Pergi

29 3 2
                                    

Ardiyan POV...
​"Kamu benar benar ingin menjauh dariku?"
mana ada ceritanya saya ingin jauh dari kamu, Ren. Saya ingin setiap detik didalam hidup saya, saya habiskan bersama kamu.
Rena terus terusan memandang mata saya. Makin grogi saya dibuatnya. "Aku hanya perlu waktu sendiri, kamu mau nunggu kan? Ini semua tidak mudah untukku, Ren". Saya memang orang yang paling egois. Saya minta Rena untuk menunggu di dalam sebuah ketidakpastian, setidaknya pasti dia berpikir begitu.
"Jadi, keputusanmu untuk menerima proyek kontrak kerja di Palembang itu adalah alasan untuk menghindariku, Di?"
saya ambil kerjaan itu agar saya bisa memperoleh uang yang banyak Ren, untuk biaya kita menikah. Tapi mana bisa saya ungkapkan kepadamu.
"Iya, ren. Itu adalah alasan saya, saya memang ingin menghindari kamu untuk beberapa saat".
Air mata Rena perlahan menetes. Dia terlihat putus asa. Keningnya berkerut, sorot matanya memancarkan kepedihan. "Apa aku salah mempertanyakan tentang kapan kamu akan menikahiku?"
Jangan sayang, jangan menangis didepan saya. Rasanya saya ingin mengatakan sesuatu untuk menghiburmu, namun saya hanya sanggup diam. Andai kamu tahu Rena, Saya sedang berjuang untuk kita, kamu jangan menyerah.

"Kamu masih sayang aku atau ngga sih Ardiyan?"
"Ngga tau, ren".
"Ngga tau?" Rena berdesis marah. Ya, Rena. Saya tidak tahu saya menyanyangimu atau tidak. Saya tidak tahu keegoisan yang tumbuh didalam diri ini karena sayang atau hasrat ingin memiliki kamu. Yang jelas, saya hanya ingin melakukan apa yang saya harus lakukan.
"Kenapa kamu percaya diri sekali memintaku untuk menunggumu, di?" Rena menangis, airmatanya turun dengan deras.
"Karena aku percaya sama kamu, sayang". Jawabku sejujur-jujurnya.
"Kalo kamu pergi dan kita tidak berhubungan, apa jaminannya kamu akan kembali padaku, Di?"
"Tidak ada, ren. Aku tidak mau memberikan janji apapun padamu. Kita tidak harus berkomitmen satu sama lain. Kamu hanya harus tau, bahwa aku mencintaimu lebih dari siapapun juga didunia ini yang mampu mencintaimu. Kamu hanya harus percaya itu, ren".

Rena mencibir jawaban saya. Saya tahu dia pasti tidak percaya dengan perkataan saya itu. Dia pasti menganggapnya omong kosong. Rena memasukkan semua handphone nya yang ada diatas meja makan kedalam tas. Dia berdiri dari duduknya. Bergegas pergi. "Aku pulang". Katanya lemas. Rena ku sedang bersusah payah agar tangisnya berhenti. Saya tahu perasaanmu sedang hancur saat ini.

Maafkan saya, rena. Saya juga tidak tahu mengapa harus melakukan ini semua. Saya mencintaimu, Rena. Namun, rasa cinta saya kalah dengan amarah dan semangat ingin mencurimu dari keluargamu. Saya akan lakukan apapun agar kita bisa sah bersama.
"Rena.." dia menghentikan langkahnya menuju pintu. "Tolong percaya aku, bahwa hanya kamu yang ada dihatiku". Rena mencium pipi saya dengan lembut.

"Semoga kamu bahagia dan bisa menggunakan waktumu dengan benar, ardiyan". Itulah kata kata terakhirnya sebelum pergi. Rena, saya percaya padamu. Saya percaya bahwasanya walaupun saya menjauh, kamu akan tetap mencintai saya. Tidak akan lama, ren. Hanya beberapa bulan saja. Setidaknya sampai proyek ini beres dan kontrakku itu selesai. Hasilnya nanti akan cukup buat kita mengadakan pesta pernikahan. Rumah kitapun sedang saya siapkan, ren. Kamulah nanti yang akan mengatur desain interiornya, kamu juga yang akan menentukan mau kamu apakan taman kecil yang ada di teras belakang. Warna cat, warna seprai tempat tidur kita, kamulah yang paling berhak memilih, sayang.

Andai kamu tahu, satu persatu sedang kukumpulkan semuanya untukmu, Ren. Ingin sekali saya pamerkan semua itu ke hadapanmu, namun sayang. Saya harus lewati dulu serangkaian proses pernikahan itu, proses dimana nanti saya akan mati matian berjuang memintamu dari orang tuamu. Ini semua akan terlihat biasa dan mudah bagi mereka yang diterima oleh sang calon mertua, namun bagi saya, semua ini sangat sulit, Ren. Pahamilah.

I Behind YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang