Ia meletakkan (?) Jihoon di kasur.

"Hoon-ah. Jaga kesehatanmu."
"Siap!"
"Saranghae." bisik Soonyoung.
"Ha?"
"Aku pergi dulu, selamat tinggal."
"Iya, bye." ucap Jihoon sambil melontarkan senyum manisnya.

Soonyoung keluar kamar Jihoon. Ia langsung menuju ruangan dokter. Dokter mempersilahkannya duduk.

"Ada yang bisa saya bantu?"
"Iya dok."
"Anda temannya Jihoon-kan?"
"Iya, aku ingin mendonorkan jantungku."
"Apa anda yakin? Resikonya cukup berbahaya, anda bisa meninggal."
"Aku tahu, tapi ini demi Jihoon."
"Baiklah, isi data ini. Besok datanglah untuk melakukan tes kesehatan."

tulipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang