Kelu

33 2 0
                                    

Rena POV...
Pagi itu kami tidak saling bicara satu patah katapun. Dia sibuk dengan dunianya dan aku sibuk dengan pikiranku. Biasanya setelah ribut hebat seperti tadi malam, aku dan Ardiyan lebih memilih untuk membenamkan diri kami sendirian. Individu butuh berpikir dan merenung, kan? Yah walaupun mereka diciptakan berpasang pasangan oleh Tuhan. Kali ini kami tidak bertengkar karena masalah sepele seperti dia lupa meletakkan kunci mobil atau aku yang suka merokok diam diam didalam kamar mandi, kali ini kami 'berdiskusi' tentang masa depan yang akhirnya mengantarkan kami pada sebuah pertengkaran. "Rena, aku perlu waktu untuk sendirian. Aku pulang dulu ke kos. Mungkin perlu beberapa hari. Ngga papa kan sayang kamu tidur sendirian dulu? Aku akan kembali secepat mungkin".

Pergilah, Ardiyan sayang. Aku tidak akan menahanmu disini lebih lama lagi. Kita bukan pemeran sinetron yang harus stripping setiap hari. Kita butuh untuk kembali menjadi diri kita lagi. Dan, akhirnya, aku hanya membalas izinnya dengan sebuah senyuman. Ardi pasti menangkap maksudku. Kami memang butuh berpisah sejenak agar bisa kembali menyatu. Beberapa menit setelah Ardi pergi, ada seseorang yang mengetuk pintu apartemenku. Aku tahu siapa dia dari caranya yang selalu terburu buru jika mengetuk pintu. Dia pasti sudah menunggu lama di parkiran, menunggu Ardiyan keluar dari apartemenku. "Ardi pulang ke kosnya?" tanyanya sambil menutup segera pintu dibelakang kami. "Apa aku berhasil membuat kalian putus?" dia bertanya sangat santai. Benar benar kurang ajar. "Kamu mau sarapan?" aku berusaha mengalihkan pembicaraan.

Tak kan kubiarkan lelaki nakal ini tahu lebih banyak tentang perang dingin antara aku dan Ardiyan. "Aku baru saja membuat spaghetti..".
"Re, aku perlu tahu. Apa kamu baik baik saja?" dia mendesakku dengan tatapannya yang menuntut agar aku fokus menjawab pertanyaannya.
"Apa aku terlihat tidak baik baik saja, Lando?" aku dudukkan diriku diatas pangkuannya. Mengusap wajahnya. Aku mencium aroma parfum bulgari aqua dari tubuhnya Orlando. Dia sangat menyukai parfum ini, wanginya kuat dan segar sekali. Orlando memang tampan, tipe idaman semua wanita, ditambah lagi dia pintar dan penyanyang.

Orlando adalah obat ampuh untuk mengusir kesedihan yang diciptakan oleh Ardiyan. Terkadang aku tidak mengerti, kenapa Tuhan mengizinkan terjadinya perselingkuhan? Kenapa Tuhan mengizinkan kita mencintai dua hati sekaligus? Aku Mencium keningnya pelan. Dia menatapku lekat lekat, mencoba mencari tahu. "Jangan terlalu khawatir padaku, Lando. Nanti kamu jatuh cinta".
"Bullshit, Re. Aku kan memang sudah jatuh cinta padamu". Orlando mencium bibirku lahap sekali. Tampak dengan jelas keputus asaan dan kerinduan yang melebur menjadi satu dalam dirinya. "Re, kapan kita akan keluar dari lingkaran setan ini?" dia menyerah. Orlando sekarang sedang menunjukkan kelemahannya padaku. Lalu, Lando, kejujuran jugalah yang akan kamu dapatkan dariku. "Apakah kamu bisa menerima bahwa ada dua cinta dalam satu hatiku, sayang?" Dia terlihat berpikir. "Sesulit itukah untuk memilih antara aku atau Ardi, Re? Padahal jelas sekali..." kalimatnya terputus.

"Apa yang jelas sekali, Lando?" tuntutku. Dirinya tetap diam, ragu ragu untuk mengatakannya atau tidak. "Jelas sekali bahwa aku lebih segalanya dibandingkan dengan Ardiyan. Dari segala segi, Re. You know it". Aku menghela nafas santai, lalu kujewer telinganya. Pernyataannya ku tanggapi dengan tawa renyahku walaupun sejujurnya dia benar. "Perbandingan tidak akan membawamu kemanapun, lando. Aku punya caraku sendiri untuk mencintai kalian berdua, sama sekali tidak ada hubungannya dengan apa yang masing masing kalian miliki".
"Sampai kapan, Re? Sampai kapan kamu mainkan hati kami? Sedang kami seperti dua anjing bodoh yang berebut hati tuannya".
"Mengapa kamu sangat ingin aku untuk memilih, Lando?" to be honest, aku sangat tidak suka dihadapkan pada sebuah pilihan. Apalagi yang berat seperti ini.

"Karena kamu harus sadar, kamu tidak akan bisa menghabiskan seumur hidupmu dengan kami berdua. Kamu harus berani memutuskan, Re". Kali ini aku yang terdiam. Perkataannya memang benar, aku memang takut kehilangan, aku ingin kalian berdua, aku tidak bisa seumur hidup begini. Aku sedih sekali. Bertanya tanya siapa sebenarnya diantara mereka yang paling aku cintai dan paling mencintaiku? Lando sepertinya sadar kalau kata katanya sudah membuatku gamang. "Tapi, jika pilihanmu merugikanku, dengan kata lain, membuatku akhirnya harus menjauh darimu, Re, maka aku lebih baik menjadi yang 'disembunyikan' seumur hidupku". Kami bertatapan. Aku tahu kamu sedih tapi mengapa lemah sekali kamu, Sayang?
Kelemahanmu ini membuatku ingin mengalah. Atau mungkin aku saja yang pergi menghilang dari kehidupan kalian berdua? Buat apa aku punya dua pria terbaik kalau pada akhirnya, salah satu dari kalian akan meninggalkanku.

Lando, aku tidak bisa menyalahkanmu mengapa datang terlambat, juga mengapa aku yang kamu cintai, akupun sangat cinta padamu, Orlando. Tetapi, Ardi, Ardiyan adalah hidupku. Kekuatanku. Aku pun mungkin hanya akan menjadi pemeran utama di dalam sebuah cerita sendu jika Ardiyan tak disisiku. Aku membutuhkan Ardi seperti manusia yang butuh untuk bernafas. Sepertinya tidak bisa, aku tidak akan pernah bisa sampai pada level 'memilih'.
"Kamu mau aku disini semalaman? Atau lebih baik jika aku pulang?" aku menimbang nimbang jawaban untuk tawarannya. "Bisakah kamu memasak makan malam untukku, Lando? Sepertinya akan baik untuk kita kalau menghabiskan waktu bersama hari ini".
"Well, princess, aku akan membuatmu menikmati sop telur puyuh terlezat didunia". Dia beranjak menuju kulkas, melihat lihat apa bahan untuk masakannya tersedia. "Semua bahannya lengkap, sayang. Kalau kamu kurang sesuatu, kamu bisa telpon minimarket dibawah dan minta antar kekamarku. Oya, jangan tambahkan buncis didalam sopnya ya lando".

"Aku tahu kamu benci buncisnya sayang". Ujarnya seraya mencium keningku. "Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang?". Aku melirik jam dinding, pukul 13.27. siang, makan malam masih lama, sup nya nanti tidak enak kalau dimasak sekarang. "Ayo, Re, aku akan membawamu kekamar.." ahh, mata genitnya. Sangat menggoda. Susah sekali untuk ditolak. Dia menggendongku dengan cepat. "Aku sedang tidak berselera, sayang..". Aku jujur. Aku memang sedang tidak berselera untuk disentuh.
"Aku tidak ingin menidurimu, Re sayang. Aku ingin kamu tidur".
"Apa aku terlihat berantakan?" aku memintanya membawaku menuju cermin yang kupajang didekat dapur.

Yah, wajahku pucat. Mataku terlihat berkantung. Rambut indahku tak beraturan. "Kamu butuh tidur, Re." Ucapannya tegas, seperti sebuah perintah yang wajib dilakukan. Aku pun menurut ketika tangannya menuntunku kedalam kamar, membantuku berbaring dan menyelimutiku. "Akan kubangunkan sebelum jam 6". Dia mencium keningku, pipiku, lalu bibirku. Agak lama dibagian situ. Setelahnya dia membiarkanku menutup mata. Lando senang sekali melihat aku tidur. Dia tidak akan meninggalkanku kalau tidurku belum benar benar pulas. "Lando, aku minta maaf.."
"Maaf untuk apa, Re?"
"Maaf aku belum bisa memilih hari ini"
"Tidak ada yang perlu dimaafkan, posisimulah yang paling sulit, aku paham". Dia mengelus kepalaku. "Tidurlah, sayang. I love you".
***

I Behind YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang